BATUSANGKAR - wartaexpress.com - Masyarakat dan Ninik Mamak Malalo Tigo Jurai, Kab.Tanah Datar menyatakan penolakan dan protes atas terbitnya sertifikat di tanah ulayat kaum milik Malalo yang berada di Jorong Rumbai, Nagari Padanglaweh Malalo.
Sertifikat yang
diterbitkan oleh BPN Tanah Datar di wilayah ulayat Padanglaweh Malalo itu atas
nama seseorang bernama Isna dan melalui permohonan di Nagari Sumpur.
Belakangan diduga
telah muncul sertifikat lain yang sudah dijual kepada seorang pengusaha di
Jakarta.
“Tidak tanggung-tanggung,
ulayat Malalo yang disertifikatkan diduga mencapai 60 hektar," ujar Nasrul
selaku masyarakat setempat.
Pada Selasa, 6
Oktober 2020, Ketua KAN Padanglaweh Malalo, Walinagari/Sekretaris Nagari
Padanglaweh Malalo, empat orang Wali Jorong, Ketua Tim Tapal Batas dan ulayat, Ketua
Pemuda mendatangi Kantor BPN Tanah Datar.
"Kami atas nama Pemerintahan
Nagari Padanglaweh Malalo protes atas sertifikat tersebut. Apakah BPN tidak
melihat di lokasi saat pengukuran. Lahan di Jorong Rumbai itu sudah kami kelola
sejak ratusan tahun, secara turun-temurun," kata Walinagari Padanglaweh
Malalo Akhyari Datuk Talarangan.
Akhyari juga
menyatakan, bahwa Pemerintahan Nagari bersama Kerapatan Adat Nagari (KAN)
Padanglaweh Malalo sudah mengirimkan surat penolakan ke BPN Tanah Datar dengan
tembusan ke Polres Padang Panjang, Bupati Tanah Datar, Camat Batipuh Selatan,
Walinagari Sumpur dan Polsek Batipuh Selatan.
Munculnya sertifikat
tertanggal 13 Januari 2020 tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat sebab
lokasi lahan itu sehari-hari adalah lahan pertanian berupa persawahan dan parak
(kebun).
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) B. Datuk Lelo Marajo mengatakan, bahwa lokasi yang disertifikatkan tersebut adalah Tanah Pusako Tinggi dan berada di wilayah Nagari Padang Laweh Malalo.
Dt. Lelo Marajo
menyatakan, bahwa BPN tidak bisa hanya berdasarkan hitam putih di kertas
menentukan syarat pembuatan sertifikat. "Unsur historis, asal usul
masyarakat hendaknya tidak dilupakan apalagi di Ranah Minang," tegas Dt. Lelo
Marajo.
Sementara Ketua Tim
Tapal Batas Malalo Tigo Jurai, Indrawan mengatakan, bahwa pihaknya menduga
sertifikat keluar melalui proses yang tidak sesuai fakta lokasi. Sebab setelah
sertifikat dibuat langsung dibeli oleh warga Jakarta yang diduga sebagai
investor.
"Apa dasarnya
sehingga tanah ulayat Malalo diklaim. Apa
BPN tidak melihat dimana objek tanah yang akan diterbitkan sertifikatnya,"
ujarnya.
Ia menyatakan, bahwa BPN
tidak punya wewenang menentukan tapal batas administratif tanpa terlebih dahulu
meminta persetujuan negeri tetangga.
Indrawan mengaku
mendengar kabar, di lokasi sawah dan parak yang masih digarap itu akan dibangun
kawasan wisata. Ia meminta pemerintah daerah bertindak untuk mengatasi
persoalan itu.
"Kami juga meminta para pejabat dan aparat di Tanah Datar ini bersikap netral. Jika hal ini didiamkan, akan menjadi preseden buruk bagi Tanah Datar yang menjunjung tinggi adat istiadat termasuk ulayat. Selain itu, tanah ulayat yang muncul sertifikat itu merupakan milik hampir semua suku dan kaum di Malalo sehingga hal ini memicu keresahan di tengah masyarakat," tuturnya. (Red/Amphibi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar