Oleh : Joris Stef Omkarsba
TEMINABUAN - wartaekspres - Pertama kali menginjakkan kaki di Teminabuan tahun
2001, saya terkagum-kagum dengan eksotisme kota ini, alamnya sangat asri, air
yang jernih mengalir deras dimana-mana, sungainya berliuk-liuk menambah indah
tatanan kotanya yang berbukit rapih.
Nama Teminabuan sudah
tersohor sejak jaman Belanda, sebagai pusat pemerintahan dan pendidikan,
terbukti dengan adanya banyak bangunan tua peninggalan Belanda yang masih dapat
ditemui di sana dan menjadi trade mark ibukota negeri seribu sungai ini.
Teminabuan bersama
beberapa kota lain di selatan Papua telah dipersiapkan oleh pemerintah Belanda
untuk menjadi ibukota persiapan pemekaran pemerintah, seperti Babo, Kaimana,
Sarmi, yang kemudian dimekarkan pada tahun 2003 bersama 13 kabupaten lainnya di
Tanah Papua.
Sebagai pusat pendidikan
dan peradaban, hampir semua pejabat asal Maybrat, Tehit dan Imeko di Tanah
Papua, bahkan guru-guru dan dosen pernah bersekolah di Teminabuan, Teminabuan
menjadi kota peradaban di bagian selatan paruh burung tanah Papua.
Penduduk di Teminabuan
sangat ramah, murah senyum selalu bertegur sapa, menggambarkan suasana penuh
kekeluargaan, menambah keakraban dan membuat tamu yang berkunjung ke sana
semakin betah.
Jika berjalan di pagi
hari, setiap orang yang berpapasan selalu bertegur sapa, selamat pagi,
begitupun di waktu siang, sore ataupun malam, alam yang indah dan asri
berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter dan kepribadian yang ramah dan
sopan.
Cerita tentang air terjun dan sungai
di Teminabuan, mula-mula saya hanya tahu air terjun Kohoin yang sangat terkenal
dan melegenda, Kohoin saya tahu melalui baca buku dan cerita dari teman-teman
asal suku Tehit.
Namun ketika
menginjakkan kaki di Teminabuan tahun 2001, betapa terkejutnya saya menyaksikan
betapa eloknya negeri ini, sungainya dimana-mana, tak hanya Air Terjun Kohoin,
ada juga Kali Sembra, panta kapal dan lainnya yang tak saya hafal satu-per
satu, kini muncul nama Air Terjun Sasnek dan masih banyak lagi.
Alam Teminabuan dan Sorong Selatan
yang dikelilingi hutan manggrove menyimpan kekayaan alam laut yang sangat kaya,
yang dapat memanjakan pecinta kuliner untuk mencicipi berbagai jenis ikan,
udang dan kepiting dengan harga sangat murah.
Sebelum pemekaran Kabupaten
Sorong Selatan tahun 2003, untuk mencapai Kota Teminabuan, kita harus
menggunakan kapal penyebarangan Enggan maupun Kurisi. Sesampainya di sana,
menuruni tangga kapal dan berjalan menyusuri dermaga menuju daratan, ada sebuah
tugu bersejarah di sana Tugu Trikora.
Konon kabarnya, Tugu
Trikora di Teminabuan ini mengisahkan Herlina “Si Pending Emas“, yang memimpin
operasi Trikora dalam merebut Irian Barat dan melakukan penerjunan dengan titik
pendaratan Teminabuan dan Wersar.
Jalan-jalan di Kota
Teminabuan nampak apik, bersih dan elok, dan memanjakan pengendara maupun
pejalan kaki untuk menikmati indahnya ibukota Sorong Selatan ini.
Namun kini, di tahun
2019, Teminabuan yang elok dan permai, kini hanya tinggal kenangan, bagaikan
kota kumuh kosong yang ditinggal pergi penduduknya. Jalan-jalan berlubang
dijumpai sejak masuk perbatasan Salkhma hingga Srer, rerumputan yang tinggi
menjadi benteng kota bahkan di kantor Bupati sekalipun.
Dijuluki Negeri Seribu Sungai,
namun penduduknya kesulitan mengkonsumsi air PDAM, pipa-pipa besar sepanjang
alur sungai yang katanya untuk pembangkit listrik tenaga air hanya menjadi besi
tua yang menambah pemandangan buruk keasrian daerah aliran sungai. Saluran air
minum menjadi tersendat, aliran listrik pun padam bergiliran berbulan-bulan.
Teminabuan, kota tua
pusat peradaban dalam bidang pendidikan dan pemerintahan yang tersohor di masa
lalu, kini hanya tinggal kenangan. Teminabuan yang elok dan permai di masa lalu,
seakan dilupakan dalam pembangunan pemerintahan masa kini.
Melihat Teminabuan,
angan saya melayang jauh ke Negeri Belanda, negara yang banyak dialiri sungai,
bagaimana pemerintahan di sana menata aliran sungai dengan taman-taman yang
indah, sehingga nampak asri dan eksotis dan menjadi objek wisata yang sangat
menarik wisatawan berkunjung ke sana.
Sorong Selatan, secara
khusus Ibukota Teminabuan membutuhkan sosok seorang pemimpin yang memiliki sense of belonging (rasa memiliki) dan Sense of Responsibility (rasa tanggung
jawab), untuk mengembalikan kejayaan peradaban kota ini. Peradaban Teminabuan
adalah kebanggaan masyarakat Sorong Selatan.
Rasa memiliki Kota
Teminabuan bukan hanya sebuah ungkapan semata, namun membutuhkan experience, sebuah pengalaman masa kecil
yang tumbuh dan besar bersama kota ini dari seorang pemimpin sehingga ada
tanggung jawab membangun dan mengembalikan kejayaan Teminabuan, sekaligus
menjadi kebanggaan Sorong Selatan.
Seorang pemimpin yang
dibutuhkan juga harus memiliki jam terbang yang tinggi berskala international
agar dapat mentranfer pengetahuan yang dimilikinya dari negara-negara maju di
dunia yang pernah dikunjunginya.
Semoga Allah yang
empunya kita, mengutus seorang pemimpin dari anak negeri Sorong Selatan yang
mempunyai rasa memiliki dan tanggung untuk membangun kembali kejayaan kota
Teminabuan dan Sorong Selatan. (Penulis
adalah Korwil Warta Ekspres Papua Barat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar