JAKARTA - wartaexpress.com - Sejarah panjang wartawan Indonesia dalam memperjuangkan kebebasan pers saat ini patut diapresiasi dan dicatat dalam literasi yang berkaitan dengan dunia jurnlistik. Hal itu penting agar generasi muda wartawan bisa mengetahui masa kelam pers saat kebebasan dikurung dan dikebiri oleh rezim otoriter di era orde lama dan orde baru.
Sejarah ini, menurut
Ketua Presidium Forum Komunikasi Media Independen (FKMI) Andre Irwansyah,
adalah sebuah pencapaian yang harus terus dijaga, dirawat dan dipersatukan
tanpa membedakan kasta-kasta yang dulu dibentuk oleh rezim penganut otoriterian
kekuasaan.
Andre mengatakan,
kebebasan pers yang diperjuangkan oleh 29 organisasi wartawan hingga mereka
berhasil menerbitkan UU Pokok Pers No. 40 Tahun 1999 dan merumuskan Etika
Jurnalistik di Bandung adalah milik semua wartawan Indonesia, milik umat pers,
milik mereka yang mendedikasikan diri dalam dunia jurnalistik dan menjalankan
fungsi pers bagi kepentingan publik.
“Kebebasan pers milik
semua wartawan Indonesia bukan milik sebagian orang atau sekelompok organisasi
saja karena pencapaian ini diperjuangkan oleh berbagai macam elemen kelompok
wartawan bukan hanya segelitir orang atau kelompok tertentu,” tegas Andre
melalui keterangan resminya di Jakarta pada Kamis (24/3) hari ini.
Menurut Andre, keliru
jika ada orang atau kelompok yang melahirkan kasta-kasta jurnalistik tanpa
memperhatikan tugas dan fungsi pers sesungguhnya yakni memperjuangkan
kepentingan publik dan melakukan kritik sosial jika ada elemen manapun yang
membuat kebijakan tidak sesuai dan menyengsarakan masyarakat luar.
“Selama wartawan atau
media itu menjalankan fungsi pers dengan baik melalui aturan etika jurnalistik,
maka mereka harus dibela dan diberikan ruang kebebasan pers. Nggak boleh ada
perbedaan dan satu aturan manapun yang malah mengurung kebebasan pers karena
itu sama saja pembungkaman secara tidak langsung,” ujarnya.
Andre menegaskan, dua
hal yang harus dipegang oleh wartawan dan media adalah UU Pers No 40 Tahun 1999
dan Etika Jurnalistik yang dirumuskan di Bandung dan ditandatangani oleh 29
organisasi wartawan pada saat itu. Sementara itu dalam membentuk karakter dalam
dunia kewartawanan, sejarah pers adalah pelajaran penting pertama bagi mereka.
“Perjalanan sejarah
pers Indonesia harus digelorakan kepada generasi muda wartawan Indonesa karena
dengan begitu karakter mereka bisa terbentuk dan karya-karya jurnalistik bisa
dilahirkan maksimal,” tukasnya.
Andre menilai, keliru
jika belakangan ada aturan-aturan yang dibuat oleh pers dan malah mengurung
kebebasan yang sudah dicapai. Hal itu dianggap tidak sehat dan malah akan
melahirkan perpecahan atau koflik berkepanjangan ditubuh pers hingga akhirnya
predator kebebasan dengan leluasa menghabisi fungsi wartawan dan media,
khususnya mereka yang masih menganut pers pejuangan yang saat ini sudah langka.
“Sisakan ruang kebebasan pers bagi orang muda karena dengan begitu negeri akan sehat dan menemukan obat untuk penyakitnya. Jangan pernah membuat aturan yang bisa jadi boomerang dan mengurung kebebasan yang sudah diraih selama ini,” pungkasnya. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar