PAPUA - wartaekspres - Pepera sudah final, karena Papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Putra putri dari tokoh-tokoh Dewan Musyawarah Papua (DMP) siap mengawal dan menjaga hasil Pepera 1969.
Hal tersebut ditegaskan Ondo Yanto Eluay yang juga putra mendiang Theys
Eluay, menanggapi aksi demo dan penolakan Otsus yang terjadi beberapa waktu
lalu di Papua, Selasa (6/10/2020).
Lebih lanjut putra mendiang tokoh Papua Theys Eluay menjelaskan, bahwa
masyarakat Papua menolak dengan keras segala gerakan dan aksi demonstrasi yang
yang menuntut referendum terkait Papua. “Saya sebagai seorang Ondofolo Besar di
wilayah Adat Tabi Ondo Yanto dengan tegas mengatakan, proses penentuan pendapat
rakyat sudah dilakukan dan hasilnya adalah final,” ujarnya.
Untuk mengawal hal itu, Ondo Yanto Eluay telah menginisiasi dan mendirikan
Presidium Putra Putri Pejuang Pepera (P5). Menurut dia, P5 dibentuk sebagai
bagian dari tanggung jawab moril dari putra putri pejuang Pepera 1969.
“P5 akan dideklarasikan dalam waktu dekat. Bersama para pelaku sejarah dan
anak cucunya, kami akan meluruskan sejarah Pepera agar fakta-fakta sejarah
tidak lagi dimanipulasi sekelompok orang demi agenda politik mereka, termasuk
mereka yang mendukung gerakan Papua merdeka” ungkapnya.
Saat ditanya tentang penolakan Otsus, Ondo Yanto Eluay berpendapat, bahwa
penolakan pelaksanaan Otsus adalah tidak berdasar dan salah sasaran.
“Dana Otsus sudah digunakan untuk tujuan kesejahteraan rakyat Papua dan
diserahkan pelaksanaannya dari pemerintah pusat ke Pemerintah Provinsi Papua
dan Papua Barat. Jika ada yang beranggapan bahwa pelaksanaan Otsus itu gagal,
maka seharusnya masyarakat meminta pertanggungjawaban dari pemerintah daerah
yang mereka pilih,” tutupnya.
Seperti diketahui sebelumya terjadi demo menolak Otonomi Khusus (Otsus)
digelar sejumlah mahasiswa dan warga di Gapura Universitas Cendrawasih Abepura
beberapa waktu lalu. Namun, demo tersebut tidak berlangsung lama, karena
dibubarkan oleh petugas Polisi setelah mengetahui bahwa penyelenggara aksi
belum mendapatkan izin dari aparat penegak hukum.
Dalam aksinya, para pendemo menolak pelaksanaan Otsus II dan juga menuntut agar Papua diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya alias self determination karena proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 2 Agustus 1969 dianggap cacat. (Kontr/A. Rohanda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar