KETAPANG - wartaexpress.com - Warga di dua dusun yakni Dusun Selimbung, Desa Sekucing Kualan, dan Dusun Lelayang, Desa Kualan Hilir, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang merasa terdzolimi oleh pihak PT. Mayawana Persada (PT. MP), yang mana hak-hak mereka atas lahan yang berisi tanaman tumbuh digusur tanpa adanya koordinasi maupun kompensasi. Hal itu terungkap saat media ini melakukan investigasi di lapangan pada Minggu (16/01/2022) lalu.
Menurut pengakuan warga,
bahwa hasil usaha mereka berupa tanaman karet, jengkol serta tanaman lainnya
habis digusur sehingga warga merasa dirugikan.
Dengan kejadian itu
warga di dua dusun tersebut, berharap ada penyelesaian dan meminta Pemerintah
Kabupaten dan Provinsi untuk memfasilitasi mediasi.
”Warga kami meminta
keadilan atas haknya yang telah digusur oleh pihak perusahaan, dimana ada tanaman
tumbuh yang sudah puluhan tahun ditanam di atas lahan tersebut, bahkan
penggusuran itu tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu serta tanpa
kompensasi,” kata Petrus Pecun, Ketua RT saat ditemui di kediamannya pada Senin
(17/01/2022).
Saat ditanya terkait
adanya provokasi terhadap warganya oleh Anton seperti pernyataan Kristianus
Iskimo, Kepala Desa Kampar Sebomban baik di media online maupun di Facebook, Ketua
RT itu mengaku bahwa hal itu tidak benar dan hanya fitnah.
”Tidak ada yang
memprovokasi atau menghasut, itu hanya fitnah saja. Kenyataannya warga kami
memang merasa dirugikan karena hingga saat ini belum ada penyelesaian, justru
warga meminta pada Pemerintah Kabupaten maupun Provinsi agar memfasilitasi utuk
mediasi supaya ada penyelesaian,” ujarnya.
Bahkan warga korban
penggusuran di Dusun Selimbung juga membuat pernyataan sikap yang dituangkan
dalam kesepakatan bersama.
Demikian juga halnya
dengan warga di Dusun Lelayang, Desa Kualan Hilir. Warga merasa ada perlakuan
diskriminasi yang mana mereka dianggap pendatang sehingga hak mereka
terabaikan.
”Kami percaya kepada
Pemerintah agar ada kerjasama yang baik, saya minta hal ini bisa cepat
diselesaikan,” ujar Yundeng Kepala Adat Dusun Lelayang.
Menurut Yundeng, permasalahan
yang sedang terjadi berkaitan dengan tapal batas yang belum diketahui. ”Saya
selama diam di sini belum pernah bicara tapal batas, dan itu belum genah. Kami
tinggal di daerah ini sudah sejak tahun 1978,” ujarnya.
Selaku Kepala Adat,
Yundeng berharap apa yang menjadi keluhan dan sedang bergejolak di masyarakat
agar bisa diatasi agar masyarakat aman dan damai.
”Harapan kakek, agar
semua aman, baik dan bagus, karena kita yang dicari adalah keamanan dan
kedamaian, bicara kompensasi dan lainnya kami belum pernah ada sosialisasi,”
ungka Yundeng berharap.
Salah satu warga yang
merasa haknya dirampas meminta pemerintah memberikan solusi karena perusahaan
telah menggusur tanpa adanya pemberitahuan.
”Menurut saya orang
awam ini, bahwa perusahaan yang telah menggarap lahan kami tanpa pemberitahuan
itu adalah suatu kesalahan, yang mana lahan miliknya telah digarap sejak tahun
2008 yang telah ditanami berbagai aneka tanaman,” terangnya.
”Lahan itu telah kami
garap sejak 2008, sudah ditanami karet, jengkol dan lainnya, untuk karet saya
ada belasan ribu batang, diantaranya sudah siap untuk ditoreh dan juga ada
ribuan pohon jengkol juga sudah ada yang berbuah, ada jeruk, cempedak, rambutan
juga tanaman lainnya, semua habis digusur,” tutur warga yang enggan menyebutkan
namanya.
Menurutnya, lahan
miliknya ada kisaran 8 hektar namun keluar peta ukur tidak sesuai dan dirinya
tidak tau asal usul pengukuran. ”Lahan saya ada sekitar 7 sampai 8 hektar,
namun setelah saya lihat di peta lahan saya sisa 4,9 hektar, saya tidak tau
siapa yang ngukur,” paparnya.
Dia berharap agar pihak
perusahaan mengembalikan lahan miliknya yang telah diusahakan sebagai tempat
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
”Harapan kami, sebagai
orang yang baru belajar berhidup agar lahan kami dikembalikan, karena itu
satu-satunya lahan milik kami sebagai harapan untuk kehidupan anak cucu kami
kelak. Kemudian meminta perusahaan menghentikan kegiatan di sekitar bawas lahan
kami,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua
Komcab LP-KPK Ketapang, saat dimintai tanggapan perihal yang sedang terjadi
mengatakan, hal itu semestinya dicari solusi dan penyelesaian segera dan sebaik
mungkin sesuai azas keadilan dan kemanusiaan.
”Harusnya itu dicarikan
solusi dan segera diselesaikan dengan baik, kedepankan rasa keadilan serta rasa
kemanusiaan, jika tidak saya khawatir ini akan jadi konflik sosial jika dibiarkan
berlarut,” kata Wito Koeswoyo, Kamis (20/01/2022).
Menurut Wito Pemerintah
Daerah jangan tutup mata berikan rasa keadilan. ”Pemerintah jangan tutup mata
akan hal ini, berikan rasa keadilan pada masyarakat, jangan sampai ada
perlakuan diskriminasi sebab semua anak bangsa mempunyai hak yang sama,” ujar
Wito.
Wito merasa heran
dengan peran Kepala Desa dan mempertanyakan fungsinya di perusahaan. ”Saya
heran dengn peran Kepala Desa, dia di perusahaan sebagai apa. Kok saya lihat
dan baca di berita seolah dia berperan sebagai Humas perusahaan, ada apa
dibalik itu, yang banyak bicara kok malah Kadesnya bukan manajer atau yang
kompeten di perusahaan. Ini sangat lucu,” kata pria yang sudah malang melintang
di lembaga kontrol sosial itu.
Selaku lembaga kontrol sosial
ia berharap pihak-pihak terkait agar bisa menyelesaikan dengan sebaik mungkin.
“Harapan saya hal ini bisa diselesaikan dengan baik oleh pihak-pihak yang terkait, apalagi jika ada hal yang menyangkut hukum, APH harus cermat dalam hal ini, jangan sampai masyarakat berfikiran negative, apalagi saya dengar bahwa masyarakat di dua dusun akan melakukan aksi, jangan sampai ada masyarakat kecil menjadi korban demi investasi,” pungkasnya. (Rls/danil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar