Memperoleh bekal pengetahuan yang
cukup, Kijne membutuhkan waktu 5 bulan untuk sampai di Mansinam. Berangkat
dari Roterdam, singgah di Guinea, dilanjutkan ke Batavia, kemudian di
lanjutkan ke Ternate, dan akhirnya tiba di Mansinam pada tanggal 23 Juni
1923.
Memilih Mansinam dan Miei untuk
dijadikan sampel observasi selama dua tahun (1923-1925), I.Z. Kijne
memutuskan untuk menutup sekolah di Mansinam, dan memindahkan sekolah ke
Miei, tahun 1925, sekolah khusus anak-anak Papua.
Penutupan sekolah sangat
beralasan, anak-anak Papua tidak bisa berkembang ketika berkumpul
bersama-sama anak-anak non Papua, karena perasaan minder, perbedaan budaya
dan perkembangan peradaban yang signifikan.
Kesimpulan Kijne ini dilihat dari
siswa-siswa Papua yang dikirim melanjutkan sekolah ke Depok, Sangihe dan
Maluku. Rata-rata mereka tidak bertahan, demikian juga yang bersekolah di
Mansinam, mereka lebih memilih menyendiri, tidak bergabung bersama-sama
murid-murid dari Sangihe dan Maluku yang rata-rata merupakan anak-anak NNGPM
dan pekerja Belanda.
"Siswa-siswa Papua lebih suka
bermain bola dan bernyanyi ketimbang belajar formal, di atas perahu pun
mereka bernyanyi " tulis I.Z. Kijne dalam sebuah buku.
Melaksanakan perintah Tuhan Yesus,
I.Z. Kijne memiliki rencana jangka panjang untuk menjadikan bangsa Papua,
murid-murid Yesus. Memulai pendidikan karakter Papua di Miei, anak dari
seorang tukang kayu bernama Hugorinus Kijne dan ibu seorang guru bernama
Maria Fige'e, meletakan batu penjuru peradaban Papua, 25 Oktober 1925.
Setelah bergumul dan berdoa, Kijine kemudian meletakkan dasar peradaban bangsa Papua di atas batu tersebut. Kijine berkata; "Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi akal budi dan marifat untuk memimpin bangsa ini, tetapi bangsa ini akan bangkit dan memimpin bangsanya sendiri.
Sejak saat itu, Kijne mengajarkan dan mendidik anak-anak Papua dalam berbagai ilmu pengetahuan, termasuk berkesenian, melukis, bernyanyi dan bermain musik, tak hanya di sekolah tetapi juga di rumah berlatih koor.
“Kijne tidak hanya mengajarkan musik sederhana, tetapi dia mengajarkan kami musik berkualitas dunia, seperti Bath dan Van Hooven" kenang Domine Jan Mamoribo dalam bukunya.
Sambil mengajar, Kijne memperhatikan dengan seksama, setiap anak didiknya, yang kelak akan melanjutkan tanggung jawab pekerjaannya nanti, Waktu itu, Kijne masih sendiri, belum dipersuntingnya mama Jopi (Johanna Regina Uitenbogard) seorang gadis Belanda yang dikenalnya dalam sebuah Konvensi Zending di Lunteren Belanda tahun 1923, ketika itu, Kijne melaksanakan cuti sejak berada di Miei tahun 1925.
Sejak menginjakkan kaki di Mansinam tahun 1923 hingga memboyong istinya Johanna Regina, I.Z. Kijne telah membangun 1100 sekolah rakyat yang kemudian menjadi cikal bakal sekolah-sekolah YPK Di Tanah Papua.
|
I.Z.Kijne dan Mama Jopi |
Memboyong Johanna Regina ke Miei September 1932, Kijne dan mama Jopi belum dikarunia anak, keduanya kemudian memilih dua anak dari sekian muridnya, untuk menjadi anak di dalam rumah. Kedua anak itu adalah Tom Wospakrik dan F.J.S. Rumainum.
Tom Wospakrik dan F.J.S Rumainum merupakan anak emas Kijne dan Jopi, secara khusus Tom, dijadikan tokoh utama dalam cerita Kota Emas, sebuah buku cerita yang menjadi bacaan wajib siswa-siswi dalam kurikulum ketika itu.
Tom Wospakrik tinggal bersama I.Z. Kijne dan Mama Jopi, pada tahun 1937, ketika itu berusia 13 tahun. Tom telah dianggap sebagai anak oleh Kijne dan Jopi, sehingga Tom tidak memanggil keduanya, Tuan dan Nyonya, tetapi bapa dan mama.
Tampilnya Tom sebagai tokoh utama dalam cerita Kota Emas bersama Regi, adanya asimilasi dan komunikasi lokal dan internasional, Regi adalah nama yang diadopsi dari nama istri Kijne, Regina. Hal ini telah menampakkan sebuah rencana jangka panjang Kijne untuk menjadikan Tom Wospakrik sebagai tokoh pendidikan kelak.
|
Tom Wospakrik dan Piet Kasuari
|
Ketika perang dunia tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia, bapa Kijne dan mama Jopi ditangkap di Malang dan ditawan di Balige, Sumatera Utara. Kijne dan Regina ditawan di Belige hingga tahun 1945. Tahun 1946, Kijne dipanggil Ratu Belanda, Juliana, dan diperintahkan kembali membangun infrastruktur sekolah dan gereja yang telah rusak.
Kijne tak kembali lagi ke Miei, dia membuka Sekolah di Joka, Sentani, tahun 1946, kemudian dilanjutkan ke Serui, merintis pendirian Sekolah Tinggi Theologia, tahun 1955-1958. Tom Wospakrik dipanggil oleh Kijne, untuk mengajar di Joka dan Serui.
Tom Wospakrik yang aktif berolah raga, kemudian mendirikan sebuah klub sepakbola bernama Suka dan Senang. Sebagai pemain bertahan, Tom Wospakrik dikenal sangat, keras, kenang Julius Omkarsba, salah satu murid Tom dan Kijne di sekolah guru jemaat RAZ Serui. Namun oleh Hans Jcobus Wospakrik, ayahnya bermain kasar, katanya pada suatu saat di rumah Jl. Melania, Bandung, sambil tertawa.
Mendirikan pusat pendidikan khusus theolgia dan pendidikan, Kijne kemudian merusmuskan tata gereja GKI dan mempersiapkan berdirinya GKI Di Tanah Papua, dari Serui, termasuk mempersiapkan Yayasan Persekolahan Kristen sebagai Gereja dan Pendidikan Papua yang mandiri, lepas dari peran zending.
|
Sekolah guru jemaat dan pendeta, RAZ di Serui
|
Seiring waktu berjalan, GKI Di Tanah Papua melaksanakan sidang pertama kali dan berdiri sebagai gereja mandiri, pada tanggal 26 Oktober 1956, Pdt. F.J.S. Rumainum, terpilih sebagai Ketua Sinode GKI Di Tanah Papua.
Pada tanggal 8 Maret 1962, tanggung jawab pengelolaan pendidikan di Tanah Papua diserahkan penuh pengelolaannya kepada GKI DI Tanah Papua, dengan perubahan nama dari Stchting Voor Christelyk Onderwys menjadi Yayasan Persekolahan Kristen (YPK) Di Tanah Papua, yang dipimpin Tom Wospakrik, hanya untuk mengelola pendidikan SD-SMU.
Berdirinya Yayasan Persekolahan Kristen kemudian berubah menjadi Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) yang berkantor pusat di Argapura, secara otomatis menjadi tanggung jawab GKI Di Tanah Papua, terlepas dari peran Zending dan gereja-gereja pendiri yayasan seperti ZNHK, DZV dan GPM, dan bantuan pemerintah Belanda dalam program Lager Onderwys Soebsidie Ordonatie (LOSO) untuk pendidikan dasar dan MiddelbaarOnderwys Soebsidie Ordonatie ( MOSO ) untuk pendidikan menengah.
|
Kantor Pusat YPK Di Jayapura |
Tahun 1958, Kijne kembali ke Belanda, September 1958. tanggung Jawab pekerjaan pekabaran injil dan pendidikan di Tanah Papua, diserahkan penuh oleh I.S.Kijne dan Mama Jopie kepada kedua anaknya, F.J.S. Rumainum dan Tom Wospakrik, sebagai Ketua Sinode GKI dan Ketua YPK Di Tanah Papua.
Ketika pulang, Domine Izaak Samuel Kijne berpesan kepada Tom Wospakrik tentang berkat dari pekerjaan besar di Tanah Papua yang terdapat di dalam Matius 28 : 19-20. ayat dari Injil Matius ini kemudian dijadikan Visi Pendidikan GKI dan YPK Di Tanah Papua.
Dari kronlogis cerita diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan dan benang merahnya, bahwa membangun pendidikan dan perdaban Papua, Kijne telah membangun dan meletakkannya dalam sebuah basis keluarga kristen yang utuh dan harmonis.
Tom Wospakrik memiliki kesan tersendiri yang mendalam tentang I.Z. Kijne, baginya, Kijne adalah seorang yang memiliki talenta luar biasa, selain menjadi guru, dia juga adalah seorang pendeta dan seniman yang pandai pelukis, pencipta lagu dan pintar bermain alat musik.
Berkat dari I.Z. Kijne kepada Tom Wospakrik, kemudian turun kepada anak-anaknya, salah satunya adalah Hans Jacobus Wospakrik, Dosen Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah menyibak tabir semesta melalui bukunya dari Atomos hingga Quark.
Kepada Salomo Simanungkalit dari Kompas, suami dari Regina Sorontouw ini mengaku, kalau dia dapat mencapai tahap melihat keindahan dalam fisika dan matematika adalah karena Hans berpendapat, bahwa keindahan yang kita temukan dengan berkeringat itu, mungkin sisa-sisa dari Taman Firdaus sebelum kita diusir Tuhan. Selamat memperingati HUT YPK Di Tanah Papua ke 58, 08 Maret 2020 (Joris Stef Omkarsba, dari berbagai sumber.)
|
Hans Jacobus Wospakrik |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar