![]() |
(foto: komisiinformasi.org) |
GROBOGAN
- wartaekspres - Sebagai
konsekuensi dari diberlakukannya UU Desa, Pemerintah Desa kini dituntut untuk
mempraktikkan keterbukaan informasi. Sebab UU Desa mengkonstruksi desa sebagai
komunitas yang berpemerintahan sendiri (self
governing community) yang berpegang pada asas demokrasi, dimana
warga desa juga diberikan hak untuk turut memegang kendali atas penyelenggaraan
pemerintahan tersebut.
Keterbukaan informasi yang
dipraktikkan oleh Pemerintah Desa dimaksudkan agar warga desa mengetahui
berbagai informasi tentang kebijakan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan
yang dijalankan. Melalui mekanisme ini, maka akan terbangun akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa.
Klausul yang mengatur keterbukaan
informasi tersebar dalam beberapa pasal dalam UU Desa, pertama diatur dalam
pasal 24 yang menyatakan, bahwa asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa salah
satunya adalah keterbukaan.
Selanjutnya dinyatakan pada
bagian penjelasan, bahwa yang dimaksud dengan keterbukaan adalah asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan
tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian pada pasal 26 ayat (4)
huruf (f) diatur, bahwa dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa berkewajiban
untuk melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan,
profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan
nepotisme. Masih pada pasal dan ayat yang sama, pada huruf (p) diatur bahwa
Kepala Desa juga memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada
masyarakat Desa.
Pada bagian lain, yakni pada
pasal 27 huruf (d) diatur bahwa dalam menjalankan hak, tugas, kewenangan, dan
kewajiban Kepala Desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi
penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap
akhir tahun anggaran.
Pasal 68 ayat (1) huruf (a)
dinyatakan bahwa masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari
Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa.
Bagian akhir yang mengatur
tentang keterbukaan informasi pada UU Desa terdapat pada pasal 86 ayat (1) dan
ayat (5) yang menyatakan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui
sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dan sistem informasi tersebut dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses
oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan.
Secara spesifik, kewajiban untuk
menjalankan keterbukaan informasi bagi badan-badan publik selama ini telah
diatur oleh UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Mengacu pada UU KIP, tak ayal lagi bahwa Pemerintah Desa tergolong sebagai
badan publik, sebab Pemerintah Desa merupakan lembaga yang salah satu sumber
pendanaannya berasal dari APBN dan APBD.
Jika keterbukaan informasi yang
diatur oleh UU Desa masih bersifat umum, UU KIP telah mengatur secara detil
tentang mekanisme atau cara badan publik menyampaikan informasi, serta cara
bagaimana masyarakat memperoleh informasi.
Terkait dengan cara bagaimana
badan publik menyampaikan informasi, UU KIP telah mengatur bahwa setiap badan
publik harus menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID
inilah yang kemudian bertugas mengelola data dan informasi yang dikuasai oleh
badan publik.
Pengelolaan di sini meliputi
pendataan, pengumpulan, pendokumentasian hingga pengarsipan. Selain
pengelolaan, PPID juga bertanggungjawab untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat.
Ada dua cara menyampaikan
informasi, yaitu pertama dengan cara mengumumkan melalui media yang mudah
dijangkau, dan kedua dengan cara memberikannya kepada masyarakat yang melakukan
permintaan informasi. Jadi, selain secara proaktif menyampaikan informasi dalam
bentuk pengumuman, PPID juga harus memberikan informasi kepada setiap orang
yang menyampaikan permintaan informasi kepada badan publik.
Terkait dengan cara masyarakat
meminta informasi kepada badan publik, UU KIP telah mengatur bahwa masyarakat
harus menyampaikan permintaan melalui berbagai media yang memungkinkan, baik
secara lisan maupun tertulis.
PPID kemudian mendata permintaan
informasi tersebut, paling lama dalam waktu sepuluh hari kerja PPID harus
memberikan informasi yang diminta, jika informasi yang diminta bukan termasuk
informasi yang dikecualikan.
Jika dalam waktu sepuluh hari
kerja PPID belum menemukan informasi yang diminta, pemenuhan informasi dapat
diperpanjang dalam jangka waktu tujuh hari kerja. Perpanjangan waktu ini harus
disampaikan kepada pemohon. Jika akhirnya PPID tidak juga memberikan informasi
yang diminta, pemohon dapat mengajukan keberatan kepada atasan PPID dan dapat
berlanjut ke sidang di Komisi Informasi.
Jika aturan tentang keterbukaan
informasi ini diaplikasikan dengan praktik dalam Pemerintahan Desa, maka
Pemerintah Desa harus menunjuk PPID agar Pemerintah Desa dapat dengan baik
melakukan pengelolaan terhadap informasi yang terkait dengan program, kegiatan,
kebijakan, serta berbagai dokumentasi lain tentang penyelenggaraan pemerintahan
desa.
Dengan pengelolaan informasi yang
baik, dipastikan pelayanan informasi terhadap masyarakat desa juga akan baik
pula, sehingga kewajiban-kewajiban keterbukaan informasi sebagaimana diatur
oleh UU Desa dapat dijalankan secara maksimal.
Belakangan ini, sesungguhnya
praktik keterbukaan informasi telah dijalankan oleh beberapa desa. Yang paling
sering muncul di berbagai media sosial adalah bagaimana Pemerintah Desa
memajang baliho tentang laporan pertanggungjawaban APB Desa.
Selain itu, banyak juga desa yang
telah memiliki website, yang memuat berbagai informasi tentang aktivitas yang
dilakukan. Meskipun masih belum maksimal, tapi tentu saja upaya ini harus
diapresiasi.
Di Jawa Timur dan NTB, telah ada
Standar Layanan Informasi Publik untuk Pemerintah Desa yang diterbitkan oleh
Komisi Informasi Provinsi masing-masing. Hal ini mempermudah desa-desa di kedua
provinsi tersebut dalam menjalankan keterbukaan informasi, karena telah ada
panduan yang jelas. Komisi Informasi NTB telah meluncurkan gerakan Desa
Benderang Informasi Publik yang mendorong agar Pemerintah Desa menunjuk PPID
dan menjalankan keterbukaan informasi publik. Kedepannya diharapkan Komisi
Informasi Provinsi lain akan melakukan hal yang sama. (Gun/ki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar