BANDUNG - wartaekspres - Terkait tanah longsor
yang terjadi di Kabupaten Bandung tepatnya di Kampung Sungapan, Desa Sadu,
Kecamatan Soreang, adalah karena aktifitas galian C dengan jebolnya kolam
pengendali lumpur di salah satu lokasi galian C.
Hal ini menyebabkan
meluapnya material longsoran dan menutupi jalan raya. Terlepas dari derasnya
hujan yang mengguyur, juga karena alih fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan
ekosistem dan juga berkurangnya daya resapan air di wilayah sekitar karena
aktifitas galian tersebut, Jumat (20/12/2019).
Aktifitas penambangan
galian C menyebabkan efek samping terjadinya dampak negatif terhadap sektor
sosial, ekonomi, dan dampak ekologinya. Secara umum dalam analisa lingkungan,
dampak dari suatu kegiatan diartikan sebagai perubahan yang tidak direncanakan
yang diakibatkan oleh aktivitas kegiatan.
Untuk dapat melihat
bahwa suatu dampak atau perubahan telah terjadi, kita harus mempunyai bahan
pembanding sebagai acuan. Misalnya, dampak negatif yang ditimbulkan karena
penambangan bahan galian C terhadap masyarakat sekitar ialah semakin menurunnya
debit air sumur dan banyaknya terjadi abrasi sungai, sehingga banyak
tanah/rumah masyarakat di pinggir sungai yang sudah terkikis.
Pertambangan dan
lingkungan hidup, ibarat dua sisi dari satu keping mata uang yang saling
mengkait. Munculnya aspek lingkungan merupakan salah satu faktor kunci yang
ikut diperhitungkan dalam menentukan keberhasilan kegiatan usaha pertambangan.
Kegiatan
pertambangan, mulai dari eksplorasi sampai eksploitasi dan pemanfaatnnya mempunyai
dampak terhadap lingkungan yang bersifat menguntungkan/positif yang ditimbulkan
antara lain tersedianya aneka ragam kebutuhan manusia yang berasal dari sumber
daya mineral, meningkatnya pendapatan negara. Adapun dampak negatif yang
ditimbulkan adalah terjadinya perubahan rona lingkungan (geobiofisik dan
kimia), pencemaran badan perairan, tanah dan udara, serta abrasi yang tidak
tertanggulangi.
Agar pemanfaatan
sumber daya mineral memenuhi kaidah optimalisasi antara kepentingan
pertambangan dan terjaganya kelestarian lingkungan hidup, maka dalam setiap
kegiatan sektor pertambangan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan
pengawasan diperlukan berbagai telaah yang mendalam tentang lingkungan.
Penambangan bahan
galian C mencakup pengerukan, penggalian atau penambangan material dan tidak
termasuk material strategis. Bahan galian C termasuk pasir, kerikil, tanah
liat, tanah, batu kapur dan batu yang digunakan sebagai bahan mentah untuk
kebutuhan industri dan konstruksi. Endapan tanah liat, pasir dan kerikil banyak
ditemukan di dataran-dataran rendah dan sungai batu keras (basal, andesit,
dasit) untuk agregat banyak ditemukan di wilayah-wilayah berbukit dan
pegunungan.
Pemanfaatan bahan
galian C sebagai bahan material dasar sangat penting untuk mendukung
pembangunan fisik di wilayah kabupaten/kota. Tingkat kecepatan eksploitasi dan
penggunaan material ini dapat/telah mengakibatkan beberapa permasalahan
kerusakan lingkungan hidup, di mana belum adanya ketaatan akan praktek-praktek
pengelolaan yang bijak dan kurangnya tindakan rehabilitasi pascapenambangan.
Kerusakan lingkungan
karena penambangan dan pengerukan bahan galian C sebagian besar diakibatkan
dari kurangnya mempertimbangkan masalah-masalah lingkungan dalam perencanaan,
pengoperasian dan perlakuan perbaikan pascapenambangan. Kerusakan lingkungan
dapat diakibatkan oleh operasi kecil, besar dan mekanisasi penambangan atau
oleh dampak kumulatif dari operasi kecil yang dilakukan secara terus menurus.
Kerusakan lingkungan
akibat penambangan galian C di beberapa kabupaten/kota, saat ini sudah relatif
sangat memprihatinkan, ditambah lagi dengan masih adanya beberapa penambangan
galian C yang menyalahi prosedur, karena dilakukan tanpa adanya perencanaan, serta
tidak adanya izin dari Pemerintah Daerah setempat. Akibatnya, kegiatan tersebut
relatif dapat merusak bentang alam dan menyisakan tebing curam, yang selain
mengganggu estetika sungai juga membahayakan lingkungan dan warga masyarakat
setempat.
Penambangan bahan
galian C, yakni semua bahan yang termasuk sirtukil, selama ini dianggap
bukanlah usaha tambang bergengsi seperti halnya tambang minyak, gas bumi,
batubara, emas atau tembaga (galian golongan A dan B). Dimana Tambang galian A
dan B ditetapkan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sedangkan
penambangan bahan galian C di daerah.
Penambangan galian C
memang kerap dianggap tambang kecil dan kurang dipandang. Padahal tambang ini
hampir terdapat di setiap daerah di seluruh Indonesia, dan sebagian besar
daerah yang terdapat tambang galian C ini relatif mengalami kerusakan
lingkungan ekologis yang cukup signifikan.
Ketua Hijau Lestari
Indonesia (HLI) Jawa Barat, Rudy Aryanto besikap menuntut ditutupnya lahan
galian C dengan tidak memberikan ijin operasional. Mengembalikan fungsi lahan
galian C ke lahan hijau dengan konservasi dan penghijauan. Mengajak seluruh
lapisan masyarakat sekitar untuk sadar lingkungan dengan bersama2 menjaga
kelestarian dan pentingnya keseimbangan alam. Memperketat perijinan galian C di
lahan hijau yang merupakan sumber resapan air.
Salah satu program
HLI Jawa Barat di kabupaten Bandung adalah melakukan konservasi alam di wilayah
Gambung tepatnya di desa Mekarsari dengan melakukan penanaman kembali pada
lahan2 yang telah rusak, dan membuat bio pori sebagai air resapan. Untuk agenda
selanjutnya akan menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Bandung. (Pena Sukma)



BalasHapusayo menangkan uang setiap harinya di agen365*com
WA : +85587781483