Senin, 26 Agustus 2019

Muara Kaman-Tenggarong Rangkaian Sejarah Bumi Mulawarman Nan Bertuah Menjadi Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia


Penguasa Muara Kaman
(DYMM-SPBA Maharaja Kutai Mulawarman)
H.R.M. Prof.DR.HC.
M.S.P.A. Iansyahrechza. FW, Ph.D.
TENGGARONG – wartaekspres - Kabupaten Kutai Kartanegara akan menjadi salah satu wilayah yang diputuskan oleh Presiden Joko Widodo sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang baru. “Lokasi ibukota baru yang paling ideal adalah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8).
Secara administratif, Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi dalam 18 wilayah kecamatan dan 238 desa/kelurahan. Dengan luas wilayah 27.263,10 km2 dan luas perairan lebih dari 4000 km2, daerah ini memiliki keanekaragaman sumber daya alam termasuk sektor pariwisata. Berbagai jenis obyek dan atraksi wisata terdapat di daerah ini mulai dari wisata alam (seperti pantai, danau, sungai, cagar alam dengan fauna langka), wisata budaya (Festival Erau Kesultanan Kutai Kartanegara) di Tenggarong Cerau Adat Kerajaan Kutai Mulawarman di Muara Kaman budaya lainnya), wisata pendidikan (Planetarium Jagad Raya, Museum Kayu), wisata minat khusus (air terjun, goa, anggrek liar, canopy bridge, Borneo Orangutan Survival), sampai pada wisata buatan (Pulau Kumala dan Waduk Panji-Sukarame).
Sekitar 400 tahun Masehi, di Kalimantan Timur sudah terdapat sebuah kerajaan bernama Kutai Martadipura (Kutai Mulawarman) yang merupakan Kerajaan Hindu tertua, yang terletak di Muara Kaman, yaitu sebuah tempat di pedalaman Kalimantan dan berjarak ±133 km dari Kota Samarinda.
Keberadaan kerajaan tersebut dibuktikan dengan ditemukannya prasasti-prasasti Yupa (batu bertulis dalam huruf Pallawa) sebanyak empat buah yang menerangkan adanya sebuah peradaban bercorak Hindu-Budha di awal-awal milenium pertama. Sedangkan pada saat yang sama, sejumlah wilayah nusantara masih diliputi kegelapan sejarah.
Raja pertama dan yang paling terkenal dari Kerajaan Kutai Martadipura adalah Raja Mulawarman Nala Dewa. Dikisahkan, bahwa kenaikan tahta dari Mulawarman ini dibuktikan dengan pemberian 20 ribu ekor sapi kepada Brahmana yang mentahbiskan Mulawarman sebagai raja. Namun, informasi lebih lanjut tentang Mulawarman sampai sekarang masih menjadi misteri dan akan terungkap.
Baru pada abad ke-13, informasi tentang Raja-raja Kutai mulai terungkap dari Naskah yang memuat kronologi tentang raja-raja antara Kerajaan Kutai Mulawarman bermula menjadi negara pada abad ke-4. Selanjutnya pada abad ke-14 di Muara Sungai Mahakam, tepatnya di jahitan layar, berdirilah sebuah Kebataraan Kartanegara utusan Singosari dan sampai Jaman Majapahit yang Batara Pertama Kutai Kertanagara adalah Adji Betara Agung Dewa Sakti, dan mempunyai permaisuri bernama Puteri Karang Melenu.
Pada masa ini, Islam telah muncul sebagai kekuatan politik di Kalimantan Timur, dan Islam masuk ke Pangerabab Kutai Kertanegara yang di bawah Kesultanan Banjar yakni pada masa Raja Adji Mahkota tahun 1525 M, dan bergelar Adji Mahkota Mulia Islam.
Masuk dan berkembangnya Islam di Kutai, tidak terlepas dari jasa dua ulama (mubaligh) kenamaan yang bernama Syekh Abdul Qodir Khatib Tunggal yang bergelar Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro yang bergelar Tuanku Tunggang Parangan.
Dalam beberapa buku sejarah dikatakan, bahwa Datuk Ri Bandang adalah seorang ulama terkenal dari yang berasal Minangkabau yang diutus oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan agama Islam ke Nusantara Timur pada awal abad ke-17. Sekitar abad ke-17, semasa pemerintahan dipegang oleh Adji Pangeran Sinum Panji Mendapa, berhasil memdapatkan hadiah dari VOC dengan 7 buah Kapal VC memerangi Kerajaan Kutai Martadipura (Kutai Mulawarman) yang ada di Muara Kaman yang saat itu diperintah oleh Raja Dermasetia, tahun 1635 M dikalahkan oleh VOC dan munculah kerajaan baru di Pantun (Sungai Pelarian Bangsawan Mulawarman mereka membentuk Pemerintahan Darurat) dan para pembesar, intelektual dan kaum rohani serta para pelaksana Ritual Suku Benuak dan Kesatria Perang Suku Tunjung mendirikan pemerintahan di Karang Sari Pinang Sentawar dan di Kedang dijadikan daerah pelarian di Batang Lunang Lamin Indu Anjat.
Penguasa Tenggarong
(Sultan Kutai Kartanegara)
Sultan Adji Muhammad Arifin
Kerajaan Pantun di Muara Bengkal Sungai Pantun dan Gunung Kombeng menjadi sejarah berdirinya Kabupaten Kutai Timur.
Sehingga Kerajaan Karang Sari di Pinang Sentawar dibangun oleh Benuaq-Tunjung atau Toyoi menjadi Kabupaten Kutai Barat. Melalui Kekuasaan VOC dalam abad ke-18 Kepangeranan Kutai Kartanegara dijadikan VOC Kesultanan dan sultan pertama bernama Sultan Aji Moh. Idris keturunan Raja Wajo hingga tahun 1947, Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan status Daerah Swapraja Kutai masuk dalam Federasi Kalimantan Timur bersama 4 kesultanan lainnya, seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur dan Pasir. Dan dengan berakhirnya Daerah Istimewa Kutai, maka berakhir pula kekuasaan Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sesungguhnya merupakan kelanjutan dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Pada tahun 1947, Kesultanan berubah statusnya menjadi pemerintahan negeri dengan nama Daerah Swapraja Kutai. Pada tahun 1955 berubah lagi menjadi Daerah Istimewa Kutai (1953). Pada tahun 1959, setelah pemisahan Kodya Balikpapan dan Samarinda, nama daerah ini berubah lagi menjadi Kabupaten Kutai. Pada tahun 1999, terdapat pemekaran wilayah menjadi 3 kabupaten (Kutai, Kutai Barat, Kutai Timur) dan 1 kota (Bontang), dan sejak 2002 Kabupaten Kutai berganti nama menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kelanjutan dari Kabupaten Kutai sebelum terjadi pemekaran wilayah pada tahun 1999. Wilayah Kabupaten Kutai sendiri, termasuk Balikpapan, Bontang dan Samarinda, sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Dalam Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai pada tanggal 21 Januari 1960, Sultan Kutai Kartanegara, A.M. Parikesit secara resmi menyerahkan kekuasaan kepada Aji Raden Padmo selaku Bupati Kutai, Kapten Soedjono selaku Walikota Samarinda dan A.R.S. Muhammad selaku walikota Balikpapan. Untuk membedakan Kabupaten Kutai sebagai daerah hasil pemekaran, nama kabupaten ini akhirnya diganti menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun 2002 tentang “Perubahan Nama Kabupaten Kutai Menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara”.
Pada tahun 2001 sejarah Kerajaan Kutai Martadipura diganti nama oleh pewarisnya dengan nama Kerajaan Kutai Mulawarman, dan pada tanggal 03-09 September 2001 Cerau digelar Pendaulatan Maharaja Kutai Mulawarman dengan gelar Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman Berdaulat hukum adatnya sesuai haknya dalam NKRI dan mendapat persetujuan Sultan Kutai Kartanegara Aji Muhammad Salehuddin II tentang kembalinya adat budaya Kerajaan Kutai Mulawarman..
Sedangkan pada tanggal 28 September 2001, Putra Mahkota Sultan Ditabal dengan gelar Sultan Aji Muhammad Salehuddin II dengan hak adat budayanya dan teritorial sebatas Keraton Kutai Kartanegara.
Kedua Institusi Beraja ini sama-sama memiliki hak adat budaya pewaris di masing-masing keturunanya dan memegang Tali Purus masing-masing dan memiliki tempat yang berbeda antara Tenggarong milik Sultan dan Muara Kaman milik Maharaja. Sebutan Kabupaten Kutai Kartanegara ini merupakan usulan dari Presiden RI Abdurrahman Wahid ketika membuka Munas I Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) di Tenggarong pada tahun 2000. (Ery.AY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oknum Perangkat Desa Ditangkap Satreskrim Polres Purworejo

PURWOREJO - wartaexpress.com - Man (35) warga Desa Lubang Sampang yang juga merupakan Perangkat Desa diamankan Satreskrim Polres Purworejo....