PURWOREJO - wartaexpress.com - Kebijakan Regroping Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Purworejo perlu ditinjau ulang meski sudah digulirkan program itu sejak tahun 2020, dalam realisasinya regroping SD masih banyak menimbulkan persoalan. Salah satunya yang terjadi di SDN Gesikan, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, hingga saat ini masih berlarut-larut belum ada penyelesaian dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepala Desa Gesikan,
Suryono, bersama warga Desa Gesikan, Kecamatan Kemiri, menunjuk Sumakmun, Ketua
LSM Tamperak Purworejo menjadi kuasa hukum terhadap sengketa regroping sekolah
dasar negeri untuk mengadukan prosedur regroping sekolah yang diduga melanggar Surat
Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ke beberapa instansi terkait, Kamis (13/10/2022).
Surat aduan telah dikirimkan di delapan institusi atau lembaga terkait, yakni Kementerian Pendidikan Pusat, Komisi Hak Asasi Manusia Pusat, Komisi Perlindungan Anak, KPAI, LPAI dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB).
Ahmad Muslim, Divisi
Bantuan Hukum Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) menyambut baik kedatangan Ketua
LSM Tamperak dan berdiskusi tentang permasalahan yang terjadi SDN Gesikan
Kemiri.
Dalam pertemuannya
dengan Ketua LSM, Amad Muslim, selaku Divisi Hukum menyampaikan, agar segera
membuat laporan pengaduan resmi tentang hal ini dan akan segera didiskusikan
dengan Kepala Dinas.
“Sudah lebih dari
sebulan murid SDN Gesikan ditinggal gurunya dan tidak mendapatkan hak-haknya
sebagai seorang anak usia sekolah (pelajar), dan terkesan dibiarkan begitu saja
tanpa ada perhatian dari Dinas maupun Bupati Purworejo. SK Bupati tentang
regroping diduga melanggar ketentuan Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,”
jelas Sumakmun.
“Kalau mau ditegakkan
aturannya kita uji bersama dan saya siap asal semua pemangku kepentingan berani
bersikap transparan dan sama-sama menjalankan aturan itu dengan baik,"
tandas Sumakmun.
“Dalam SE Kemendikbud Nomor : 0993/D/PR/2019 sangat jelas, bahwa SD Negeri yang memenuhi persyaratan regrouping yaitu yang jumlah siswanya selama 3 tahun berturut-turut di bawah 60 orang anak, di SDN Gesikan tahun ajaran 2022 jumlah muridnya sebanyak 66 orang siswa, tetapi tetap dipaksakan regroping," katanya.
"Kalau ingin
menegakkan aturan, mestinya tim regroping dalam menyampaikan sosialisasinya
sesuai dengan ketentuan yang termuat pada Surat Edaran Kemendikbud, yaitu
selama tiga tahun berturut-turut harus dijalankan, tetapi yang terjadi di SDN
Gesikan hanya dilakukan sekali di tahun 2020 dan jelas itu melanggar dari
ketentuan Surat Edaran Kemendikbud itu sendiri," jelas Sumakmun.
Dan yang lebih tidak
bisa dipahami, kenapa gurunya sudah dipindahkan ke tempat lain, sementara
administrasi siswa belum selesai karena para siswa belum mau pindah, dan dibiarkan
begitu saja tanpa ada tindakan lanjut, sehingga bertentangan dengan Pasal 31
Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan.”
Pentingnya pendidikan
menjadikan pendidikan dasar bukan hanya menjadi hak warga negara, namun juga
kewajiban negara. UUD 1945 melalui Pasal 31 Ayat 2 bahkan mewajibkan pemerintah
untuk membiayai pendidikan dasar.
“Terbitnya SK Bupati
Purworejo tentang regroping sekolah diduga melanggar Konstitusi UUD 45 dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan terbukti anak-anak menjadi terlantar dan
kehilangan hak mendapat Pendidikan,” jelas
Sumakmun.
“Siapapun harus tunduk dan taat kepada hukum, dan saya berharap permasalahan ini segera teratasi, Bupati segera membatalkan SK regroping SDN Gesikan dan anak-anak harus bisa kembali sekolah dan belajar, kalau tidak kasus ini akan kita ajukan ke ranah hukum di atasnya,” pungkasnya. (Susilo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar