Jumat, 01 November 2019

Teminabuan Kota Tua Pusat Peradaban Yang Dilupakan


Oleh : Joris Stef Omkarsba
TEMINABUAN - wartaekspres - Pertama kali menginjakkan kaki di Teminabuan tahun 2001, saya terkagum-kagum dengan eksotisme kota ini, alamnya sangat asri, air yang jernih mengalir deras dimana-mana, sungainya berliuk-liuk menambah indah tatanan kotanya yang berbukit rapih.
Nama Teminabuan sudah tersohor sejak jaman Belanda, sebagai pusat pemerintahan dan pendidikan, terbukti dengan adanya banyak bangunan tua peninggalan Belanda yang masih dapat ditemui di sana dan menjadi trade mark ibukota negeri seribu sungai ini.
Teminabuan bersama beberapa kota lain di selatan Papua telah dipersiapkan oleh pemerintah Belanda untuk menjadi ibukota persiapan pemekaran pemerintah, seperti Babo, Kaimana, Sarmi, yang kemudian dimekarkan pada tahun 2003 bersama 13 kabupaten lainnya di Tanah Papua.
Sebagai pusat pendidikan dan peradaban, hampir semua pejabat asal Maybrat, Tehit dan Imeko di Tanah Papua, bahkan guru-guru dan dosen pernah bersekolah di Teminabuan, Teminabuan menjadi kota peradaban di bagian selatan paruh burung tanah Papua.
Penduduk di Teminabuan sangat ramah, murah senyum selalu bertegur sapa, menggambarkan suasana penuh kekeluargaan, menambah keakraban dan membuat tamu yang berkunjung ke sana semakin betah.
Jika berjalan di pagi hari, setiap orang yang berpapasan selalu bertegur sapa, selamat pagi, begitupun di waktu siang, sore ataupun malam, alam yang indah dan asri berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter dan kepribadian yang ramah dan sopan.
Cerita tentang air terjun dan sungai di Teminabuan, mula-mula saya hanya tahu air terjun Kohoin yang sangat terkenal dan melegenda, Kohoin saya tahu melalui baca buku dan cerita dari teman-teman asal suku Tehit.
Namun ketika menginjakkan kaki di Teminabuan tahun 2001, betapa terkejutnya saya menyaksikan betapa eloknya negeri ini, sungainya dimana-mana, tak hanya Air Terjun Kohoin, ada juga Kali Sembra, panta kapal dan lainnya yang tak saya hafal satu-per satu, kini muncul nama Air Terjun Sasnek dan masih banyak lagi.
Alam Teminabuan dan Sorong Selatan yang dikelilingi hutan manggrove menyimpan kekayaan alam laut yang sangat kaya, yang dapat memanjakan pecinta kuliner untuk mencicipi berbagai jenis ikan, udang dan kepiting dengan harga sangat murah.
Sebelum pemekaran Kabupaten Sorong Selatan tahun 2003, untuk mencapai Kota Teminabuan, kita harus menggunakan kapal penyebarangan Enggan maupun Kurisi. Sesampainya di sana, menuruni tangga kapal dan berjalan menyusuri dermaga menuju daratan, ada sebuah tugu bersejarah di sana Tugu Trikora.
Konon kabarnya, Tugu Trikora di Teminabuan ini mengisahkan Herlina “Si Pending Emas“, yang memimpin operasi Trikora dalam merebut Irian Barat dan melakukan penerjunan dengan titik pendaratan Teminabuan dan Wersar.
Jalan-jalan di Kota Teminabuan nampak apik, bersih dan elok, dan memanjakan pengendara maupun pejalan kaki untuk menikmati indahnya ibukota Sorong Selatan ini.
Namun kini, di tahun 2019, Teminabuan yang elok dan permai, kini hanya tinggal kenangan, bagaikan kota kumuh kosong yang ditinggal pergi penduduknya. Jalan-jalan berlubang dijumpai sejak masuk perbatasan Salkhma hingga Srer, rerumputan yang tinggi menjadi benteng kota bahkan di kantor Bupati sekalipun.
Dijuluki Negeri Seribu Sungai, namun penduduknya kesulitan mengkonsumsi air PDAM, pipa-pipa besar sepanjang alur sungai yang katanya untuk pembangkit listrik tenaga air hanya menjadi besi tua yang menambah pemandangan buruk keasrian daerah aliran sungai. Saluran air minum menjadi tersendat, aliran listrik pun padam bergiliran berbulan-bulan.
Teminabuan, kota tua pusat peradaban dalam bidang pendidikan dan pemerintahan yang tersohor di masa lalu, kini hanya tinggal kenangan. Teminabuan yang elok dan permai di masa lalu, seakan dilupakan dalam pembangunan pemerintahan masa kini.
Melihat Teminabuan, angan saya melayang jauh ke Negeri Belanda, negara yang banyak dialiri sungai, bagaimana pemerintahan di sana menata aliran sungai dengan taman-taman yang indah, sehingga nampak asri dan eksotis dan menjadi objek wisata yang sangat menarik wisatawan berkunjung ke sana.
Sorong Selatan, secara khusus Ibukota Teminabuan membutuhkan sosok seorang pemimpin yang memiliki sense of belonging (rasa memiliki) dan Sense of Responsibility (rasa tanggung jawab), untuk mengembalikan kejayaan peradaban kota ini. Peradaban Teminabuan adalah kebanggaan masyarakat Sorong Selatan.
Rasa memiliki Kota Teminabuan bukan hanya sebuah ungkapan semata, namun membutuhkan experience, sebuah pengalaman masa kecil yang tumbuh dan besar bersama kota ini dari seorang pemimpin sehingga ada tanggung jawab membangun dan mengembalikan kejayaan Teminabuan, sekaligus menjadi kebanggaan Sorong Selatan.
Seorang pemimpin yang dibutuhkan juga harus memiliki jam terbang yang tinggi berskala international agar dapat mentranfer pengetahuan yang dimilikinya dari negara-negara maju di dunia yang pernah dikunjunginya.
Semoga Allah yang empunya kita, mengutus seorang pemimpin dari anak negeri Sorong Selatan yang mempunyai rasa memiliki dan tanggung untuk membangun kembali kejayaan kota Teminabuan dan Sorong Selatan. (Penulis adalah Korwil Warta Ekspres Papua Barat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oknum Perangkat Desa Ditangkap Satreskrim Polres Purworejo

PURWOREJO - wartaexpress.com - Man (35) warga Desa Lubang Sampang yang juga merupakan Perangkat Desa diamankan Satreskrim Polres Purworejo....