BEKASI - wartaekspres - Polemik perkara tindak pidana lingkungan hidup yang dijalani PT.JH dengan pelanggaran Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Pasal 102 yang bunyinya bahwa "Setiap orang yang melakukan Pengelolaan Limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksut dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah)", kembali menjadi sorotan lembaga Amphibi.
Sebagai organisasi
lingkungan yang tertera dalam UU No.32 Tahun 2009 pada Bab I Pasal 1 butir (27)
berkomitmen menjalankan fungsinya sebagai sosial kontrol lingkungan hidup dalam
melakukan pengawasan proses sidang kasus yang menyeret terdakwa MF Bin PS (Manajer
PT.JH).
Ketua Umum Amphibi, Agus Salim Tanjung, So,si menyatakan, bahwa hal ini dilakukan lembaganya berawal dari informasi keluhan dan laporan masyarakat setempat tentang adanya aktifitas bongkar muat dan pembakaran limbah B3 Medis rumah sakit, serta tempat mencuci unit kendaraan bekas pengangkut limbah rumah sakit.
“Aktifitas tersebut
sering mengeluarkan aroma tidak sedap dan menyengat. Bau menyengat tersebut
juga sering dirasakan siswa/i SMK KBM 2 dan SMPIT Bahana Mandiri yang
bersebelahan dengan lokasi gudang PT.JH," ujar Agus ST.
"Kasus ini kami
kawal sejak Gakkum LHK menyegel dan memasang garis PPLH berlanjut
penyidikan pada Februari 2019 hingga P21
dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Bekasi pada 30 Januari 2020,” ucapnya.
Proses persidangan
yang dilaksanakan di PN Bekasi pada bulan Mei 2020 saat pandemi Covid-19
melanda, menjadikan pengawalan dan pengawasan sidang tersebut tidak berjalan
maksimal.
Untuk mengetahui
perkembangan hasil sidang, Ketua Umum Amphibi, Agus Salim Tanjung, So,si
menginstruksikan Ketua dan Pengurus DPD Amphibi Bekasi Raya, agar bersurat ke
PN Bekasi untuk memohon salinan Putusan Perkara No. 238/Pid.B/LH/2020/PN Bks.
Pada 31/8/2020
Pengadilan Negeri Kota Bekasi mengabulkan permohonan salinan putusan yang
infonya sudah lama keluar.
Setelah mempelajari
surat putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 238/Pid.B/LH/2020/PN.Bks yang
menyatakan, bahwa terdakwa MF terbukti secara sah memenuhi unsur Pasal 102 Jo. Pasal
59 ayat (4) UU RI No.32 Tahun 2009 telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah
dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.
Namun terdakwa MF hanya dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun, dengan ketentuan bahwa pidana itu tidak akan dijalankan, kecuali di kemudian hari ada Keputusan Hakim, oleh karena terpidana melakukan suatu perbuatan/tindak pidana yang dapat dihukum, sebelum habis masa percobaan salama 1 tahun dan pidana denda sebesar RP. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak di bayar di ganti dengan hukuman kurungan selama 14 (empat belas hari).
Dengan putusan tersebut,
Ketua Umum Amphibi menyesalkan sikap
Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak melanjutkan upaya hukum banding. Pada
umumnya, JPU akan mengajukan upaya hukum banding kalau Majelis Hakim
menjatuhkan pidana lebih rendah daripada yang dituntut oleh JPU.
Hal tersebut
disebabkan JPU dipandang kurang berhasil dalam menangani suatu perkara
berkaitan dengan banding yang merupakan hak kedua belah pihak.
Sehubungan hal
tersebut, Ketua DPD Amphibi Bekasi Raya, M. Hendri, ST bersama pengurus DPP
Amphibi memutuskan untuk bersurat kepada Kejaksaan Negeri Kota Bekasi
mempertanyakan apakah JPU mengajukan upaya hukum banding apa tidak.
Ditempat terpisah, Kepala
Balai Penegakkan Hukum Kementerian LHK Jabalnustra, M. Nuh menyampaikan, bahwa
dirinya mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh Amphibi sebagai lembaga sosial
kontrol dalam melihat setiap permasalahan hukum terhadap upaya penegakan hukum
lingkungan.
Sementara Dewan Penasehat
Hukum Amphibi, Indranas Gaho, SH, menyatakan, guna memenuhi rasa keadilan,
diharapkan Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi
Bandung.
“Kasus lingkungan hidup haruslah diprioritaskan penanganannya, diberantas kejahatan demi kemaslahatan orang banyak, dan stop pembiaran atas pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup, " tutupnya. (Red/Amphibi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar