KARAWANG - wartaexpress.com - Fakta persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Damparit dengan terdakwa tunggal Hj. Usmaniah mendapat sorotan dari Ahli Hukum Pidana, pegiat anti korupsi dan beberapa awak media, karena banyak yang janggal antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dakwaan dan keterangan saksi di muka persidangan.
Ada kesan kuat dugaan
saat BAP semua saksi digiring untuk memberikan keterangan yang memojokan Hj. Usmania.
Hal ini terungkap dalam fakta persidangan setelah para saksi disumpah.
Dalam dakwaan Jaksa,
proyek damparit ada masalah, namun keterangan kelompok tani di muka persidangan
proyek damparit sudah selesai dan tidak ada masalah. Jaksa juga mengklaim ada
kerugian negara namun belum ada hasil audit investigasi dari BPK.
Terjadinya kontradiktif
kasus damparit ini menurut pandangan pegiat anti korupsi dari GPHN-RI, karena
penyidikan yang dilakukan oleh aparat hukum Kejari Karawang tidak jelas Gelar
Perkaranya dan belum ada hasil audit investigasi dari BPK yang pro-justitia.
Menurut pandangan Prof.
Dr. Mudzakir, SH, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta, bahwa lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara hanya Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, jika tidak disertai kerugian negara dari
BPK, unsur korupsi dalam penyidikan belum terpenuhi.
Prof. Mudzakir juga
menuturkan, penyidikan kasus korupsi harus dilengkapi audit investigasi yang pro-justitia
yang hanya bisa dilakukan oleh BPK. ”Jadi, yang diperlukan adalah audit investigasi
secara menyeluruh. Bukan sekedar menghitung apa yang ditemukan penyidik,” jelasnya.
Ahli Hukum Pidana Dr. Chairul
Huda, SH, dari Universitas Muhamadiyah Jakarta juga menegaskan, bahwa satu-satunya
lembaga naegara yang berwenang menghitung adalah BPK. ”Kalau sekedar
menghitung, tiap orang mungkin bisa. Tapi, apakah dia punya kompetensi?” ujarnya.
Para saksi kelompok
tani menyampaikan di muka persidangan, bahwa proyek Damparit yang sumber
dananya dari DAK tahun 2018 sampai saat ini dalam kondisi bermanfaat untuk
masyarakat petani, dan hasil produksi padi juga meningkat.
Hal ini terungkap saat
persidangan, para saksi dari kelompok tani sebagai penerima DAK yang
menerangkan, bahwa proyek Damparit tahun 2018 yang secara langsung dikerjakan
oleh kelompok tani masih berfungsi dengan baik hingga saat ini, dan hasil
produksi padi meningkat hingga 70% sampai 80%.
Namun ada salah satu
LSM yang mempermasalahkan dan melapor ke Kejari Karawang. Kemudian aparat hukum
Kejari Karawang hanya mengklaim telah mendapat bukti kerugian negara dari ahli independen,
itupun untuk 15 unit pembangunan Damparit, padahal yang disangkakan kepada Hj. Usmania
adalah pembangunan 109 unit Damparit.
Selama empat tahun
lebih aparat Kejari Karawang mencari-cari kesalahan Hj. Usmaniah sejak tahun
2019 hingga tahun 2022. Dalam fakta persidangan tidak ada temuan hasil audit investigasi
dari lembaga yang berwenang, yaitu BPK yang pro-justitia.
Bahkan output proyek
Damparit membawa manfaat bagi petani Kab. Karawang dipermasalahkan, dan kuat
dugaan ada salah satu LSM yang berkompromi dengan aparat Kejari Karawang guna menutupi
kasus-kasus korupsi besar yang ada di Kabupaten Karawang.
Fakta persidangan juga
sumbernya tidak jelas dari siapa kesimpulan kerugian negara Rp. 1.046.684.000. “Saya
pegiat anti korupsi dari GPHN-RI yang memonitor proses hukum yang ditangani
Penyidik Pidsus Kejari Karawang menduga kuat, ada yang mengarang kesimpulan
kerugian Negara. DAK tahun 2018 sesuai Peraturan Menteri Pertanian dalam RAB
ada hak petani 30% sebagai upah kerja,” ujar Ketum GPHN-RI.
“Menurut saya, ini
sangat tragis, Hj. Usmania yang sudah berjasa terhadap pertanian dan tidak
merugikan keuangan negara, tanpa hati nurani dituntut 5 tahun penjara dan denda
Rp. 300 juta,” tegasnya.
Menurut keterangan Ahli
Hukum Pidana Dr. Azmi Syahputra, di muka persidangan, bahwa korupsi tidak hanya
dilakukan oleh satu orang karena ada sistem, ada alur, berbeda meja, tidak
mungkin orang mengeluarkan duit, tandatangan orangnya itu-itu saja, tapi akan
banyak orang.
Bila terdakwanya hanya
satu orang saja, Dr. Azmi Syahputra menyebutkan, bila itu terjadi berarti ada
sesuatu yang dihilangkan, padahal dakwaan harus lengkap dan utuh. “Kalau nggak
utuh berarti ada sesuatu yang diselamatkan, disembunyikan, dan penegakkan hukum
berada di jalan lambat karena ada distorsi,” ujarnya.
Mengenai adanya
keterangan saksi dan dakwaan. Ahli menjelaskan, bahwa sepanjang tidak ada
kejanggalan bisa saja hal itu dilakukan Hakim untuk dipertimbangkan, karena di
sini kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi.
Hj. Usmania merasa tidak menikmati dan tidak merugikan keuangan negara merasa sangat terzolimi oleh tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan membantah semua tuduhan Jaksa yang dituangkan dalam Pledoi Pribadinya. (Patar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar