JAKARTA - wartaexpress.com - Pada persidangan sebelumnya (24/08/21), Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan adanya aliran dana ke rekening pribadi milik terdakwa senilai kurang lebih Rp. 13 miliar di 2 rekening (Panin dan Nobu). Kini kembali JPU beberkan aliran dana ke rekening lainnya milik terdakwa Hendra Murdianto yang terjerat kasus penipuan jual beli Kondotel Grand Eschol Residence.
Dalam persidangan kali
ini dijelaskan, bahwa ada tiga rekening atas nama PT. Mahakarya Agung Putera (MAP)
yang dibuka di Bank BCA KCU Gading Serpong. Dan dari ketiga rekening tersebut
mengalir dana total lebih dari Rp. 57 miliar ke rekening BCA milik terdakwa.
Hal ini dibenarkan oleh
dua orang saksi yang merupakan perwakilan dari Bank BCA KCU Gading Serpong.
"Seperti yang tercatat pada rekening koran, ada banyak transaksi yaitu Rp.
2,6 miliar, Rp. 54 miliar, Rp. 1,045 miliar," ucap salah seorang saksi
dari Bank BCA.
Sementara itu, ada lagi
tercatat kurang lebih Rp. 965 juta dana yang masuk dalam rekening Bank Permata
digunakan untuk pembiayaan KPR. “Berdasarkan rekening koran dana masuk dari
rekening BCA milik PT. MAP mulai dari tanggal 06 Oktober 2016 dilakukan
autodebet untuk pembiayaan KPR, tercatat hingga Desember 2016," ungkap
Netty, salah seorang saksi dari Bank Permata menjawab pertanyaan JPU terkait
aliran dana.
Dalam persidangan ini
juga menghadirkan saksi Andrianto yang merupakan bekas Direktur Marketing PT.
Mahakarya Agung Putera. Dalam awal kesaksiannya Andrianto menerangkan, bahwa
awal mula kenal dengan terdakwa Hendra yang merupakan rivalnya dalam bisnis
perdagangan handphone hingga menjadi pengusaha properti.
Saksi juga bercerita
bagaimana rekening pribadinya digunakan untuk keperluan operasional PT. MAP dan
mendpatkan imbalan uang cash Rp. 200.000/hari dari terdakwa untuk penggunaan
rekening pribadinya tersebut.
Dari sisi lainnya,
pengacara terdakwa melakukan pembelaan terhadap kliennya, dengan mempertanyakan
kepada saksi Andrianto terkait permintaan sejumlah uang yang dilakukan
pengacara salah satu korban kepada saksi dalam upaya penggantian kerugian
korban.
Sontak sidang menjadi
ramai dengan keberatan dari pihak JPU dan pengacara para korban karena tidak
relevan dengan persidangan. Namun Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada
saksi untuk menjawab. "Biarkan dulu saksi menjawab, nanti kalau tidak
relevan kita akan mengesampingkan pernyataan tersebut," tegas Hakim Ketua
yang memimpin persidangan.
"Pernah ada
pertemuan di salah satu restoran dan penyerahan uang sebesar $ 9.000 SGD
diserahkan oleh terdakwa kepada salah satu korban," jawab Andrianto.
Sementara itu Pengacara
para korban seusai persidangan memberikan keterangan kepada awak media terkait
penyebutan namanya dalam permintaan sejunlah uang dalam persidangan.
"Dulu itu ada
korban bernama John, untuk menutup laporan dilakukan perjanjian perdamaian.
Sekarang sudah tidak ada lagi korelasinya dengan persidangan yang berjalan.
Saya yakin Majelis Hakim sangat relevan, jadi akan mengesampingkan hal-hal
tersebut," tegas Sulaiman.
Sulaiman menambahkan di akhir katanya, semoga Majelis Hakim memutuskan seadil-adilnya untuk kasus ini, mengingat para korban benar-benar kena tipu ratusan juta rupiah. (Rls/Patar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar