TENGGARONG - wartaekspres - Kerajaan Kutai
Mulawarman adalah pewaris Budaya dan Adat Kerajaan Kutai berpusat di Martapura
di seberang Muara Kaman dibesarkan melalui Lembaga Adat Besar Kecamatan Muara
Kaman, sejarah membuktikan bahwa di Kerajaan Kutai Mulawarman memiliki
tingkatan gelar bangsawan antaranya : 1. Srinala/Srinila adalah bangsawan keturunan
Maharaja Kutai Mulawarman yang memiliki garis silsilah keturunan Maharaja
terdahulu. 2. Prana adalah gelar bangsawan keturunan Maharaja yang diberi
jawatan atau jabatan dan merupakan keturunan yang dekat dengan Maharaja.
3. Wangsa adalah
gelar bangsawan yang memiliki terah darah Maharaja dan memiliki jabatan di
dalam kerajaan. 4. Marta adalah gelar bangsawan yang ditugaskan keluar kerajaan
dan merupakan kerabat dan orang kepercayaan Maharaja. 5. Yuda adalah gelar bangsawan
dalam kepahlawanan sama halnya gelar Singa dan Wira, mereka yang berjuang dalam
membela kadangkala gelar Jaya dianugerahkan sebagai symbol kejayaan. 6. Mengenai
gelar Pangeran, Adipati, Tumenggung, Demang dan Dato’ serta sebagainya lainnya
adalah gelar kehormatan yang syah menurut Kalpa dan boleh diberikan dimanapun
sesuai dengan haknya Maharaja.
Mengenai gelar yang
diberikan baik di dalam kerajaan maupun di luar kerajaan tidak mengikat harus
di istana kala Maharaja berkunjung dan melakukan silaturahmi dalam hal ini
Maharaja memiliki ketetapan hukum yang diatur undang-undang kerajaanya bukan
diatur oleh kerajaan lain, dan masyarakat lainnya maka sepanjang hal gelar diberikan
oleh Maharaja sudah diatur oleh Kalpanya, karena gelar merupakan Sabda Panditha
Maharaja tidak ada hak lain yang mencampuri urusan Sabda Maharaja yang memiliki
hak kekenyawannya.
Kepala Adat Besar
Muara Kaman YM Arsil, S.Pd, memberikan tanggapanya di atas karena marak medsos
menyoroti keberadaan Kerajaan Kutai Mulawarman di Muara Kaman, hal ini perlu diluruskan
bahwa Kerajaan Kutai Mulawarman bukan kerajaan yang menguasai dunia dan negara serta
kerajaan lainnya, karena kami berpedoman:
Bahwa, 1. Dari nenek
moyang kita ngugu lesong batu, lembu ngeram, aer berani, adat sacral/ritual,
adat istiadat, budaya mk dan lain-lain sampai sekarang. 2. Kita pewaris tanah
dimana terletaknya situs/7 prasasti. 3. Sejarah secara nasional. 4. Hasil
beberapa kali penelitian. 5. Cerita rakyat. 6. Tinggalan sejarah, prasasti dan
lainnya. 7. Memiliki silsilah. 8. Memiliki legalitas organisasi. 9. Tidak ada
unsur penipuan, tidak makar, tidak merugikan orang lain dan lainnya. 10. Gelar
Muara Kaman punya gelar sendiri, tidak memakai gelar orang lain atau krajaan
lain, sesuai undang-undang dan Kalpa Kerajaannya.
Yang menjadi Maharaja
adalah orang terpilih dan mampu mengemban tugas dan mengenai isu orang Bugis
Menjadi Maharaja itu keliru, karena Maharaja sekarang dari kelahiran moyannya
beberapa generasi adalah orang yang tinggal di Muara Kaman dibuktikan dengan makam
datok moyannya di Muara Kaman masih ada, jika mau tes DNA dengan datok
moyangnya silahkan. Kami akan menunjukkan makam yang ratusan tahun ada di Muara
Kaman merupakan makam Dato Moyang Prof. DR. M.S.P.A. Iansyahrechza. FW. Ph.D,
karena itu Lembaga Adat Besar Muara Kaman menyokong Kerajaan Kutai Mulawarman
dikembangkan untuk menjadi Pusat Budaya dan Adat, mengingat adat dan budaya
Muara Kaman bukan budaya dari Kesultanan Kutai Kartanegara.
Mengenai kekalahan perang
sejarah kelam, masa lalu adalah merupakan untaian sejarah masa silam yang
menandakan bahwa Kerajaan Kutai Mulawarman memiliki perbedaan budaya dan adat,
maka di era kemerdekanan Indonesia semua kerajaan dan kesultanan berhak dihidupkan
sebagai Pusat Kebudayaan dan Adat Istiadat pada tahun 1960 kesultanan sudah dihapuskan.
Karena itu, tahun 2001 Bupati Syaukani menghidupkan Kesultanan Kutai
Kartanegara dan Kerajaan Kutai Mulawarman melalui wacana kebudayaan bukan untuk
memerintah atau menguasai daerah kembali.
Jadi di jaman kemerdekaan
ini siapapun berhak mengembalikan sejarah, dan adat budaya, tidak saling
menjatuhkan dan mengalahkan serta memperebutkan wilayah, karena wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia di bawah naungan UUD 1945 dan Pancasila.
Himbauan kami, agar
masyarakat lebih memahami kondisi satu daerah, agar bisa membangun daerah
dengan program pemerintah RI. Maka daripada itu, Lembaga, Perkumpulan Kerajaan
dan Kesultanan harus memiliki legal Pemerintah RI baik pusat maupun daerah
sepanjang diakui secara hukum NKRI. (Red)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar