BANDUNG - wartaekspres - Dalam rangka
mengulas jati diri, masyarakat dan pergantian Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi
Sunda, para tokoh Sunda dan Budayawan Sunda mengadakan Road to Kongres Sunda
2020, hari Sabtu (28/12/2019) di Hotel Horison, Jl. Pelajar Pejuang 45, No.12,
Bandung.
Pada kegiatan ini
hadir tokoh, politisi dari pergerakan kaum buruh, pergerakan perempuan,
Angkatan Muda Siliwangi, berbagai organisasi kebudayaan.
Adapun kongres ini
menurut Ketua SC Kongres Sunda, Andri Perkasa Kantaprawira telah menempuh perjalanan
dengan meminta ijin kepada sesepuh Paguyuban Pasundan, Diskusi Pakar, Diskusi
Sawala Jawara dan lainnya.
“Saat ini dukungan
pada Kongres Sunda semakin kuat, yang artinya Kongres Sunda Tahun 2020. tinggal
menunggu momentumnya, ketika situasi dan kebutuhan masyarakat menguat. Diharapkan
kongres ini, akan dibuka oleh Presiden Republik Indonesia,” jelasnya.
Andri mengulas, bahwa
kongres ini adalah hasil Diskusi Pakar, menyangkut tiga tema yakni Jati Diri
Sunda. Selama ini memang telah dibahas dalam kajian Bahasa dan Budaya Sunda.
Namun belum mengerucut lebih jelas lagi, sehingga para pakar berupaya
merumuskannya kembali.
Jati Diri Sunda itu
dapat diibaratkan seperti bangsa Jepang maju, dimana mereka memiliki semangat
Bushido. Dan semangat untuk bangsa Sunda maju yakni Catur Watak Satria Sunda, yang
saat ini masih sementara, karena masih dalam Diskursus.
Dikatakan, adapun
Caturwatak Satria Sunda yakni orang Sunda yang maju dan kompetitif bisa
menghadapi tantangan jaman. Memiliki kejujuran, yang berani atau gede wawanen,
jembar manah atau fleksibel. Dalam arti memiliki hati yang luas, juga perceka
yaitu wawasannya luas, profesional manajemen skillnya kuat, kemampuan
komunikasinya baik.
“Nah ini adalah sifat
yang diberikan kepada Ir. Djuanda yang membuat Indonesia luas dua kali lipat.
Dan terproteksi antara darat dan laut melalui wawasan nusantara,” paparnya.
Untuk hal ke dua
yakni mengenai Sunda, masyarakat dan negara, persoalan yang dibahas sejak awal
yaitu persoalan agraria, tata ruang, lingkungan hidup, industri dan ketenagakerjaan.
Karena hal itu merupakan yang paling strategis di Jawa Barat, terutama agraria,
dari masalah kesenjangan kepemilikan tanah, pertanian yang tergusur dan
lain-lain.
Lalu ke tiga yang
paling populer, yakni mengganti nama provinsi antara Pasundan, Tatar Sunda atau
Sunda untuk disosialisasikan kepada masyarakat dan kebetulan Paguyuban Pasundan
sudah melakukan survei kecil-kecilan. “Dan kelihatannya warga Jawa Barat yang
menginginkan pergantian nama itu lebih unggul sedikit. Kita ingin mayoritas
mutlak 60 atau 70%, setuju sehingga akan terus kami perjuangkan,” tandasnya.
Sementara itu, Dewan
Pembina Kongres, Mayor Jendral TNI (Purn) Tatang Zaenudin menyampaikan, bahwa
usulan untuk mengganti nama Provinsi Jawa Barat, menjadi Provinsi Sunda adalah
hal yang realistis dan bukan hal yang negatif. Dimana akan menjadi kebanggan
bagi masyarakat Sunda. Dan diharapkan Presiden akan menyetujui hal ini, sebagai
institusi yang memiliki kewenangan.
“Kami juga berharap, masyarakat
Sunda harus bersatu, harus bangga dengan dirinya, jangan saling gontok.
Bagaimana merekatkan antara satu dengan yang lainnya, untuk membangun
masyarakat Sunda di provinsinya sendiri, dan tidak kalah dengan provinsi yang
lain,” jelasnya.
Adapun akademisi sekaligus
Budayawan Jawa Barat, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA yang menjadi narasumber
dalam kegiatan ini mengatakan, bahwa ia mengusulkan pergantian dengan nama
Tatar Sunda dan berbicara soal Sunda, mencangkup tiga hal yakni wilayah, suku bangsa
dan budaya.
Disampaikan, bahwa Dataran
Sunda merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dataran Asia Tenggara, yang
menjadi cikal bakal dari peradaban di alam dunia yang disampaikan oleh Stephen
Oppenheimer. “Kata Sunda dalam arti wilayah sudah disebutkan sejak tahun 150 M oleh
Ptolemeus yang paling awal menyebutkan bahwa ada wilayah Sunda di Timur India,”
tambahnya.
Adapun mengenai suku
bangsa, lanjut Prof Ganjar, melalui uji tes DNA yang dilaksanakan saat ini, menunjukan
bahwa semua suku merupakan campuran perkawinan segala suku bangsa.
“Mempertimbangkan
banyak hal maka kami ingin mengabadikan nama Sunda secara lebih formal yaitu
nama provinsi. Dan menawarkan nama Provinsi Tatar Sunda, bisa menjadi monumen,
bahwa di jagat ini ada wilayah, Suku dan Budaya yang disebut Sunda,” tandas
Ganjar.
Mengubah nama provinsi
menjadi Sunda, terang Prof Ganjar, bukan berarti kembali ke masa lalu, tetapi
justru melihat Sunda ke depannya.
“Mudah-mudahan hal
ini dapat menjadi bukti nyata, bukti cinta kita terhadap Sunda. Dan apabila ada
pengaruhnya terhadap kehidupan kesundaan, itu adalah bonus,” tutup Ganjar. (Pena Sukma)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar