KARAWANG - wartaexpress.com - Empat tahun kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Negeri Karawang, baru P21 dengan satu tersangka mendapat sorotan dari pegiat anti korupsi GPHN-RI.
“Saya yang ikut andil
memantau DAK kegiatan Damparit Kab. Karawang sejak sebelum dilaksanakan sampai Kejari
Karawang mulai obok-obok kegiatan Damparit ini. Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk
kegiatan Damparit ini bersumber dari APBN tahun 2018 sebesar Rp. 9,2 miliar
yang menjadi modal belanja daerah, dananya langsung masuk ke rekening 109
kelompok tani. Jumlah yang diterima oleh masing-masing kelompok tani
bervariasi, dari Rp. 50 sampai Rp. 90 juta per kelompok tani,” ujar Ketum
GPHN-RI.
Dikatakan, bahwa dari
total pagu yang diterima kelompok tani tersebut sesua Peraturan Menteri
Pertanian Tahun 2018 tentang DAK, ada prosentase 70% untuk belanja matreal dan
30% upah kerja kelompok tani.
Dalam perkara dugaan
tindak pidana korupsi ini Kejari Karawang mempersoalkan adanya pungutan yang dilakukan
terdakwa. “Menurut saya, tuduhan penyidik Pidsus Kejari Karawang ini ngawur dan
tidak jelas sumbernya,” tegasnya.
Fakta persidangan : Para
Ketua Kelompok Tani sebagai penerima langsung Dana Alokasi Khusus menyampaikan
tidak kenal dengan terdakwa dan tidak pernah memberikan uang kepada terdakwa.
Dan para Ketua Kelompok
Tani dengan polos menyampaikan kepada Ketua Majelis Hakim pernah memberikan
uang kerohiman kepada UPTD Rp. 2 juta, dan ada yang memberikan Rp. 5 juta, dan
itupun diambilkan dari upah kerja kelompok tani.
“Karena sesuai
Peraturan Menteri Pertanian Tahun 2018 dari total pagu DAK tersebut ada hak
kelompok tani 30% sebagai upah kerja. Sementara pungutan yang dilakukan di
lapangan terdakwa tidak mengetahuinya,” jelasnya.
Disampaikan, bahwa dalam
rapat dengan kelompok tani poin penting yang disampaikan terdakwa adalah
meminta agar petani mengasuransikan sawahnya dari uang pribadi bukan uang dari Damparit.
“Kemudian Laporan
Pertanggungjawaban yang menjadi kewajiban petani, dalam hal ini mana bisa
kelompok tani membuat LPJ sesuai ketentuan pemerintah? Kemudian terdakwa
menyampaikan ke petani agar petani tanya pada petugas desa, kecamatan atau ke kabupaten.
Kemudan Petugas Lapangan membantu untuk hal tersebut,” lanjut Ketum GPHN-RI.
Mengingat dalam RAB
tidak ada biaya untuk pembuatan LPJ, sehingga petani mengambilnya dari hak
petani dalam RAB yaitu 30% yang merupakan upah kerja. Dalam hal ini tidak ada
pungutan yang mengurangi RAB, dan sama sekali tidak ada kerugian keuangan negara.
“Untuk itu, saya
berharap Majejelis Hakim terbuka mata hatinya dan menghukum ahli atau auditor
independen bila terbukti membuat keterangan palsu. Karena keterangan palsu ini
harus dipertanggung jawabkan sampai di akhirat,” tegas Ketum GPHN-RI.
Di sisi lain, Ketum
GPHN-RI juga terus menyoroti jalanya persidangan perkara Distan ini. “Kami
menduga kuat Hj. Usmania menjadi kambing hitam dalam perkara dugaan Tipikor
Distan Kab. Karawang. Kasus tindak pidana korupsi itu harus ada kerugian negaranya,
dan yang berwenang menyimpulkan kerugian negara adalah BPK-RI.
“Untuk itu, kami
sebagai pegiat anti korupsi meminta Jaksa Agung segera turun tangan dan
menghentikan perkara dugaan Tipikor Damparit Kab. Karawang, karena ada seorang
ibu yang sudah usia lanjut menjadi kambing hitam dalam perkara ini. Ibu Hj.
Usmania mantan Kabid Sarpras yang tidak menikmati apa-apa kini menjadi terdakwa,”
terang Ketum.
Dan mengingat pada
tahun 2019 seluruh Kajati, Kajari, Jaksa Agung, Kapolda, Kapolres dan Kapolri
dikumpulkan di Sentul untuk mendengarkan arahan dari Presiden RI, Joko Widodo.
Dari arahan Presiden RI tersebut terbitlah MoU antara Kejaksaan RI, Polri, dan
Kemendagri, tentang tata cara menangani kasus dugaan Tipikor yang berasal dari
pengaduan masyarakat.
“Menurut saya telah
terjadi mal administrasi terkait penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi
Damparit oleh Kejari Karawang. Tuduhan Jaksa Kejari Karawang adanya pemangkasan
yang dilakukan terdakwa merupakan tuduhan yang tidak memiliki dasar hukum. Karena
uang pemangkasan itu merupakan uang upah kerja kelompok tani. Oleh sebab itu,
Jaksa Agung harus segera turun tangan untuk mengevaluasi kinerja Kajari Karawang
dan segera menghentikan tuntutan terhadap mantan Kabid Sarpras Hj. Usmaniah (60),
sebab ini merupakan kezaliman yang harus dipertanggung jawabkan sampai di akhirat,”
urainya.
“Kami sebagai pegiat Anti korupsi sejak awal melihat dan mengetahui apa yang dilakukan oleh Penyidik Pidsus Kejari Karawang sejak tahun 2019 sampai tahun 2022 perkara ini baru P21. Dan kami juga akan meminta Komisi lll DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat terkait Perkara Tipikor Distan Karawang ini,” tutup Ketum GPHN-RI. (Rls/Patar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar