JAKARTA - wartaekspres - Belasan ribu orang
memadati Tennis Indoor Stadium, Gelora Bung Karno, saat Grand Final MPL
Indonesia Season 4 (26-27 Oktober 2019). Hal ini mengulang kepadatan pengunjung
yang tak jauh berbeda dengan Grand Final MPL ID Season 2 (17-18 November 2018)
di JX International, Surabaya, yang bahkan mampu membuat banyak fans esports
Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) dari kota di sekitar Surabaya menyaksikan
langsung para jagoannya bertanding. Demikian juga dengan Grand Final MPL ID
Season 1 (30 Maret - 1 April 2018) di Mall Taman Anggrek yang membuat setiap
lantai Mall tersebut dipadati dengan fans esports MLBB.
Jika berbicara sejarah
perkembangan esports di Indonesia, besarnya antusiasme para fans esports selama
3 tahun terakhir ini (2017-2019) sebenarnya bisa dibilang sebagai gelombang
kedua geliat industri esports Indonesia. Gelombang pertamanya muncul pertama di
sekitar tahun 2003 saat maraknya gelaran World Cyber Games (WCG). Meski
demikian, antusiasme kala itu memang masih jauh sekali jika dibandingkan dengan
gelombang kedua kali ini.
Lalu apa yang
sebenarnya membedakan antara gelombang pertama dan kedua tadi? Ada banyak
faktor yang akan terlalu panjang jika dijabarkan semuanya di sini. Namun
demikian, salah satu faktor terbesar yang paling berpengaruh adalah
perkembangan industri mobile secara umum di Indonesia. Pasalnya, di gelombang
pertama tadi, esports di Indonesia memang masih seputar game-game PC. Sedangkan
sekarang, pasarnya bergeser ke mobile gaming.
Menurut data yang
diungkap oleh Newzoo, global gaming market akan menghasilkan pendapatan sebesar
US$152,1 miliar dengan kenaikan sebesar +9,6% per tahun. Dari angka tersebut,
sebagian besar akan berasal dari segmen mobile gaming yang akan menghasilkan
US$68,5 miliar dan mengambil market share sebesar 45%. Dari masifnya pasar
industri gaming tadi, Indonesia sendiri dipandang Black Shark sebagai pasar
gaming paling menjanjikan di regional Asia Tenggara. Pasalnya, Indonesia
menjadi pasar digital dengan pertumbuhan tercepat dan terbesar di Asia
Tenggara.
Di sisi lain, hasil
riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang digelar dari
Maret - April 2019 menunjukkan bahwa pengguna internet Indonesia sudah mencapai
angka 171,17 juta jiwa alias 64,8 persen dari total penduduk Indonesia yang
berjumlah 262 juta. Namun demikian, jika kita bandingkan data tersebut dengan
angka pengguna Indihome -- yang bisa dibilang pemegang market share terbesar
untuk internet kabel di Indonesia -- perbandingan angkanya memang jauh berbeda
selisihnya.
Menurut PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., jumlah pelanggan Indihome baru ada di
6,5 juta di tahun 2019. Demikian juga dengan angka pelanggan Biznet yang mereka
ungkap saat perayaan hari jadi mereka yang ke-19, yang baru menyentuh 500 ribu
rumah di seluruh Indonesia. Jika kita asumsikan total pengguna internet kabel
di Indonesia ada di 7,5 juta, berarti angka tersebut baru 4% dari total
pengguna internet keseluruhan.
Artinya, sekitar 96%
pengguna internet di Indonesia menggunakan ISP untuk perangkat mobile. Angka
ini sesuai dengan yang diungkap Telkomsel untuk jumlah pelanggan layanan data
mereka yang mencapai 111 juta pelanggan pada semester pertama 2019.
Apakah relevansi
perbandingan jumlah pengguna internet tadi di Indonesia dengan industri
esports? Pertama, mayoritas dari game-game esports yang ada sekarang
membutuhkan koneksi internet. Kedua, relevansi ini bergantung pada asumsi pasar
gaming PC dan console yang kecil sekali kemungkinannya bermain game dengan
menggunakan internet mobile. Mungkin hanya orang-orang yang sangat istimewa
yang bermain CS:GO dan Dota 2 dengan cara tethering internet dari ponselnya
masing-masing.
Menurut DANA, sistem
pembayaran non-tunai baru yang juga menjadi sponsor dari MPL ID S4, jumlah
pasar gamer di Indonesia mencapai 42,9 juta orang di 2019. Jika perbandingan
antara jumlah pengguna internet kabel dan internet mobile tadi masih sama dan
berlaku untuk pasar gamer, berarti hanya ada 1,6 juta pasar gamer non-mobile
(4% dari 40 juta).
Selain dari penetrasi
market internet mobile, perkembangan teknologi perangkat mobile sendiri juga
begitu pesat. Saat ponsel Android pertama dirilis di 2008, spesifikasinya masih
menggunakan CPU Qualcomm 528MHz dengan memori sebesar 192MB.
Hanya 4 tahun
berselang, ponsel pertama dengan CPU Quad Core yang dibekali dengan RAM sebesar
1GB pun dirilis di 2012. 2019, smartphone bahkan sudah punya klasifikasi spek
gaming seperti Black Shark 2 Pro yang dijejali dengan artileri kelas berat
macam Qualcomm Snapdragon 855 Plus (dengan 8 core dan GPU Adreno 640) dan
8/12GB RAM. Dengan penetrasi pasar internet mobile yang gencar dan perangkat
smartphone yang semakin mumpuni dari tahun ke tahun, kedua elemen penting dalam
ekosistem mobile gaming dan esports tadi yang menjadi fondasi dasar dari
ledakan antusiasme esports di 3 tahun belakangan -- yang sebelumnya absen di
awal-awal pergerakan industri esports belasan tahun silam.
Untuk informasi lebih
lanjut, harap kunjungi https://id-mpl.com/ Informasi dan pertanyaan lebih
lanjut, silakan hubungi: Nabila Rozano PR & Activation - Moonton Indonesia
M: +62818920104 E: nabilarozano@moonton.com. (Rls/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar