Oleh : Dr. Yuyun Pirngadi
JAKARTA - wartaexpress.com - Jelang Pemilu 2024 manuver lintas partai politik bergerak dinamis. Tak hanya menjajaki format koalisi, tetapi juga menjajakan calon Presiden. Partai Gerindra misalnya, ketua umumnya Prabowo Subianto dijagokan jadi capres. Begitu pula, partai NasDem menjaring mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan jadi capres.
Bagaimana dengan partai
berkuasa, PDI Perjuangan? Hari ini, 21 April 2023 pukul 13.45 Wib, bertempat di
Batu Tulis, Bogor. Ketua Umum PDIP Megawati mengumumkan capres dari kadernya
sendiri yakni, Ganjar Pranowo yang sekarang ini petugas Gubernur Jawa Tengah
ditingkatkan menjadi petugas partai sebagai capres PDIP.
Menurut Dr. Yuyun
Pirngadi dari Front Kebangsaan, lengkap sudah koalisi lintas parpol mengusung
capresnya masing-masing. PDI Perjuangan misalnya, punya caranya sendiri.
Mengumumkan terlebih dulu capresnya, kemudian bicara soal koalisi. Ketua Umum
PDIP tak ingin tergesa-gesa, kendati ia
tak menutup mata ketika kadernya selalu leading dari hasil survei
lembaga independen. Sontak, ketika
Ganjar Pranowo diputuskan jadi capres PDIP, sejumlah elit parpol tak
henti-hentinya tarik nafas. Betapa tidak, PPP langsung merapat ke PDIP, PAN pun
mulai melirik bahkan Koalisi Indonesia Bersatu tinggal Golkar melihat kiri
kanan.
Tak hanya itu, di luar
sana angin puting beliung menghantam Partai Demokrat yang membuat kalang-kabut
SBY-AHY yang mengklaim sebagai Owner Demokrat. Kesan rontoknya Koalisi Perubahan
(KP) membuka tabir nilai anggapan konvensional yang keliru. Ganjar Pranowo
ditengarai merobek KIR vs KP. Pasalnya, deadline waktu yang
relatif singkat menuju pendaftaran paslon ke KPU membuat Demokrat panik. Uji
Material Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Demokrat yang dilakukan kubu
Moeldoko dkk berbuah manis. Tak heran, kata Santet Moeldoko pun berseliweran.
Jika kasus ini berkepanjangan, maka pupus sudah harapan pencalanon capres Anies
Baswedan yang diusung Partai NasDem, PKS dan Demokrat.
Konsolidasi PDIP dan Relawan Front Kebangsaan
Ganjar Pranowo yang
dijagokan PDIP menuai banyak dukungan baik masyarakat maupun relawan. Sebut
saja, Front Kebangsaan. Relawan yang berhimpun dalam gerakan ini terdiri dari Relawan
Jokowi, Erick Thohir dan Relawan Ganjar. FK berdiri 8 Maret 2023 yang
dilatarbelakangi “Kredo Kebangsaan”. Keprihatin terhadap pesta demokrasi lima
tahunan selalu saja memenculkan isu yang melemahkan ikatan keberagaman sejati
dalam bingkai persatuan. Misalnya, isu intoleransi, isu Nasionalis vs
Islam, bahkan menstempel hoax, fitnah dan menguliti capres secara
personal seperti Ganjar anti Islam menjadi sesuatu yang biasa saja.
Kegelisahan itu,
membuat FK menyatakan mendukung PDI Perjuangan sebagai salah satu parpol yang
memiliki konsistensi menjaga keutuhan NKRI, ideologi Pancasila dan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Dukungan terhadap PDIP adalah dukungan
institusioal, bukan dukungan personal. Itulah yang menjadi komitmen FK,” ujar
Yudi.
Ketika PDIP memutuskan
capres Ganjar Pranowo, FK menghormati dan mendukung keputusan internal PDIP.
Ganjar diharapkan dapat meneruskan program Jokowi yang telah berjalan baik.
Kendati secara political landscape figur Ganjar belum memiliki electoral
effect terhadap perolehan suara parpol pada pemilu legislatif, dan
implikasinya terhadap geopolitik pada Pilpres di beberapa provinsi. Namun
konsolidasi infrastruktur PDIP dan relawan Jokowi maupun relawan Ganjar merebak
di seantero pelosok tanah air.
Pertanyaannya kemudian,
bagaimana perkiraan keadaan (kirka) political lanscape dari 34 provinsi
dan berapakah prediksi Ganjar Efek terhadap Koalisi Parpol? Jika menengok pada
pemilu legislatif dan pilpres 2019, Koalisi Sembilan Parpol pengusung dan
pendukung paslon Jokowi-Ma’ruf Amin. Koalisi #01 terdiri dari PDIP, NasDem,
Golkar, PPP, PKB, Hanura, PSI, Perindo, PKP mengantongi dukungan 21 provinsi.
Bahkan rekapitulasi final Pilpres 2019, KPU menetapkan #01 Jokowi-Ma’ruf Amin
memperoleh 55,50%.
Sedangkan, Koalisi
Tujuh Parpol yang mengusung dan mendukung paslon #02 Prabowo-Sandiaga Uno
terdiri dari Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, PBB, Partai Berkarya dan Partai
Garuda mendapat 13 provinsi dengan perolehan 44,50% (KPU, 21 Mei 20219).
Perolehan suara itu tak
berdiri sendiri, dari dua koalisi besar itu ada Lima Parpol (The big five) yang
mengeluarkan dana Kampanye terbesar 2019 sebagai berikut:
Lima Parpol Dengan Dana
Kampanye Terbesar Pemilu 2019
No. Partai politik |
Jumlah Dalam Miliar |
Dana Segar |
1.PDIP |
Rp 345,02 |
ü |
2.Golkar |
Rp 307 |
ü |
3.NasDem |
Rp 259 |
ü |
4.Perindo |
Rp 228, 24 |
ü |
5.Demokrat |
Rp 189,73 |
ü |
Sumber:
Katadata,co.id,2019
Menurut Yudi panggilan akrabnya,
besaran dana itu sangat menentukan kemenangan paslon pada pemilu 2024.
Pasalnya, komposisi pemilih terfragmentasi dan terjadi segregasi oleh sikap
konsumerisme dan merasa dibutuhkan. Apalagi sikap a-politik dalam varian
milineal hadir mementahkan kesadaran dan tanggungjawab pribadi.
Ambil saja contoh, di
era Jokowi-MA model kepemimpinan ala “blusukan” menjadi cara membangun citra
kemewahan personalitas Jokowi sebagai pemimpin altruistic dan philantrophy.
Branding focus itu ternyata mampu membius pemilih materialisme. Sebagai
gantinya Jokowi mengkemas enam program yang digemari pemilih. Wal hasil,
program tersebut dicitrakan memiliki sentuhan dengan wong cilik dan seolah
Jokowi mampu mendengarkan denyut jantung masyarakat. Betapa tidak, ketika enam
program Jokowi itu ditawarkan, ternyata laris manis.
Enam Program Jokowi-MA
Yang di Sukai Masyarakat
No Jenis Program |
Skor Yang di Sukai % |
1.Kartu Indonesia
Sehat |
Di sukai 83,3 |
2.Kartu Indonesia
Pintar |
Di sukai 80, 2 |
3.Program Keluarga
Harapan |
Di sukai 67, 9 |
4.Pembangunan
Infrastruktur |
Di sukai 67, 2 |
5.Program Dana Desa |
Di sukai 66,1 |
6.Beras Sejahtera |
Di sukai 63, 7 |
Sumber : Tempo.Co, 2019
Hasil penelitian
program kampanye dari beberapa Lembaga Survey independent, #01 mendapat respon
positif masyarakat dan mengantarkan perolehan suara paslon Jokowi-Maruf Amin
pun ketampuk kekuasaan untuk kedua kalinya.
Efek 6 program di atas,
bagi Ganjar sangat penting dan hasilnya ke depan bisa berkurang atau bertambah
bergantung strategi pemenangannya. Apalagi aspek geopolitik dan political lanscapenya
sangat menentukan arah perubahan pemilih. Pergeseran pemilih harus dibaca
secara bijaksana seperti dibawah ini:
Varian Responden
Menurut Tingkat Pendidikan
No. Kategori Pendidikan |
Frekuensi % |
1.SD,SLTP, SLTA/Tamat
dan Tdk Tamat |
54 |
2.Diploma/S1 |
35 |
3.S1/S3 |
11 |
Total |
100,00 |
Sumber: Data diolah,
2019
Komposisi pemilih perlu
disikapi secara tematik alur dinamika perubahannya…Ujar Yudi. Konsep visioner dari lanskap politik PDI
Perjuangan perlu mengedepankan political change despite its broad reach is
usually defined as a significant.” Strategi tidak hanya menentukan
kemenangan politik, tetapi juga akan berpengaruh terhadap perolehan suara
partai”.
Parpol papan atas
seperti PDIP memiliki kekuatan dan peluang untuk merebut pemilih, bahkan
mencapreskan kader dan non kadernya. Syarat dan ketentuan berlaku bagi
kandidat. Pertama, ketika PDIP menetapkan kadernya Ganjar Pranowo
sebagai capres, maka Parpol koalisi memiliki kewajiban melakukan memetaan
pemilih dan mengukur kekuatan infrastruktur Parpol di daerah pemilihan. Kedua,
sejauhmana efek domino dari capres yang diusung terhadap perolehan suara
lintas Parpol diberbagai provinsi.
Dari fenomena di atas,
aneka wajah-wajah capres yang dijagokan lintas parpol hari ini telah merubah
peta koalisi. Sebut saja, koalisi seperti (KIR) Koalisi Indonesia Raya yang
terdiri dari Parpol Gerindra dan PKB harus siap berhadapan dengan capres PDIP
Ketika PPP dan beberapa partai lainnya pun ingin hengkang ke PDIP. Sedangkan,
Koalisi Perubahan (KP) terdiri NasDem, PKS dan Demokrat, berada diujung tanduk
untuk tidak dikkatakan bubar jalan. Apalagi, yang terakhir Koalisi Indonesia
Bersatu (KIB) terdiri Golkar, PAN dan PPP mulai satu satu lompat pagar.
Bursa Wakil Presiden
Hadirnya Jokowi
menggenapkan dan mentransformasikan program-program kepempinannya kelak kepada
presiden terpilih 2024, itu sudah menjadi sesuatu yang wajar agar transisi
kekuasaan dan kontinuitas pembangunan tetap berjalan baik. Akan tetapi kesan
yang ditangkap pihak lain, bahwa Jokowi membawa misi capres yang diunggulkan
dari PDIP. Tak heran, politikus senior dan wakil ketua umum Partai Golkar
Nurdin Halid terang-terangan menolak PDIP gabung ke Koalisi Besar jika kadernya
ingin jatah capres (CNNIndonesia TV, senin (10/4).
Pasalnya, menurut wakil
ketua umum Golkar itu, Koalisi Besar akan menjadi susah menentukan capres jika
PDIP bergabung. Menurutnya lagi, beberapa partai sejauh ini telah menetapkan
jagoannya masing-masing untuk menjadi capres.
Jika ini terjadi dalam
koalisi besar, maka peta koalisi bisa runyam. Bahkan terjadi pergeseran
pasangan calon dan terjadi pula politik dagang sapi. Dugaan itu benar adanya,
Ketika PDIP menetapkan Ganjar menjadi capres, peta koalisi bergeser. Sulit bagi
PDIP berkoalisi dengan Partai NasDem, PKS dan Demokrat.
Apalagi, Gerindra,
PKB, Golkar, PAN telah mengusung Prabowo Subianto menjadi capres. Tak
berlebihan jika PDIP kembali ke platform dan menghitung sendiri untuk
menghadapi Koalisi Perubahan dan Koalisi Besar. Tak heran, paslon Garjar-Anies that
is impossible. Bahkan, jika Prabowo berpasangan dengan Erlangga atau Prof.
Mahmud MD ini paslon laris manis dan petir di siang hari bolong bagi PDIP.
Pertanyaannya yang
tersisa, siapa pendamping capres Ganjar Pranowo? PDIP tengah menimbang-nimbang,
Ganjar pun tengah menunggu signalnya pusaran kekuasaan PDIP. Ada beberapa nama
yang diunggulkan. Sebut saja, Erick Tohir, Sandiaga Uno, Prof. Mahmud MD dan
Prof Nazaruddin Umar. Nama-nama tersebut memiliki kemewahan personalitas
masing-masing. Lagi lagi kembali kepada kebutuhan dan tantangan Indonesia ke
depan.
Jika Indonesia
berkonsentrasi ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, nama Erick Thohir atau
Sandiaga Uno adalah pilihan tepat yang sesuai kompetensinya. Sebaliknya,
manakala PDIP ingin menegakkan hukum dan memberantas korupsi maka Prof Mahmud MD
pilihannya. Begitu pula, Prof Nazaruddin Umar sangat tepat jika PDIP ingin
menjaga keberagaman dan keseimbangan kekuatan nasionalisme vs Islam
dalam bingkai persatuan.
Tantangan kedepan
Ganjar dan wakilnya tak lebih ringan
dibandingkan era Jokowi-MA. Betapa tidak, dari sisi politik stempel
partai nasionalis secara historis selalu saja berhadap-hadapan dengan parpol
yang mengusung ideologi agama. Baru saja stempel yang dilekatkan kepada PDIP
dan Ganjar sebagai anti Islam. Kendati itu hoax dan fitnah picisan tentu
implikasinya akan berdampak negatif terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Tak hanya itu, dari
sisi geopolitik perekonomian Indonesia harus berada dalam pusaran keseimbangan
kekuatan agar cita-cita kemandirian, kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat
dapat terwujud dan Ganjar Pranowo mampu dipastikan mencetak kemenangan Hattrick
PDI Perjuangan.
Berjuang Satu Untuk
semua
Bersama Ganjar Pranowo,
Relawan Jokowi, Relawan Ganjar dan Relawan Erick Thohir telah merapatkan
barisan dan bergabung dalam Front Kebangsaan. Menyikapi dinamika politik yang
berkembang belakangan ini. Deklarasi FK yang menyatakan dukungan aspirasi
politik kepada PDI Perjuangan menyandang tantangan yang tidak ringan. Menolak
isu politik yang dapat mendekonstruksi dan memecah persatuan seperti politik
identitas, intoleransi dan isu khilafah tak cukup hanya di bibir. Isu itu harus
dieliminasi ketika Indonesia dihadapkan persaingan global dan pembangunan ke
depan, kita butuh ikatan sesama anak bangsa untuk saling bahu membahu membangun
negeri ini.
Berangkat dari relasi itu, FK akan selalu berada digaris terdepan mengawal dan menjaga kebijakan PDI Perjuangan. Tak berlebihan Ketika, Ganjar Pranowo ditugaskan PDIP, maka FK akan selalu mengawal, berjuang dan memenangkan pasangan calon yang diputuskan PDIP. (Penulis adalah Wakil Koord Front Kebangsaan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar