JAKARTA - wartaexpress.com - Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) resmi mencabut larangan ekspor minyak goreng dan juga Crude Palm Oil (CPO). Hal itu akan mulai berlaku pada 23 Mei 2022 mendatang.
Organiasi Petani Kelapa
Sawit Indonesia pun menyambut baik dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Presiden Jokowi terkait keputusan untuk mecabut larangan ekspor tersebut.
Apresiasi itu datang dari, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Apkasindo Perjuangan, Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir), Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Japsbi).
"Mengapresiasi dan
berterima kasih kepada Bapak Presiden Joko Widodo telah mengumumkan secara
resmi pencabutan larangan ekspor CPO yang akan berlaku pada tanggal 23 Mei
2022," tulis siaran pers bersama organiasi petani sawit Indonesia, Jakarta,
Jumat (20/5).
Kebijakan yang salah
satunya mempertimbangkan keberlanjutan nasib 17 juta pekerja sawit itu, kata
Ketua Umum Apkasindo Alpian Arahman, tentunya turut menormalkan tata niaga
sawit Tandan Buah Segar (TBS) petani sawit di seluruh Indonesia.
"Yang sempat
mengalami masalah baik dari sisi harga yang turun drastis di bawah rata-rata 2
ribu rupiah per kilogram, dan juga pembatasan pembelian TBS yang dilakukan oleh
beberapa perusahaan di wilayah Sumatera, Kalimantan dan juga Sulawesi,"
kata Alpian.
Sementara itu, Ketua Umum POPSI, Pahala Sibuea, juga mendukung sikap dari Presiden Jokowi yang ingin melakukan pembenahan prosedur dan regulasi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Karena kami juga
melihat di BPDPKS menjadi salah satu kunci untuk perbaikan pada tata kelola
sawit di Indonesia, misalnya kedepan BPDPKS itu harus fokus mendukung
kelembagan-kelembagan petani sawit di seluruh Indonesia," ujar Pahala.
Pahala memaparkan, selama
ini BPDPKS banyak dimanfaatkan hanya untuk kepentingan konglomerat biodiesel.
Menurutnya, hal itu, bisa dilihat dari dana BPDPKS 137,283 triliun yang dipungut
sejak tahun 2015 sampai 2021 mayoritas sekitar 80,16 persen dana itu hanya
untuk subsidi biodiesel yang dimiliki oleh konglomerat sawit.
"Sementara petani
sawit hanya sebesar 4,8 persen melalui program Peremajaan Sawit Rakyat
(PSR)," ucap Pahala.
Sedangkan, Ketua Umum Fortasbi, H. Narno, berharap setelah pencabutan ekspor CPO maka tata kelola sawit yang harus diperhatikan oleh Pemerintah adalah adanya dukungan kepada kelembagaan petani sawit untuk memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit sampai minyak goreng dengan memanfaatkan beradaan dana sawit yang dikelola oleh BPDPKS. (Rls/MM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar