BREBES – wartaekspres.com - Panen saat yang paling ditunggu oleh petani
dalam mengenyam hasil kerjanya kurun waktu 3 bulan. Namun kenyataan tidak
sesuai dengan yang diimpikan para petani, karena harga gabah di tingkat petani
berada di bawah ketetapan harga pembelian pemerintah (HPP). Tim Sergap Koramil
15/Ketanggungan Kodim 0713/Brebes menyergap gabah petani langsung, Minggu
(31/03/2019).
Tim Sergap dipimpin
Kapten Inf Sugeng Wiratno dan Sertu Dasro, dan seluruh Babinsa selaku pelaksana
lapangan. Mereka bekerja keras mengoptimalkan kerjanya dalam melakukan
penyerapan gabah dari petani.
Sertu Dasro selaku
Babinsa Jemasih, Kecamatan Ketanggungan, melakukan pengecekan gabah di wilayahnya.
Sebelum dibawa ke Bulog digiling dulu di penggilingan padi, setelah menjadi
beras baru dikirim ke Bulog.
Bulog Cimohong, Brebes
bekerja keras dengan TNI untuk melakukan percepatan penyerapan gabah dari
petani di Kabupaten Brebes. Tergabung dalam Tim Sergap Bulog bersama jajaran
Kodim 0713/Brebes, KUPT Pertanian dan PPL, langsung turun ke sawah untuk
melakukan transaksi penyerapan gabah di tingkat produsen.
Menurut Kapten Sugeng, bahwa
langkah turun langsung ke sawah itu dilakukan Babinsa supaya harga pasar gabah
di tingkat petani tidak anjlog, sehingga petani dapat merasakan hasil kerjanya
yang sangat diharapkan.
“Hal ini dilakukan
bertujuan untuk percepatan serapan oleh Bulog Brebes juga stok gabah dan beras
secara nasional,” ujar Danramil.
Lebih lanjut Danramil
memerintahkan kepada Babinsanya, agar tidak ada pihak ketiga (tengkulak) yang
masuk ke petani, yang hasil panennya sudah dibeli oleh Babinsa yang akan
diteruskan ke Bulog.
Menurut dia, dengan
kerjasama yang saling bahu-membahu dalam rangka percepatan penyerapan beras dan
gabah petani, diharapkannya swasembada pangan nasional yang menjadi program
pemerintah Republik Indonesia segera terwujud.
Memang sudah menjadi
kebiasaan dan bukan rahasia lagi. Sejak lama petani di Indonesia tak pernah
menikmati 100% hasil dari kerja keras mereka dalam waktu tiga bulan bercocok
tanam padi. Posisi tawaran yang rendah membuat petani tak bisa berbuat apa-apa
saat harga anjlok.
“Berapapun total hasil
panen dari petani, mereka bayar sesuai yang disepakati. Menyesal memang karena
harganya jatuh sekali. Apalagi kalau kita bukan masuk jaringannya, harga bisa
ditekan serendah mungkin,” sesalnya.
“Masalah pengeringan atau
penjemuran biasanya akan dilakukan tengkulak. Memang tidak perlu capek-capek
untuk mengeringkan, tetapi hasil yang kita terima jadi kecil sekali bahkan
cenderung merugi,” tutur Danramil.
Menurutnya, selama ini
petani sudah terbiasa menjual ke tengkulak, meski dengan terpaksa menderita
kerugian. Ini dilakukan lantaran petani kerap mendapat penolakan dari Bulog
saat akan menjual gabahnya.
“Petani banyak menyetor
hasil panennya, tapi ditolak karena berasnya banyak patah, menirnya banyak atau
dibilang kuota sudah terpenuhi,” ceritanya.
Menurut Danramil,
sekarang Bulog tidak seperti rumor yang beredar, sulit untuk menjual hasil
panen ke Bulog. “Hanya, sehubungan Bulog belum punya mesin pengering,
diharapkan menjual ke Bulog sudah dalam bentuk beras,” paparnya. (Utsm-0713)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar