PONTIANAK - wartaexpress.com - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengajak masyarakat untuk terlibat dalam proses intervensi penurunan stunting di wilayah ini. Stunting atau kekerdilan, adalah kondisi gagal tumbuh pada anak Balita (bawah lima tahun), yang diakibatkan kekurangan gizi kronis, sehingga tinggi badan anak terlalu rendah (kerdil) dari standar usianya.
Tidak hanya itu,
Gubernur Kalimantan Barat, yang diwakili oleh Asisten Administrasi dan Umum
Setda Provinsi Kalbar, Sekundus, S.Sos, MM, menjelaskan, bahwa stunting juga
dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan
kemampuan kesehatan mental dan penerimaan pembelajaran yang kurang, serta
prestasi sekolah yang buruk.
"Seluruh pemangku
kepentingan, baik dari pemerintah maupun masyarakat, perlu terlibat dalam
proses intervensi penurunan stunting," tutur dia, pada kegiatan Bimbingan
Teknis Penanganan Stunting di Kawasan Perbatasan, di Hotel Aston Pontianak,
Kamis (29/4/2021).
Dalam sambutan Gubernur Kalbar yang dibacakan Asisten Administrasi dan Umum Setda Provinsi Kalbar, dikatakan, bahwa untuk keberlangsungan bantuan kegiatan Posyandu, perlu dukungan dari Kementerian Desa dalam bentuk penyaluran dana desa. Kemudian dalam mendukung kampanye makan ikan, dapat didukung dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Dana Bibit Ikan.
"Adapun
faktor-faktor yang mepengaruhi terjadinya stunting antara lain, tidak diberikan
ASI Eksklusif, pemberian MPASI yang buruk (komposisi MPASI tidak bisa menambah
kekurangan zat gizi makro dan mikro dari ASI), air sanitasi dan kebersihan yang
masih buruk, berhubungan dengan diare, infeksi berulang, paparan mikotosin,
arsenik, dan bahan bakar, kurangnya stimulasi dan asuhan gizi pada ibu serta
depresi pada ibu," papar Sekundus.
Lebih lanjut dia
memaparkan, capaian indikator pendukung stunting pada tahun 2020 antara lain,
persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (K4) 81,52 persen,
persentase ibu hamil KEK 8,74 persen, persentase ibu hamil yang mendapat tablet
tambah darah 83,03 persen, persentase desa/kelurahan ODF 10,2 persen, dan
persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan sebesar 53,1 persen.
Sebagai informasi, bahwa berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, arah perbaikan program gizi, yaitu perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang, perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik dan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi sesuai dengan kemajuan ilmu, serta peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. (Rls/danil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar