Jumat, 28 Januari 2022

Perkara Unep Hidayat dan Djuanningsih Di Kasus BJB Putusanya Harus Batal, Demi Hukum


SERANG - wartaexpress.com -
Sidang pembacaan putusan terhadap perkara Unep Hidayat dan Djuanningsih kembali ditunda untuk yang ke tiga kalinya.

Unep Hidayat dan Djuanningsih yang diduga kuat menjadi korban skenario jahat Kunto Aji dan Dherandra, juga kuat dugaan menjadi korban rekayasa hukum sudah hampir satu tahun belum mendapatkan kepastian hukum.

Menurut pegiat anti korupsi, Madun Hariyadi, yang juga Ketum GPHN-RI yang memiliki data-data  valid terkait perkara kredit fiktif BJB Cab Tangerang menagatakan, bahwa sejak awal tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Unep Hidayat maupun Djuaningsih.

Terkait bobolnya uang BJB Cab Tangerang pada tahun 2015 sebesar 8,7 miliar yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah terpidana Kunto Aji mantan Kepala Cab BJB Tangerang dan terpidana Dherandra Alteza Widjaya.

Kunto Aji dan Dherandra telah terbuki secara sah di persidangan telah merencanakan dan merekayasa dokumen akad kredit. Tujuan Kunto Aji dan Dherandra membobol BJB Cab Tangerang adalah untuk menutupi hutang-hutangnya pada Djuanningsih dan hutangnya di BJB Cab Purwakarta.

"Untuk itu saya berharap, semoga Majelis Hakim dibuka mata hatinya dan mendapat bimbingan dari Tuhan Yang Maha Pengasih agar membuat keputusan batal demi hukum dalam perkara Unep Hidayat dan Djuanningsih," ujar Madun kepada wartaexpress.com, Jumat (28/1/22).

Karena Unep dan Djuanningsih adalah pihak luar yang diperalat oleh terpidana Kunto Aji dan Dherandra. Namun selama proses penyelidikan dan penyidikan oleh Kejati Banten banyak kejanggalan dan sangat amburadul penegakkan hukumnya.

Bahkan dalam pledoi pribadi Unep Hidayat yang sempat menyebut ada oknum Jaksa yang meminta jatah perempuan, meminta dirinya bersujud di kaki oknum Penyidik Kejati Banten, dan menyebut dirinya mengalami kerugian hampir Rp. 1 miliar untuk melayani oknum Penyidik Pidsus Kejati Banten membuat gempar dunia hukum.

“Sementara masalah kredit macet BJB Cab Tangerang ini pada tahun 2016 sudah ada hasil auditnya. Kalau saja Penyidik Pidsus Kejati Banten profesional saya rasa proses hukum kasus BJB Cab Tangerang ini tidak akan berlarut-larut dan juga tidak akan menjadikan Unep Hidayat dan Djuanningsih tersangka,” terang Madun.

Suara lantang Unep Hidayat juga pernah menggemparkan ruangan sidang Pengadilan Negeri Tipikor Serang pada Selasa, 9 November 2021. Pegawai Negeri Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang yang menanggung status terdakwa dalam kasus korupsi Bank Jabar Banten (BJB) Tangerang ini blak-blakan mengungkapkan kesaksiannya perihal Surat Perintah Kerja (SPK) yang disebut dikeluarkan oleh instansinya untuk syarat pencairan kredit Bank BJB Bab Tangerang tahun 2015.

Dalam sidang tersebut, Unep merespons keterangan yang diberikan oleh seorang saksi ahli bernama Ikhsan ZR. Dia adalah auditor Anti Fraud dan Auditor Umum Bank BJB yang dipercayai mengaudit sejumlah dokumen yang dipakai seorang terpidana, Dheerandra Alteza Widjaya, sebagai syarat permohonan kredit untuk PT. Djaya Abadi Soraya dan CV. Cahaya Rezeki. Kedua perusahaan ini digadang-gadang mengerjakan proyek pengadaan alat-alat sekolah untuk Kabupaten Sumedang.

Unep menilai Ikhsan lalai dalam menganalisis SPK yang disebut-sebut ditandatangani olehnya. "Saudara saksi ini kurang jeli. Sebelum ke Disdik (Dinas Pendidikan) seharusnya mempelajari dulu SPK ini," kata Unep.

Dia menjelaskan, bahwa pengerjaan pengadaan alat-alat sekolah yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Sumedang adalah proyek swakelola. Artinya, proyek ini tidak akan muncul dalam platform Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Sumedang.

Perdebatan ini terjadi karena Unep menilai keterangan Ikhsan tidak tepat dan tidak obyektif. Ikhsan hanya membeberkan SPK yang menjadi alat bukti Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menjerat Unep menjadi tersangka adalah palsu dengan alasan kop surat yang berbeda dengan aslinya.

“Pada kesaksiannya saat menjadi Saksi Ahli bagi Kunto Aji Cahyo, Ikhsan menyebut SPK itu palsu dengan dua alas an, yaitu dokumen dicetak menggunakan kop dinas yang berbeda dengan kop surat resmi Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang. Pada tahun 2015 proyek pengadaan peralatan alat multimedia di Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang dimenangkan oleh PT. Pondok Harapan Gemilang," demikian keterangan Ikhsan ZR sebagaimana dikutip dalam dokumen Putusan Hakim terhadap Kunto Aji Cahyo Basuki.

Menurut Unep, seandainya PT. Djaya Abadi Soraya dan CV. Cahaya Rezeki yang memenangkan proyek tersebut, nama kedua perusahaan ini juga tidak akan muncul dalam situs lpse.sumedangkab.go.id. Dengan begitu, alasan bahwa SPK fiktif karena kedua hal yang telah disebutkan di atas tidak dapat dibenarkan.

"Saya tahu, bahwa DAK ini dari 2006 sampai 2019 itu saya yang mengelola DAK. Waktu itu tidak ada harus menggunakan LPSE karena sifatnya swakelola," jelas Unep.

Unep melanjutkan, aspek yang lain seharusnya perlu diaudit oleh Ikhsan adalah mengenai SPK yang muncul sebanyak enam buah. Dia mengaku tidak mengetahui mengapa SPK itu menjadi berlipat ganda saat penyidik menjadikan itu sebagai alat bukti mentersangkakan dia dan Djuanningsih. "Berarti ini ada apa?," tanyanya retoris.

Meski mengkritisi Ikhsan, Unep tak membantah bahwa kop surat yang dijadikan alat bukti oleh JPU adalah hasil rekayasa Dheera berdasarkan hasil audit investigasi yang dilakukan Ikhsan ZR dan timnya. Namun dia menekankan terbitnya SPK di luar pengetahuannya yang tidak menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang terikat dengan kredit yang diakali oleh Dheerandra dan Kunto.

Unep yang kini mendekam di Rumah Tahanan Pandeglang menegaskan, bahwa SKP yang pernah dia tandatangani terkait proyek swakelola di instansinya adalah surat rekomendasi agar PT. Djaya Abadi Soraya dan CV. Cahaya Rezeki mencari dukungan pabrikan dan konsorsium sebagai syarat swakelola untuk proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) pendidikan.

"Kalau mau mendapat DAK dari Dinas Pendidikan tahun 2015 ini tidak fiktif Bapak Hakim yang mulia, Bapak Jaksa, dana DAK itu ada Rp. 56 miliar," tegas Unep.

JPU, Majelis Hakim, dan Ikhsan ZR saat itu hanya termenung mendengarkan keterangan balasan dari Unep. Ketiganya tak ada yang membantah argumen Unep.

Ketum GPHN RI yang mengawasi proses penegakan hukum kasus dugaan Tipikor BJB ini juga hadir di ruang Sidang, dan menyampaikan kepada awak media, "Dosa besar Majelis Hakim jika tidak membebaskan Unep Hidayat dan Djuanningsih yang jadi korban skenario jahat terpidana Kunto Aji dan Dherandra Alteza Widjaya. Begitu juga oknum-oknum di Kejati Banten yang melindungi pihak-pihak yang tidak ditersangkakan juga akan mengalami hukum tabur tuai," tegas Gus Madun.

Diketahui Bank BJB Cabang Tangerang mencairkan kredit senilai Rp. 8,7 miliar untuk PT. Djaya Abadi Soraya dan CV. Cahaya Rezeki. Kedua perusahaan ini dimiliki oleh dua sejoli, Dheerandra Alteza Widjaya dan Raja Zehan Runa Soraya. Mereka terbukti mengakali pencairan kredit bank dengan dalih pembangunan koperasi untuk alat-alat sekolah di wilayah Sumedang, Jawa Barat.

Adapun keduanya dibantu Kepala Cabang BJB Cabang Tangerang, Kunto Aji Cahyo Basuki, yang tak lain adalah aktor intelektual dalam kasus ini. Dengan posisinya sebagai Kepala Cabang, Kunto menerabas tim analis bank agar mempermudah pencairan akad kredit kedua debitur. Landasan yang digunakan oleh ketiga 'maling uang rakyat' ini adalah proyek koperasi sekolah.

Dalam sidang perkara di Pengadilan Tipikor Kota Serang, Rabu (2/6/2021) lalu, Dheerandra telah dijatuhi hukuman penjara 6,5 tahun dan membayar uang pengganti sebesar Rp. 4,5 miliar. Sementara Kunto Aji Cahyo diganjar 5 tahun 6 bulan penjara. Adapun Zehan yang juga ikut menikmati duit hasil korupsi itu saat ini masih berkeliaran.

Dalam wawancara khusus dengan Law-Justice, Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten yang kini menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep Nana Mulyana menceritakan, ketika dia menerima hasil ekspos perkara oleh penyidik, dia sempat berujar, "Loh ini (Zehan) kenapa tidak ikut ditersangkakan?"

Saat itu, penyidik berkata kepada Asep, bahwa Zehan adalah istri Dheerandra yang notabene berada dalam kendali suaminya. Asep meminta Law-Justice menggugat pengadilan jika masih ada hal-hal yang dirasa janggal dalam peradilan kasus korupsi BJB Tangerang.

Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Reda Mantovani menjelaskan, berdasarkan hasil penyidikan Kejati Banten, peran Zehan tidak begitu signifikan sehingga tidak ditetapkan sebagai tersangka.

Keterangan Kajati Banten, Reda Mantovani, menurut Madun Hariyadi diduga kuat hanya akal-akalan menutupi kesalahan orang yang lazimnya jadi tersangka.

“Kita lihat saja nanti ending dari sidang perkara Unep Hidayat dan Djuanningsih. Saya pasti ajukan RDP di Komisi III DPR RI untuk mengemukakan kebenaran bedasarkan bukti-bukati valid yang juga saya miliki,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia, Madun Haryadi, yang turut mengadvokasi Djuanningsih dan Unep, mengatakan, bahwa Zehan justru adalah debitur lain yang ikut menikmati uang hasil korupsi. Dalam audit yang dilakukan Saksi Ahli Ikhsan ZR, aliran dana turut mengalir ke Pinbuk Zehan sebesar Rp. 750 juta. Duit negara juga mengalir ke CV. Cahaya Rezeki.

Berikut aliran dana yang masuk ke PT. Djaya Abadi Soraya (milik Dheerandra) dan CV. Cahaya Rezeki: 1.Tanggal 02-11-2015 RTGS ke Djuanningsih Rp. 2 miliar. 2.Tanggal 02-11-2015 Pinbuk ke R. Zehan Rp. 750 juta. 3.Tanggal 5-11-2015 penarikan cek oleh Cecep (atas perintah Kunto Aji) Rp. 500 juta. 4.Tanggal 11-11-2015 penarikan cek oleh Prihartomo Rp. 145 juta.

5.Tanggal 11-11-2015 Pinbuk ke Djuanningsih Rp. 500 juta. 6.Tanggal 11-11-2015 Penarikan Cek oleh Rini Rp. 50 juta. 7.Tanggal 23-11-2015 Pinbuk ke R. Zehan Rp. 50 juta. 8.Tanggal 26-11-2015 penarikan cek oleh Cecep Rp. 50 juta.

9.Kemudian aliran dana dari BJB ke CV. Cahaya Rezeki; 10.Tanggal 27-11-2015 penarikan cek oleh Wawan (atas perintah Djuanningsih) Rp. 1,5 miliar. 11.Tanggal 27-11-2015 penarikan cek oleh cm Cecep Rp. 500 juta. 12.Tanggal 01-12-2015 setor ke CV. Rana Pustaka Rp. 1 miliar. 13.Tanggal 01-12-2015 Penarikan cek Rp. 200 juta. 14.Tanggal 01-12-2015 Penarikan cek oleh Dewanto (atas perintah Kunto Aji) Rp. 310 juta dan 15.Tanggal 18-02-2016 Penarikan cek oleh Dewanto (atas perintah Kunto Aji) Rp.250 juta.

Dari hasil audit investigasi di atas, terbukti tidak ada serupiahpun yang mengalir atau dinikmati Unep Hidayat. Madun berujar, Kejaksaan Tinggi Banten seharusnya mampu bekerja profesional menyelamatkan uang negara Rp. 8,7 miliar sesuai hasil audit investigasi yang dilakukan saksi ahli.

“Unep Hidayat ditersangkakan karena faktor sakit hati oknum Jaksa. Penanganan kasus BJB Cabang Tangerang ini adalah prestasi yang dilakukan dengan cara-cara yang kotor oleh oknum Jaksa di Kejati Banten,” pungkasnya. (Patar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oknum Perangkat Desa Ditangkap Satreskrim Polres Purworejo

PURWOREJO - wartaexpress.com - Man (35) warga Desa Lubang Sampang yang juga merupakan Perangkat Desa diamankan Satreskrim Polres Purworejo....