Penguasa Muara Kaman
(DYMM-SPBA Maharaja Kutai Mulawarman)
H.R.M. Prof.DR.HC.
M.S.P.A. Iansyahrechza. FW, Ph.D. |
TENGGARONG – wartaekspres - Kabupaten Kutai Kartanegara akan menjadi salah satu wilayah yang diputuskan
oleh Presiden Joko Widodo sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang baru.
“Lokasi ibukota baru yang paling ideal adalah di Kabupaten Penajam Paser Utara
dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur,” kata Jokowi di
Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8).
Secara administratif, Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi dalam 18 wilayah kecamatan
dan 238 desa/kelurahan. Dengan luas wilayah 27.263,10 km2 dan luas perairan lebih
dari 4000 km2, daerah ini memiliki keanekaragaman sumber daya alam
termasuk sektor pariwisata. Berbagai jenis obyek dan atraksi wisata terdapat di
daerah ini mulai dari wisata alam (seperti pantai, danau, sungai, cagar alam
dengan fauna langka), wisata budaya (Festival Erau Kesultanan Kutai
Kartanegara) di Tenggarong Cerau Adat Kerajaan Kutai Mulawarman di Muara Kaman
budaya lainnya), wisata pendidikan (Planetarium Jagad Raya, Museum Kayu),
wisata minat khusus (air terjun, goa, anggrek liar, canopy bridge, Borneo
Orangutan Survival), sampai pada wisata buatan (Pulau Kumala dan Waduk
Panji-Sukarame).
Sekitar 400 tahun Masehi, di Kalimantan Timur sudah terdapat sebuah
kerajaan bernama Kutai Martadipura (Kutai Mulawarman) yang merupakan Kerajaan
Hindu tertua, yang terletak di Muara Kaman, yaitu sebuah tempat di pedalaman
Kalimantan dan berjarak ±133 km dari Kota Samarinda.
Keberadaan kerajaan tersebut dibuktikan dengan ditemukannya
prasasti-prasasti Yupa (batu bertulis dalam huruf Pallawa) sebanyak empat buah
yang menerangkan adanya sebuah peradaban bercorak Hindu-Budha di awal-awal
milenium pertama. Sedangkan pada saat yang sama, sejumlah wilayah nusantara
masih diliputi kegelapan sejarah.
Raja pertama dan yang paling terkenal dari Kerajaan Kutai Martadipura
adalah Raja Mulawarman Nala Dewa. Dikisahkan, bahwa kenaikan tahta dari
Mulawarman ini dibuktikan dengan pemberian 20 ribu ekor sapi kepada Brahmana
yang mentahbiskan Mulawarman sebagai raja. Namun, informasi lebih lanjut
tentang Mulawarman sampai sekarang masih menjadi misteri dan akan terungkap.
Baru pada abad ke-13, informasi tentang Raja-raja Kutai mulai terungkap
dari Naskah yang memuat kronologi tentang raja-raja antara Kerajaan Kutai
Mulawarman bermula menjadi negara pada abad ke-4. Selanjutnya pada abad ke-14
di Muara Sungai Mahakam, tepatnya di jahitan layar, berdirilah sebuah
Kebataraan Kartanegara utusan Singosari dan sampai Jaman Majapahit yang Batara Pertama
Kutai Kertanagara adalah Adji Betara Agung Dewa Sakti, dan mempunyai permaisuri
bernama Puteri Karang Melenu.
Pada masa ini, Islam telah muncul sebagai kekuatan politik di Kalimantan
Timur, dan Islam masuk ke Pangerabab Kutai Kertanegara yang di bawah Kesultanan
Banjar yakni pada masa Raja Adji Mahkota tahun 1525 M, dan bergelar Adji
Mahkota Mulia Islam.
Masuk dan berkembangnya Islam di Kutai, tidak terlepas dari jasa dua ulama (mubaligh)
kenamaan yang bernama Syekh Abdul Qodir Khatib Tunggal yang bergelar Datuk Ri
Bandang dan Datuk Ri Tiro yang bergelar Tuanku Tunggang Parangan.
Dalam beberapa buku sejarah dikatakan, bahwa Datuk Ri Bandang adalah
seorang ulama terkenal dari yang berasal Minangkabau yang diutus oleh Sultan
Aceh untuk menyebarkan agama Islam ke Nusantara Timur pada awal abad ke-17.
Sekitar abad ke-17, semasa pemerintahan dipegang oleh Adji Pangeran Sinum Panji
Mendapa, berhasil memdapatkan hadiah dari VOC dengan 7 buah Kapal VC memerangi
Kerajaan Kutai Martadipura (Kutai Mulawarman) yang ada di Muara Kaman yang saat
itu diperintah oleh Raja Dermasetia, tahun 1635 M dikalahkan oleh VOC dan munculah
kerajaan baru di Pantun (Sungai Pelarian Bangsawan Mulawarman mereka membentuk
Pemerintahan Darurat) dan para pembesar, intelektual dan kaum rohani serta para
pelaksana Ritual Suku Benuak dan Kesatria Perang Suku Tunjung mendirikan pemerintahan
di Karang Sari Pinang Sentawar dan di Kedang dijadikan daerah pelarian di
Batang Lunang Lamin Indu Anjat.
Penguasa Tenggarong (Sultan Kutai Kartanegara) Sultan Adji Muhammad Arifin |
Kerajaan Pantun di Muara Bengkal Sungai Pantun dan Gunung Kombeng menjadi sejarah
berdirinya Kabupaten Kutai Timur.
Sehingga Kerajaan Karang Sari di Pinang Sentawar dibangun oleh
Benuaq-Tunjung atau Toyoi menjadi Kabupaten Kutai Barat. Melalui Kekuasaan VOC dalam
abad ke-18 Kepangeranan Kutai Kartanegara dijadikan VOC Kesultanan dan sultan pertama
bernama Sultan Aji Moh. Idris keturunan Raja Wajo hingga tahun 1947, Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan status Daerah Swapraja Kutai masuk
dalam Federasi Kalimantan Timur bersama 4 kesultanan lainnya, seperti Bulungan,
Sambaliung, Gunung Tabur dan Pasir. Dan dengan berakhirnya Daerah Istimewa
Kutai, maka berakhir pula kekuasaan Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sesungguhnya merupakan kelanjutan
dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Pada tahun 1947, Kesultanan
berubah statusnya menjadi pemerintahan negeri dengan nama Daerah Swapraja
Kutai. Pada tahun 1955 berubah lagi menjadi Daerah Istimewa Kutai (1953). Pada
tahun 1959, setelah pemisahan Kodya Balikpapan dan Samarinda, nama daerah ini
berubah lagi menjadi Kabupaten Kutai. Pada tahun 1999, terdapat pemekaran
wilayah menjadi 3 kabupaten (Kutai, Kutai Barat, Kutai Timur) dan 1 kota
(Bontang), dan sejak 2002 Kabupaten Kutai berganti nama menjadi Kabupaten Kutai
Kartanegara.
Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kelanjutan dari Kabupaten Kutai
sebelum terjadi pemekaran wilayah pada tahun 1999. Wilayah Kabupaten Kutai
sendiri, termasuk Balikpapan, Bontang dan Samarinda, sebelumnya merupakan
wilayah kekuasaan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Dalam Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai pada tanggal 21 Januari
1960, Sultan Kutai Kartanegara, A.M. Parikesit secara resmi menyerahkan
kekuasaan kepada Aji Raden Padmo selaku Bupati Kutai, Kapten Soedjono selaku
Walikota Samarinda dan A.R.S. Muhammad selaku walikota Balikpapan. Untuk
membedakan Kabupaten Kutai sebagai daerah hasil pemekaran, nama kabupaten ini
akhirnya diganti menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Peraturan
Pemerintah RI No. 8 Tahun 2002 tentang “Perubahan Nama Kabupaten Kutai Menjadi
Kabupaten Kutai Kartanegara”.
Pada tahun 2001 sejarah Kerajaan Kutai Martadipura diganti nama oleh pewarisnya dengan nama Kerajaan Kutai Mulawarman, dan pada tanggal 03-09 September 2001 Cerau digelar Pendaulatan Maharaja Kutai Mulawarman dengan gelar Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman Berdaulat hukum adatnya sesuai haknya dalam NKRI dan mendapat persetujuan Sultan Kutai Kartanegara Aji Muhammad Salehuddin II tentang kembalinya adat budaya Kerajaan Kutai Mulawarman..
Sedangkan pada tanggal 28 September 2001, Putra Mahkota Sultan Ditabal dengan
gelar Sultan Aji Muhammad Salehuddin II dengan hak adat budayanya dan teritorial
sebatas Keraton Kutai Kartanegara.
Kedua Institusi Beraja ini sama-sama memiliki hak adat budaya pewaris di masing-masing
keturunanya dan memegang Tali Purus masing-masing dan memiliki tempat yang berbeda
antara Tenggarong milik Sultan dan Muara Kaman milik Maharaja. Sebutan
Kabupaten Kutai Kartanegara ini merupakan usulan dari Presiden RI Abdurrahman
Wahid ketika membuka Munas I Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia
(APKASI) di Tenggarong pada tahun 2000. (Ery.AY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar