Jumat, 24 Juni 2022

Perkara Distan Karawang Terlalu Dipaksakan, GPHN-RI : Jaksa Agung Jangan Tutup Mata


KARAWANG - wartaexpress.com -
Empat tahun kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Negeri Karawang, baru P21 dengan satu tersangka mendapat sorotan dari pegiat anti korupsi GPHN-RI.

“Saya yang ikut andil memantau DAK kegiatan Damparit Kab. Karawang sejak sebelum dilaksanakan sampai Kejari Karawang mulai obok-obok kegiatan Damparit ini. Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk kegiatan Damparit ini bersumber dari APBN tahun 2018 sebesar Rp. 9,2 miliar yang menjadi modal belanja daerah, dananya langsung masuk ke rekening 109 kelompok tani. Jumlah yang diterima oleh masing-masing kelompok tani bervariasi, dari Rp. 50 sampai Rp. 90 juta per kelompok tani,” ujar Ketum GPHN-RI.

Dikatakan, bahwa dari total pagu yang diterima kelompok tani tersebut sesua Peraturan Menteri Pertanian Tahun 2018 tentang DAK, ada prosentase 70% untuk belanja matreal dan 30% upah kerja kelompok tani.

Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi ini Kejari Karawang mempersoalkan adanya pungutan yang dilakukan terdakwa. “Menurut saya, tuduhan penyidik Pidsus Kejari Karawang ini ngawur dan tidak jelas sumbernya,” tegasnya.

Fakta persidangan : Para Ketua Kelompok Tani sebagai penerima langsung Dana Alokasi Khusus menyampaikan tidak kenal dengan terdakwa dan tidak pernah memberikan uang kepada terdakwa.

Dan para Ketua Kelompok Tani dengan polos menyampaikan kepada Ketua Majelis Hakim pernah memberikan uang kerohiman kepada UPTD Rp. 2 juta, dan ada yang memberikan Rp. 5 juta, dan itupun diambilkan dari upah kerja kelompok tani.

“Karena sesuai Peraturan Menteri Pertanian Tahun 2018 dari total pagu DAK tersebut ada hak kelompok tani 30% sebagai upah kerja. Sementara pungutan yang dilakukan di lapangan terdakwa tidak mengetahuinya,” jelasnya.

Disampaikan, bahwa dalam rapat dengan kelompok tani poin penting yang disampaikan terdakwa adalah meminta agar petani mengasuransikan sawahnya dari uang pribadi bukan uang dari Damparit.

“Kemudian Laporan Pertanggungjawaban yang menjadi kewajiban petani, dalam hal ini mana bisa kelompok tani membuat LPJ sesuai ketentuan pemerintah? Kemudian terdakwa menyampaikan ke petani agar petani tanya pada petugas desa, kecamatan atau ke kabupaten. Kemudan Petugas Lapangan membantu untuk hal tersebut,” lanjut Ketum GPHN-RI.

Mengingat dalam RAB tidak ada biaya untuk pembuatan LPJ, sehingga petani mengambilnya dari hak petani dalam RAB yaitu 30% yang merupakan upah kerja. Dalam hal ini tidak ada pungutan yang mengurangi RAB, dan sama sekali tidak ada kerugian keuangan negara.

“Untuk itu, saya berharap Majejelis Hakim terbuka mata hatinya dan menghukum ahli atau auditor independen bila terbukti membuat keterangan palsu. Karena keterangan palsu ini harus dipertanggung jawabkan sampai di akhirat,” tegas Ketum GPHN-RI.

Di sisi lain, Ketum GPHN-RI juga terus menyoroti jalanya persidangan perkara Distan ini. “Kami menduga kuat Hj. Usmania menjadi kambing hitam dalam perkara dugaan Tipikor Distan Kab. Karawang. Kasus tindak pidana korupsi itu harus ada kerugian negaranya, dan yang berwenang menyimpulkan kerugian negara adalah BPK-RI.

“Untuk itu, kami sebagai pegiat anti korupsi meminta Jaksa Agung segera turun tangan dan menghentikan perkara dugaan Tipikor Damparit Kab. Karawang, karena ada seorang ibu yang sudah usia lanjut menjadi kambing hitam dalam perkara ini. Ibu Hj. Usmania mantan Kabid Sarpras yang tidak menikmati apa-apa kini menjadi terdakwa,” terang Ketum.

Dan mengingat pada tahun 2019 seluruh Kajati, Kajari, Jaksa Agung, Kapolda, Kapolres dan Kapolri dikumpulkan di Sentul untuk mendengarkan arahan dari Presiden RI, Joko Widodo. Dari arahan Presiden RI tersebut terbitlah MoU antara Kejaksaan RI, Polri, dan Kemendagri, tentang tata cara menangani kasus dugaan Tipikor yang berasal dari pengaduan masyarakat.

“Menurut saya telah terjadi mal administrasi terkait penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi Damparit oleh Kejari Karawang. Tuduhan Jaksa Kejari Karawang adanya pemangkasan yang dilakukan terdakwa merupakan tuduhan yang tidak memiliki dasar hukum. Karena uang pemangkasan itu merupakan uang upah kerja kelompok tani. Oleh sebab itu, Jaksa Agung harus segera turun tangan untuk mengevaluasi kinerja Kajari Karawang dan segera menghentikan tuntutan terhadap mantan Kabid Sarpras Hj. Usmaniah (60), sebab ini merupakan kezaliman yang harus dipertanggung jawabkan sampai di akhirat,” urainya.

“Kami sebagai pegiat Anti korupsi sejak awal melihat dan mengetahui apa yang dilakukan oleh Penyidik Pidsus Kejari Karawang sejak tahun 2019 sampai tahun 2022 perkara ini baru P21. Dan kami juga akan meminta Komisi lll DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat terkait Perkara Tipikor Distan Karawang ini,” tutup Ketum GPHN-RI. (Rls/Patar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oknum Perangkat Desa Ditangkap Satreskrim Polres Purworejo

PURWOREJO - wartaexpress.com - Man (35) warga Desa Lubang Sampang yang juga merupakan Perangkat Desa diamankan Satreskrim Polres Purworejo....