PAPUA - wartaexpress.com - Pemerintah diminta menetapkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai organisasi Teroris. Pasalnya, karena tindakannya OPM selama ini nyata-nyata merupakan bentuk teror terhadap warga Papua selain menyuarakan perlawanan terhadap eksistensi negara.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), Efriza
mengatakan, bahwa sudah sangat layak apabila OPM dikatakan sebagai organisasi
teroris, karena aksi yang dilakukan selama ini bukan hanya memakan korban dari
kalangan aparat keamanan tapi juga masyarakat Papua melalui tindakan yang
bersifat teror.
"OPM selama ini jelas-jelas menolak secara tegas Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan meminta agar Papua merdeka penuh dari Indonesia," ujarnya dalam webinar bertajuk OPM sebagai Organisasi Teroris, Jumat (15/1/2021).
Dirinya pun memberi contoh aksi teror yang baru-baru ini dilakukan OPM.
Aksi tersebut dilakukan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)
OPM daerah 8 Intan Jaya yang telah membakar pesawat misionaris milik PT. MAF
pada tanggal 6 Januari 2021.
Dia menilai aksi teror OPM juga dilakukan terhadap langkah pembangunan
pemerintah di Papua dengan membunuh belasan karyawan PT. Istaka Karya yang
sedang mengerjakan proyek Jalan Trans Papua di Nduga pada tahun 2018.
"Kekejaman OPM juga sering kita lihat saat mereka menembaki heli milik
TNI yang sedang mengevakuasi prajurit dan membawa logistik ke daerah pedalaman
Papua. Lalu ada juga peristiwa pembacokan pada tukang ojek di Kab. Intan
Jaya," katanya.
Menurut dia, Presiden Jokowi telah berupaya menghadirkan negara secara
nyata di Papua yang diimplementasikan dengan pendekatan kesejahteraan melalui
pemberian dana Otsus dan berbagai pembangunan infrastruktur.
Namun di sisi lain, kata dia, tindakan OPM malah berseberangan dengan sikap
pemerintah yaitu dengan menunjukkan perlawanan untuk menunjukkan ketidak setujuan
mereka apabila Papua sejahtera.
Karena itu, dia menilai selain menggunakan pendekatan kesejahteraan juga perlu dibarengi dengan pendekatan militer untuk memberikan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat Papua, dan dengan memasukkan OPM sebagai organisasi teroris di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Konsekuensinya ketika jadi organisasi teroris maka Indonesia tidak
dapat diintervensi oleh PBB. Hal ini juga untuk membatasi ruang gerak OPM
sehingga tidak lagi mendapat sumbangan dana dari LSM luar negeri. Bila ini
dilakukan, maka ada kemungkinan OPM akan lebih agresif dan mencoba terus
menujukkan identitasnya. Karena itu, Papua butuh penguatan kekuatan militer
dengan jumlah yang proporsional untuk terus menjaga situasi wilayah agar tetap
aman dan damai," jelasnya.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),
Irfan Idris mengatakan, bahwa selama ini label teroris selalu ditujukan pada
kelompok yang melakukan aksi teror dengan menggunakan simbol keagamaan.
Namun menurut dia masyarakat kurang "aware"
pada aksi teror OPM yang selama ini dilakukan telah memakan korban baik dari
kalangan aparat keamanan dan masyarakat sipil Papua.
"Varian radikalisme di Indonesia bisa dikategorikan pada tiga hal,
yaitu dalam hal politik, keyakinan, dan tindakan. Kategori politik dan tindakan
bisa dilihat pada OPM yaitu tindakan brutal yang menyebarkan aksi teror,"
ujarnya dalam kesempatan sama.
Dia berpendapat, walaupun aksi teror OPM tidak berbasis pada simbol keagamaan namun lebih pada aspek geografis dan itu justru lebih berbahaya karen kalau dibiarkan terus-menerus akan menghabisi wilayah Republik Indonesia. (Kontr/A.Rohanda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar