PONTIANAK - wartaekspres - BPH Migas terus
mendorong terwujudnya proses Pembangunan Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan.
Sebagai langkah nyata BPH Migas untuk kesekian kalinya kembali menyelenggarakan
Focus Grup Discussion (FGD) “Sinergitas Pembangunan Pipa Gas Bumi Trans
Kalimantan” hari Selasa (03/12/19), bertempat di Grand Mahkota Hotel,
Pontianak, Kalimantan Barat.
Kepala BPH Migas, M. Fashurullah Asa yang ditemui di lokasi acara FGD
menyampaikan, bahwa tujuan dari FGD ini adalah untuk mendalami supply and
demand gas bumi di Pulau Kalimantan, khususnya terkait pemindahan Ibukota
Negara di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai
Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur dan juga supply and demand gas bumi di
Kalimantan Barat. Selain itu juga kegiatan ini dirancang untuk menciptakan
sinergi antar lembaga dalam mendukung keberhasilan pembangunan infrastruktur
Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan agar semua pihak terkait diharapkan memberikan
kemudahan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya.
Kegiatan FGD ini dihadiri oleh Kepala Staf Kepresidenan RI Jendral TNI
(Purn) Dr. Moeldoko dan tokoh masyarakat Kalimantan sekaligus Ketua DPD RI periode
2017-2019, Oesman Sapta Odang. Selain itu, berbagai lembaga dan pemangku
kepentingan di bidang Gas Bumi hadir mulai dari anggota DPR RI, DPD RI, SKK
Migas, BPH Migas, Ditjen Migas KESDM, Kementerian Perindustrian,
Gubernur/Bupati/Walikota se-Kalimantan, dan Rektor PTN se-Kalimantan, Asosiasi
Pengusaha Tambang dan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit, Kadin, Hipmi, Inkindo,
Gapensi, Kahmi hingga badan usaha di bidang niaga dan atau pengangkutan gas
bumi melalui pipa.
Penyelenggaraan FGD di Pontianak ini, merupakan rangkaian FGD yang telah
dilaksanakan oleh BPH Migas sejak tahun 2018, yang diawali dengan
penyelenggaraan FGD di Provinsi Kalimantan Selatan pada bulan September 2018, audiensi
dengan Gubernur Kalimantan Timur, dilanjutkan dengan FGD di Samarinda bulan
Desember 2018, audiensi dengan Gubernur Kalimantan Barat pada bulan Juni 2019,
penyelenggaran FGD di BSD City Tangerang Banten pada tanggal 4 Juli 2019, audiensi
dengan Gubernur Kalimantan Tengah tanggal 11 Juli 2019, dan terakhir adalah
penyelenggaran FGD di Palangkaraya Kalimantan Tengah pada tanggal 31 Juli 2019.
Dengan hadirnya para tokoh nasional, tokoh masyarakat, DPR dan DPD RI,
Gubernur, Bupati dan akademisi, diharapkan akan didapat kesepakatan dalam
pemahaman pentingnya supply and demand gas bumi di Kalimantan, khususnya
persiapan pemindahan ibukota negara, sehingga akan mempercepat realisasi
pembangunan infrastruktur gas bumi.
BPH Migas terus mendorong diwujudkannya pembangunan pipa Trans Kalimantan
dalam rangka meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri khususnya bagi
seluruh masyarakat di Pulau Kalimantan dan sekaligus dapat ikut membantu
mengurangi defisit perdagangan melalui peningkatan pemanfaatan Gas Bumi sebagai
substitusi Bahan Bakar Minyak terutama pada sektor kelistrikan dan
pertambangan.
Kepala Staf Kepresidenan RI, Jendral TNI (Purn) Dr. Moeldoko di lokasi
acara menyampaikan, bahwa upaya pembangunan Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan ini
sejalan dengan Visi Presiden Joko Widodo yang memprioritaskan lima aspek
khususnya pembangunan infrastruktur. Kelima aspek tersebut meliputi
infrastruktur, investasi, kualitas sumber daya manusia, reformasi birokrasi dan
APBN yang tepat sasaran.
Kepala BPH Migas M. Fashurullah Asa menyampaikan, bahwa pembangunan Pipa
Gas Bumi Trans Kalimantan ini merupakan tindaklanjut Rencana Induk Gas Bumi Tahun
2012-2025. “Kementerian ESDM telah merencanakan pembangunan jalur Pipa Gas Bumi
Trans Kalimantan yang membentang dari Bontang-Banjarmasin-Palangkaraya-hingga
Pontianak sepanjang 2.219 Km, yang akan mengangkut Gas Bumi dari Bontang
Kalimantan Timur guna memenuhi kebutuhan energi gas alam bagi seluruh
masyarakat di Pulau Kalimantan,” jelas Ifan, sapaannya.
Berdasarkan data dari Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027, diperkirakan
Supply-Demand gas bumi di Pulau Kalimantan mengalami surplus supply dari tahun
2018-2027 yang selama ini sebagian besar diolah menjadi LNG yang
didistribusikan untuk memenuhi komitmen LNG Domestik dan Ekspor (komitmen
ekspor belum diperoleh paska 2021), tetapi hal tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal khususnya di wilayah Kalimantan untuk penggunaan
transportasi, rumah tangga dan pelanggan kecil, lifting minyak, industri pupuk,
industri berbasis gas bumi, pembangkit listrik dan industri berbahan bakar gas.
Berdasarkan Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027, potensi pengembangan
sumber gas wilayah Kalimantan masih amat besar, pasokan gas bumi di
wilayah Kalimantan pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 2.075,35-2.609,49
MMSCFD yang terdiri dari existing 1.388,09 MMSCFD, project on going 26,91
MMSCFD dan 2 project hulu yang akan first gas in dari IDD dan ENI sebesar
1.218,20 MMSCFD.
Disamping itu, terdapat juga potensi supply Gas Bumi dari beberapa wilayah
kerja (WK) ekploitasi sekitar Natuna seperti Wilyah Kerja Kakap, WK blok A, WK
Natuna Sea B dan WK Duyung. Ditambah juga potensi kelebihan pasokan gas bumi
sebanyak 40 kargo gas alam cair (LNG) hingga tahun 2025 yang belum ada
pembelinya (uncommited) sebesar 116.769,6 MMSCF (53,317 MMSCFD) atau setara
266,585 MW, yang berasal dari 2 fasilitas gas utama yang dimiliki Indonesia
saat ini, yaitu LNG Tangguh dan Bontang.
Sedangkan kebutuhan gas bumi di wilayah Kalimantan pada tahun 2018 yang
lalu (di luar ekspor/komitmen LNG) hanya sebesar 675,21-696,40 MMSCFD. Dengan
adanya rencana pemindahan ibukota yang kebutuhan energinya dipenuhi menggunakan
gas bumi serta apabila dikeluarkan kebijakan konversi pembangkit berbahan bakar
batubara dan BBM ke gas bumi untuk mendukung kesepakatan Paris Agreement
tahun 2015 dan juga untuk mendukung pengembangan kawasan industri dengan
berbasis clean energy, maka potensi demand di Kalimantan diperkirakan akan
meningkat sebesar 92% dari kebutuhan saat ini yaitu diperkirakan mencapai
1.214 MMSCFD.
Adanya rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan serta pembangunan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan industri (KI) dinilai efektif untuk
meningkatkan penyerapan gas di wilayah ini. Nantinya di Kalimantan juga akan
dibangun jaringan distribusi termasuk Jaringan gas (jargas). “Untuk itu isu
pemindahan ibukota jadi pembangunan pipa gas, oleh karena itu BPH Migas
perlu mengatur dan fokus menciptakan demand sedangkan untuk pasokan gas untuk
Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan tidak ada masalah," jelas Ifan.
Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
(KPPIP), ada lima KI dan KEK yang akan dibangun yakni KEK Maloy Batuta Trans
Kalimantan (MBTK) di Kalimantan Timur, KI Batulicin dan KI Jorong di Kalimantan
Selatan, KI Landak dan KI Ketapang di Kalimantan Barat serta KI Tanah Kuning di
Kalimantan Utara.
Selain rencana pengembangan Ibukota Negara Baru di Kalimantan Timur yang
menjadi potensi demand Pemanfaatan Gas Bumi di Kalimantan, terdapat pula
potensi besar demand Gas Bumi di Kalimantan Barat, yaitu masih banyaknya
industri dan pembangkit listrik yang menggunakan batubara serta BBM jenis Solar
sebagai bahan bakar. Berdasarkan data Rencana Umum Kelistrikan Nasional (RUKN)
tahun 2019-2038 yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 143 Tahun
2019, kapasitas pembangkit listrik jenis PLTD dan PLTU Batubara di Provinsi
Kalimantan Barat adalah sebesar 437 MW. Dengan kapasitas tersebut diperkirakan
membutuhkan pasokan gas bumi sebesar 87,4 MMSCFD apabila Pemerintah
mengeluarkan kebijakan konversi bahan bakar pembangkit dari batubara dan BBM
menjadi Gas Bumi sebagai wujud pelaksanaan Paris Agreement tahun 2015.
Di sektor kelistrikan diperoleh informasi dari Pemerintah Provinsi
Kalimantan Barat bahwa sejak tahun 3 tahun terakhir, PT PLN (Persero)
membeli listrik dari Malaysia sebesar 170 Mega Watt dengan harga sebesar Rp.
1.050/kwh. Untuk menggantikan konsumsi listrik PLN yang dibeli dari Malaysia,
PT PLN (Perseo) berencana akan membangun dua pembangkit listrik di Pontianak
yaitu PLTU dengan daya sebesar 100 MW dan PLTG dengan daya sebesar 100
MW. Hal ini akan berpotensi menambah jumlah kebutuhan gas bumi untuk daerah
Kalimantan Barat.
Selain sektor Kelistrikan, potensi kebutuhan Gas Bumi juga datang dari
sektor Industri. Rencana pengembangan Kawasan Industri Landak dan Ketapang
serta Industri lain di Kalimantan Barat diperkirakan membutuhkan pembangkit
listrik sebesar 592 MW yang apabila menggunakan pembangkit berbasis Gas Bumi
maka akan menjadi potensi demand sebesar 118,4 MMSCFD.
Berdasarkan informasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Mempawah, saat ini
sedang dikembangkan Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak dengan luas ±1.350 Ha
oleh PT Pengembang Pelabuhan Indonesia yang diperkirakan membutuhkan pembangkit
listrik sebesar 8,3 MW atau setara dengan potensi demand gas bumi sebesar 1,7
MMSCFD.
Pemerintah Kabupaten Mempawah sedang mengusulkan pula pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus Sungai Kunyit yang rencananya menempati lahan seluas ±5.000 Ha
kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Dengan menggunakan asumsi sama
dengan KEK Sei Mangke, maka diperkirakan membutuhkan pembangkit sebesar 310 MW
atau sebanding dengan potensi demand gas bumi sebesar 62 MMSCFD.
Di sekitar Pelabuhan Kijing dan KEK Sei Kunyit, PT Indonesia Asahan
Aluminum (Persero) atau Inalum bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam)
melalui anak usaha patungan mereka PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI),
melakukan pencanangan pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery di Desa Bukit
Batu, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Smelter tersebut diperkirakan
membutuhkan pasokan listrik sebesar 75 MW atau sebanding dengan potensi gas
bumi sebesar 15 MMSCFD.
Di sektor Industri sendiri, berdasarkan realisasi volume Solar Non Subsidi
yang telah diverifikasi oleh BPH Migas tahun 2018 sebesar 535.534 KL, menjadi
potensi demand gas melalui pengembangan pasar LNG. Volume tersebut setara
dengan potensi demand gas bumi sebesar 49,8 MMSCFD. Total potensi demand Gas
Bumi Kalimantan Barat yang ada saat ini diperkirakan mencapai 334,3 MMSCFD.
Melihat potensi kebutuhan Gas Bumi di Kalimantan Barat tersebut diperlukan
adanya kepastian pasokan gas bumi serta pengembangan pasar LNG, pengembangan
Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) untuk kemudian disambungkan melalui Pipa
Transmisi setelah WJD berkembang. Pengembangan ini akan mendukung peningkatan
pemanfaatan Gas Bumi di Dalam Negeri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Berdasarkan neraca gas bumi tahun 2018-2027 terdapat potensi pasokan gas
bumi yang bersumber dari sumber Gas Bumi di Wilayah Kalimantan Timur sebesar
400 s.d. 1.600 MMSCFD yang merupakan selisih antara potensi supply dan demand
dalam neraca gas. Selain itu terdapat pula potensi pasokan dari 40 kargo gas
alam cair (LNG) dari Tangguh dan Bontang hingga tahun 2025 yang belum ada
pembelinya (uncommited) atau sebesar 53,317 MMSCFD. Diluar sumber pasokan di
Kalimantan, terdapat pula potensi pasokan dari sumber gas di Wilayah Natuna
yang relatif dekat dengan Kalimantan Barat diantaranya WK Kakap (24 MMSCFD), WK
Blok A (238 MMSCFD) dan WK NS B (202 MMSCFD) yang saat ini telah memasuki tahap
eksploitasi.
Untuk mencapai target peningkatan pemanfaatan Gas Bumi di Kalimantan,
beberapa tantangan yang akan dihadapi diantaranya harga Gas Bumi lebih mahal
dibandingkan harga batubara walaupun Gas Bumi lebih ramah lingkungan daripada
batubara karena memproduksi CO2 lebih kecil. Selain itu kebijakan target bauran
energi yang lebih memihak peningkatan pemanfaatan batubara untuk kepentingan
dalam negeri juga akan menjadi tantangan untuk mewujudkan clean energy melalui
peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Badan Pengatur mengusukan agar
dilakukan evaluasi dan penyusunan kebijakan Pemerintah terkait Domestic Market
Obligation (DMO) Gas Bumi, mengutamakan penggunaan gas bumi untuk industri
berbasis solar dan batubara, perencanaan peningkatan penggunaan gas bumi 5 - 10
tahun ke depan serta transparansi struktur biaya produksi gas bumi di sektor
hulu migas.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Bappenas sedang melakukan
pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024
yang akan menjadi acuan pembangunan nasional selama lima tahun kedepan, dimana
salah satu major project yang diusulkan akan dibangun adalah Ruas Pipa
Tansmisi Gas Bumi Trans Kalimantan. Pembangunan Infrastruktur Energi menjadi
hal yang penting untuk mendukung pencapaian target pembangunan nasional.
Dengan pembangunan infrastruktur energi dalam hal ini infrastruktur gas
bumi di Kalimantan diharapkan kita dapat mengambil manfaat untuk pertumbahan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat di Kalimantan, manfaat yang diperoleh antara lain;
Tercapainya ketahanan dan kedaulatan energi nasional sehingga roda perekonomian
berjalan dan kesejarteraan masyarakat meningkat.
Membantu pemerintah dalam pemenuhan energi dan pemanfaatan gasbumi untuk
industri, pembangkit listrik, rumah tangga dan komersial.
Dengan ketersedian infrastruktur gas bumi di Kalimantan, diharapkan akan
meningkatkan kemampuan distribusi gas bumi ke seluruh wilayah Kalimantan yang
pada akhirnya menumbuhkan kegiatan industri baru meningkatkan taraf ekonomi
masyarakat.
Mewujudkan Kalimantan menjadi Kawasan Green Energy. Saat ini berdasarkan
data yang dimiliki BPH Migas, panjang pipa hilir gas bumi di Kalimantan hanya
sekitar 702,38 km atau 4,94% dari total panjang pipa gas hilir di Indonesia
yaitu sebesar 14.223,79 km.
Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko mengatakan, bahwa pembangunan pipa
gas Tans Kalimantan selain mendukung kebutuhan clean energy untuk ibukota
pemerintahan baru, juga sekaligus mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. “Salah satu indikatornya adalah terwujudnya keadilan
energi dan keadilan wilayah, terutama Kalimantan yang telah memberikan
konstribusi besar pada sektor energi untuk NKRI,” tutupnya. (Rls/danil)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar