JAKARTA - wartaekspres - Nasib malang menimpa dua
Pekerja Migran Indonesia (PMI), atas nama Titin Wartini Wadi asal Kab. Karawang
yang direkkrut sponsor Hj. Suhena kemudian diproses medical paspor di Imigrasi
Tasikmalaya. Dan Tati Nurhayati berasal dari Kp. Ciwangun Rt. 003, Rw 002, Desa
Sukahaji, Kec. Cipeundeu, Kab. Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat yang direkrut
sponsor PT. Anugrah Sumber Rejeki diproses medical dan paspor di Imigrasi Sukabumi
kemudian dipekerjakan sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di negara
Saudi Arabia.
Titin mengatakan,
bahwa saat ini dirinya sudah kembali ke Kantor Yanbu. “Badan saya lemas bangat tidak
ada tenaga, dan saya sudah tidak mau bekerja di majikan manapun, karena saya
cape di bolak balik terus ke kantor. Meski saya sakit tetap harus kerja,“
ujarnya dengan nada sedih.
Kemudian Tati
Nurhayati mengatakan kepada awak media, bahwa dirinya sering menerima
kekerasaan, perbuatan kasar dan makian secara psikis, sering tidak dikasih
makan dan dikurung majikan.
“Permasalahan ini
sudah saya laporkan kepda sponsor dan pihak PT. Anugrah Sumber Rejeki namun tidak
ditanggapi dan saya takut mendesak pihak agen, karena setiap TKW yang melapor, dan
menolak dipekerjakan meski keadaan sakit pun akan dihukum, dengan cara dikurung
dalam kamar, tidak dikasih makan, dan Hp dirampas, bahkan sering dimaki-maki, dan
disiksa. Banyak di sini yang menderita dan diperlakukan seperti binatang,“
ungkapnya.
“Pak pulangkan saya,
saya sudah tidak kuat bekerja di sini, hanya bapak yang dapat membantu saya. Saya
bisa pulangkan pak?,“ harap kedua korban dengan nada memelas.
Dalam kasus ini,
ternyata Zaid, selaku Diektur PT. Anugrah Sumber Rejeki telah jelas melakukan
penempatan kedua tenaga kerja non prosedural (ilegal) yang bertentangan
terhadap keputusan Moratorium pemerintah, sesuai Permen Kemenaker Nomor 260
Tahun 2015 Tentang Larangan/Pencegahan khususnya ke negara Timur Tengah.
“Namun saudara Zaid selaku
Direktur PT. Anugrah Sumber Rejeki tidak mengindahkan larangan dan keputusan pemerintah
tersebut. Akibat perbuatan pelaku, kedua korban mengalami kekerasan psikis
seperti, ketakutan, hilangnya percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, rasa
tidak berdaya dan/atau mengalami psikis berat,” ungkap Rinaldi, SH, MH, selaku
Ketua Biro Hukum Lembaga Merah Putih Indonesia (LMPN).
Lebih lanjut Rinaldi,
SH, MH, mengatakan, bahwa karena kemiskinan, pendidikan yang rendah dan gaya
hidup yang konsumtif serta disebabkan oleh ketidaktahuan keluarga dan suami
korban tentang apa dan bagaimana tindak pidana perdagangan orang itu (labil), maka
dengan gampangnya Hj. Suhena menjerat korban dengan cara mengiming-imingkan
gaji besar, uang fit besar kemudian mengutangkan korban dengan cara memberi DP
uang fit (2 juta dari yang uang yang dijanjikan sebelumnya) serta mengatakan
proses penempatan resmi.
Menurut Rinaldi,
bahwa masing-masing pelaku mempunyai tugas. Sponsor Hj. Suhena merekrut korban,
sponsor dalam tugasnya melakukan proses medical dan paspor. Sementara saudara Zaid
Direktur PT. Anugrah Sumber Rejeki pendanaan. “Nah, kasus ini sudah memenuhi
unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2017,
dan kejahatan ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Hak Asasi Manusia.
Rinaldi, SH, MH,
menegaskan, bahwa seharusnya Perusahan Penempatan Pekerja Migran Indonesia
(P3MI) mengacu dan taat atas Kepmen Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
“Artinya, kedua
korban yakni Titin Wartini dan Tati Nurhayati yang diproses Direktur PT.
Anugrah Sumber Rejeki saudara Zaid, melakukan penempatan non prosedural (ilegal)
yang tidak terdaftar dan tercatat di Dinas Ketenagakerja dan Transmigrasi Kab.
Bandung Barat dan Kab. Karawang (Disnakertrans) dan juga tidak mempunyai
perjanjian kontrak (PK) di negara penempatan, akibatnya bisa mengancam
keselamatan kedua korban karena tidak memiliki perjanjian kerja juga asuransinya,”
tegas Rinaldi.
Dinyatakan Rinaldi,
bahwa praktek-praktek penempatan kedua PMI non prosedural (ilegal) yang dilakukan
Zaid selaku Direktur PT. ASR akan segera dilaporkan kepada instansi Kemenaker
dan meminta rekomendasi Kementerian untuk melanjutkan laporan kepada pihak
penegak hukum Mabes Polri (Bareskrim) terkait tindak pidana pelanggaran Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2017. “Perdagangan manusia adalah kejahatan keji, kejahatan
biadab yang sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Siapapun yang
terlibat akan berhadapan dengan hukum,” tutup Ketua Biro Hukum LSM - LMPN
Rinaldi, SH, MH. (Wandri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar