BATAM - wartaekspres - Kasus perselisihan hubungan industrial
dengan mantan pekerja kian bertambah dan semakin menjadi-jadi. Kejadian
baru-baru ini beberapa mantan pekerja di salah satu hotel di bilangan jodoh-nagoya
melayangkan tuntutan atas kekurangan gaji, BPJS, lembur dan service charge ke
perusahaan dimana mereka bekerja sebelumnya. Perusahaan hotel tersebut adalah Hotel
Nite & Day yang merupakan bagian dari konglomerasi di bidang penyiaran,
majalah dan hotel di bawah bendera MPHG Group, yang berdomisili di Komp Office Park,
Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Perselisihan ini
sudah ditangani oleh pihak pengawasan ketenagakerjaan di Sekupang, Batam namun
sampai saat ini belum ada titik terang antara kedua belah pihak, pengusaha
maupun pekerja.
Pekerja menuntut
haknya agar bisa diberikan oleh perusahaan seperti kekurangan gaji, BPJS,
lembur dan service charge. Sampai berita ini diterbitkan perusahaan hanya bisa
membayarkan service charge, dan BPJS.
“Sementara lembur dan
kekurangan upah pihak Hotel Nite & Day tidak bersedia membayarkan lembur
dan kekurangan gaji, dengan alasan tidak ada bukti bahwa perusahaan menyuruh
pekerja lembur dan kita gaji karyawan sudah sesuai dengan UMK Kota Batam,”
ungkap kuasa hukum hotel Matheus Namun Sare, SH.
Beliau juga
menambahkan, bahwa salah satu dari pelapor adalah termasuk kategori pemikir
berdasarkan Kepmen 102 Tahun 2004. Sementara pihak pekerja tidak mau menerima
jika uang lembur dan kekurangan gaji tidak dibayarkan oleh perusahaan, lewat
pendampingnya Wawan Harefa.
Wawan Harefa
menyampaikan, bahwasanya perusahaan tersebut sudah kelewatan, sudah
mempekerjakan karyawan di bawah UMK dan tidak membayarkan lembur, artinya
perusahaan tersebut sudah melanggar UU No.13 Tahun 2003, Pasal 185 jo 90
tentang kekurangan gaji akibat hukumnya adalah pidana penjara dan denda.
Wawan juga
menjelaskan terkait salah seorang dari pelapor dimasukkan dalam kategori
pemikir oleh perusahaan padahal tidak sesuai dengan fakta. “Jika seseorang
termasuk dalam kategori pemikir artinya tidak berhak mendapatkan lembur, karena
sudah diatur dalam Kepmen 102 Tahun 2004, Pasal 4 ayat 2, sementara pekerja
malah diberikan gaji di bawah UMK,” tegas Wawan.
Ketika awak media ini
mencoba konfirmasi ke pihak UPTD Pengawasan Dinas Ketenagakerjaan Kota Batam
melalui pengawas Ratna Pertiwi, SE, Yulla Meidiana, SH dan Veranika Trisia,
S.AB menyampaikan, bahwa pihak perusahaan hanya bersedia membayarkan service
charge yang diklaim oleh pekerja.
Terkait perseteruan
ini berbagai tanggapan dari beberapa pakar hukum, salah satu Advokat yang
selama ini menangani kasus-kasus sengketa perburuhan Lexyndo Hakim, SH, MH,
M.Kn mengatakan, bahwa sungguh ironi buat buruh/pekerja di bidang perhotelan
kalau sampai pekerja dalam satu grup besar perhotelan tidak mengimplementasikan
ketentuan ketenagakerjaan dengan baik dan benar ini namanya mengkebiri hak-hak
normatif pekerja perhotelan, apalagi Kota Batam merupakan barometer pariwisata
yang saat ini sedang dikembangkan di Kepri.
Hal ini juga diamini oleh
praktisi perburuhan, trainer HRD dan konsultan ketenagakerjaan pada beberapa
perusahaan PMA dan PMDN, Ir. Mathias Juni Ladopoerap, S.Kom, SH mengatakan, bahwa
sepanjang dirinya memberikan pelatihan, advokasi dan berdiskusi dalam forum
diskusi baik dalam dan luar negeri, pekerja dilecehkan sudah biasa, UU Naker tidak
dijalankan sepenuhnya.
PHK massal dengan
alasan resesi dunia tidak ada yang baru, namun kalau grup besar dalam bisnis perhotelan
melakukan hal itu semua tentu tidak masuk akal, karena pasti ada SOP ketat dari
kantor pusat yang harus dijalankan.
“Apalagi operator di lapangan
ada Key Performace Indicator (KPI) yang menjadi acuan pasti buat level manajer
ke atas untuk mengimplementasi UU Naker, saya yakin pasti mencurigai ada
masalah yang patut dipertanyakan
bagaimana dengan audit SOP terkait UU Naker tersebut apa benar-benar sudah
dilaksanakan?," tuturnya.
Hal ini tentu akan
merugikan pemilik hotel karena memperkerjakan level manajerial yang di bawah
standard kepatuhan kepada UU Naker.
Saat ini pihak
pekerja berencana akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) DI DPRD Kota Batam
ke Komisi yang membidangi perhotelan, pajak daerah, investasi dan perburuhan di
DPRD Kota Batam untuk mencari solusi yang terbaik.
Sampai saat berita
diturunkan, awak media sedang menunggu konfirmasi lanjutan tentang perkembangan
dari Kepala Pengawasan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, sekaligus
penjelasan resmi dari Persatuan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) terkait keanggotaan
Hotel Nite & Day. (Lukas Nduru)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar