JAKARTA – wartaekspres - Gerakan Cinta
Indonesia (GCI) bersama EO-Phoria menggelar Diskusi Tolak NKRI Syariah yang
bertajuk 'Haruskah Ada Persekusi di Ijtima Ulama IV'. Acara yang dihadiri
puluhan mahasiswa dan pemuda berlangsung di Hotel Arosa, Jakarta Selatan, Kamis
(29/8/2019).
Dalam agenda yang
mengangkat seputar penolakan NKRI Syariah dihadiri Habib Muksin Al-Athos (tokoh
agama Islam), Hilda Basalamah (korban persekusi Ijtima Ulama IV), Aini Baiqani
(saksi persekusi) dan Kang Adang Tea (Ketua Garis DKI Jakarta).
Dalam pengakuannya,
Hilda Basalamah menyampaikan, kedatangannya ke acara Ijtima Ulama IV karena
dihubungi oleh salah satu tokoh Ijtima Ulama. Karena tidak mendapat undangan,
akhirnya diputuskan untuk bertemu di tempat registrasi. Dirinya kemudian
merekomendasikan 5 orang temannya untuk ikut di acara tersebut, dan rekomendasinya
dikabulkan.
"Sesampainya di
lokasi, saya bersama tiga teman mengisi daftar hadir di meja registrasi. Saya
tidak menyadari bahwa mengisi daftar hadir di daftar wartawan, sedangkan tiga
teman saya di daftar peserta," kata Hilda.
“Karena menunggu 2
teman lagi yang masih dalam perjalanan, saya meminta 3 teman saya untuk masuk
ke ruang pertemuan terlebih dahulu. Setelah beberapa saat menunggu dan 2 teman
saya tidak datang juga, akhirnya saya memutuskan untuk masuk ke ruang pertemuan,”
lanjutnya.
"Di sana saya bertemu
dengan beberapa Gus (kyai-red), karena memang saya sudah janjian, mau bicara
soal ekonomi kerakyatan. Saya datang kesana itu mau silaturahmi, reuni juga dan
mau melihat proses Ijtima Ulama. Sempat ngobrol juga dengan Ustad Haikal dan
Neno Warisman," tutur Hilda Basalamah.
Usai berbincang
dengan Neno Warisman, Hilda kemudian duduk di kursi peserta. Tiba-tiba dirinya
didekati oleh salah satu panitia perempuan. Ia meminta untuk keluar dari
ruangan tersebut, karena tanda pengenal yang dipakainya tercantum sebagai
wartawan. Setelah dijelaskan, akhirnya Hilda diminta untuk mendaftar ulang di
bagian registrasi.
Namun entah mengapa,
setelah mengganti tanda pengenalnya sebagai peserta, Hilda tetap tidak
diperbolehkan masuk ke dalam ruangan pertemuan oleh panitia perempuan tersebut.
Ia mempertanyakan alasan mengapa masih tidak diperbolehkan masuk, padahal
mengganti tanda pengenal wartawan ke peserta adalah permintaan panitia sendiri.
Hilda pun akhirnya
sempat terlibat dalam perdebatan dengan panitia perempuan tadi. Teman-teman
Hilda yang ada di ruang pertemuan juga meyakinkan panitia tersebut bahwa Hilda
bukan orang yang tidak dikenal. Namun panitia tersebut berkeras bahwa Hilda
tidak punya hak untuk masuk ke ruang pertemuan.
Panitia perempuan ini
justru memanggil beberapa satgas untuk membawa Hilda kembali ke bagian
registrasi. Hp dan KTP Hilda pun diminta oleh satgas tersebut.
"Kalau saya
bukan orang baik-baik, ngapain saya nyerahin Hp dan KTP dengan sukarela. Saat
tiba di bagian registrasi, saya merasa tersinggung saat satgas tersebut
membuka dan melihat isi Hp. Meski begitu, saya tidak akan memperpanjang urusan
ini. Sebab, Islam Rahmatan Lil Alamin," tukasnya.
Ketua Gerakan Islam
Reformis (Garis) Kang Adangtea menyatakan, NKRI bersyariah harusnya tidak perlu
digulirkan. Karena syariah itu wajib bagi pemeluk agama Islam, jadi gak perlu
dibuat ramai di medsos.
"Sebenarnya
semua umat Islam harus menjalankan nilai-nilai syariah Islam, kalau
menggulirkan NKRI Syariah. Kesan yang terbaca oleh penegak hukum kita akan
mendirikan negara Islam," ujar Adang.
Padahal sesungguhnya,
tambah pria yang sempat mendeklarasikan ISIS di tahun 2014. Kita tidak ingin
mendirikan Negara Islam, kami sadar ideologi kita harga mati yaitu Pancasila
dan itu sudah dituangkan dalam Piagam Jakarta.
Tentunya isu ini
digulirkan karena ada kepentingan. "Mereka ingin merampas sumber alam kita
yang kaya, itu yang mau dirampas oleh mereka, dengan cara mengadu domba satu
sama lain," tegas Kang Adang.
Jadi tak perlu lagi
NKRI Bersyariah, dalam berbangsa dan bernegara itu sudah diimplementasikan.
Seperti adanya bank syariah, asuransi syariah dan ekonomi syariah dan lainnya.
Menanggapi hal itu
Habib Muksin menjabarkan, bahwa negara ini aman-aman saja. "Namun banyak
masyarakat yang termakan isu hoax, akibatnya menjadi salah dalam
penyampaiannya," ucapnya.
Seusai diskusi, para
peserta dan pembicara membacakan pernyataan sikap yang dipimpin oleh Hilda
Basalamah.
Menolak NKRI
Bersyariah dan Tindakan Persekusi. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk
dan Bhinneka Tunggal Ika maka dari itu kami menyatakan sikap : 1. Menolak
pemahaman NKRI Bersyariah yang mementingkan satu kelompok tertentu. 2. Menolak
segala tindakan intoleransi dan permusuhan. 3. Akan tetap setia kepada
Pancasila dan UUD 1945. 4. Menolak tindakan separatisme, referendum dan makar
yang ingin memisahkan diri dari NKRI.5. Menolak tindakan persekusi terhadap
anak bangsa yang dinilai berbeda pandangan politik dan paham. (Patar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar