JAKARTA – wartaekpres.com - Ratusan orang yang
tergabung dalam Aliansi Sentral Perjuangan Rakyat Lembata Jakarta (Sparta)
menggelar aksi di depan Istana Negara pada Kamis (21/2/2019) lalu.
Mereka meminta, agar
pembangunan Jembatan Titian dan Kolam Renang Apung di Pulau Siput (Awulolong),
Kecamatan Nubatukan, Lembata, NTT segera dihentikan.
Kordinator Aksi, Heri
Tanatawa Purap ketika ditemui media mengatakan, bahwa anggaran 1,6 miliar
rupiah Jembatan Waima dan 7 miliar Awulolong terindikasi tindak pidana korupsi
atau penyelewengan anggaran. “Kita lihat saja rentannya konstruksi bangunan Jembatan
Waima, Awulolong 80% (5,6 M) yang sudah dicairkan, padahal beberapa izin belum
dikantongi," ujarnya.
Massa aksi melakukan orasi,
teatrikal, pembacaan puisi dan Tarian Lembata. Mereka membawa spanduk yang
bertuliskan "#saveawololong" dan beberapa poster dengan kata-kata
menolak.
Dalam orasinya, Choky
Ratulela mengatakan, bahwa kami menolak karena berangkat dari budaya dan lingkungan
di pulau itu. “Kalau Pemda Lembata ingin melakukan pembangunan harus melihat
asas dan manfaat serta menelusuri sejarah tempat yang ingin dibangun. Faktanya,
sosialisasi ke masyarakat adat saja tidak menjangkau semua lapisan. Izin
lingkungan jangan sampai diabaikan, karena secara ekologis dapat merusak
ekosistem,” terangnya.
Terlihat di tempat
aksi, beberapa organisasi nasional dan daerah seperti PMKRI, GMNI, HMI, LMND, Hikmahalut,
IKBS (Manggarai) dan Kamkei bersama-sama dalam aksi ini.
Orator lain, Asis
Wayongnaen mengatakan, bahwa, segala bentuk ketidakadilan yang terjadi di
Lembata menandakan, bahwa sistem birokrasi berjalan teramat bobrok. “Segala
bentuk proses hingga kebijakan yang dibuat pemda seharusnya tidak melecehkan civil society. Karena Lembata hidup
berkebudayaan, perlu adanya kesadaran akan degradasi moralitas dari para
pemimpin di daerah, sehingga mampu mewujudkan kemajuan daerah yang adil dan
sejahtera," ujarnya.
Di waktu yang sama,
Epenk Djawang, Novan Wutun meminta, agar Pemda Lembata lebih memprioritaskan
kebutuhan dasar masyarakat, seperti air, jalan dan listrik. Karena bicara
sejahtera masyarakat Lembata belum sejahtera ditambah pembangunan yang tidak
kena sasaran,” imbuhnya.
Setelah hampir 2 jam
aksi, perwakilan dari massa diizinkan untuk bertemu perwakilan Istana Negara
untuk menyerahkan laporan.
Sparta menghampiri
KPK untuk menindaklanjuti beberapa laporan dugaan penyelewengan anggaran proyek
Wei Lein, Fee Proyek, Jembatan Wai Ma dan Pembangunan Jeti dan Sarana Kolam
Renang Apung yang sudah masuk sejak 3 juli 2018.
Massa aksi dengan
atribut kedaerahan menyampaikan aspirasinya hampir dua jam lebih. Pihak KPK
sempat tidak mengizinkan mediasi.
Sempat terjadi
desak-desakan antara massa aksi dengan pihak kepolisian dan berujung pembakaran
ban oleh massa aksi. Setelah bernegosiasi, akhirnya pihak KPK mengizinkan
perwakilan Sparta untuk masuk dan bermediasi.
Tim penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi mengatakan, bahwa semua laporan akan ditindaklanjuti ke
proses identifikasi. “KPK tetap bekerja sesuai mekanisme," ungkap pak
Puspo. (Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar