SERANG - wartaexpress.com - Pengadilan Negeri Tipikor Serang, Banten, kembali menggelar Sidang Lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi BJB Cab. Tangerang dengan terdakwa Unep Hidayat dan Djuanningsih, Selasa (23/11/2021).
Sidang perkara Unep dan
Djuanningsi sering membuat tertawa Majelis Hakim, JPU, Tim Penasehat Hukum dan
pengunjung yang ada di ruang sidang.
Penjelasan Unep Hidayat
dengan suara lantang yang selalu menggemparkan ruang sidang dan dengan wajah
berapi-api karena tidak merasa membuat SPK bodong, bahkan hingga saat ini tak
ada satupun saksi yang melihat kapan dan di mana Unep membuat SPK abal-abal
itu.
Ketua Majelis Hakim
yang selalu menanggapi, ya, saat Unep Hidayat sedang berapi-api memberikan
penjelasan disambut senyum dan tawa yang hadir di ruang sidang.
Kedua terdakwa Unep dan
Djuaningsih yang diduga ikut serta membantu terpidana Kunto Aji dan Dherandra, merasa
dirinya sebagai korban skenario jahat terpidana Kunto Aji.
Agenda sidang yang digelar
hari Selasa (23/11/2021) menghadirkan saksi Wawan Supena karyawan Djuaningsih, Djodi
Setiawan suami Djuaningsih, R Zehan Runa Soraya, Eric Aboe Rachmat (tidak hadir),
Drs. Andri Indra Widianto, MT, M.Sc.
Keterangan saksi yang
hadir di ruang sidang terpantau masih sama dengan keterangan saksi pada siding-sidang
sebelumnya, sejauh ini tidak ada saksi yang memberatkan Unep Hidayat yang dituduh
penyidik Kejati Banten yang membuat SPK.
Bahkan banyak saksi
yang dihadirkan oleh JPU tidak mengenal Unep Hidayat, dan para saksi banyak
mengatakan hanya kenal dan bertemu pada saat ada proses hukum di Kejati Banten
tahun 2020, sementara akad kredit di BJB Cab. Tangerang terjadi pada tahun
2015.
Hal ini menggambarkan
betapa buruknya kinerja Kejati Banten dalam melakukan penegakkan hukum, tidak
fair dan sewenang-wenang.
Keterangan para saksi
terhadap terdakwa Unep Hidayat terpantau tidak relevan dan semua saksi tidak
ada satupun yang melihat Unep Hidayat membuat atau menandatangani SPK yang dijadikan
agunan oleh terpidana Dherandra Alteza Widjaya.
Bahkan keterangan dari
pejabat Pemkab Sumedang seluruhnya mengatakan tidak mungkin Unep Hidayat
membuat SPK abal-abal.
Para saksi dari Pemkab Sumedang
yang sudah sejak lama mengenal Unep dan sangat tahu kinerja Unep Hidayat
menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa Unep Hidayat sangat teliti dalam hal
administrasi.
“Dari tahun 2006 hingga
2019 Unep Hidayat mengelola DAK Pendidikan puluhan miliar tidak pernah ada
masalah. Konyol kalau Unep bikin SPK bodong," penjelasan saksi dari Pemkab
Sumedang.
Semua saksi juga
menyampaikan kesimpulan rasanya sangat tidak mungkin Unep membuat SPK abal-abal
yang tidak ada untungnya.
Keterangan para saksi
dalam perkara Unep Hidayat justru menguatkan keterangan hasil audit investigasi
Ikhsan Zr yang dijadikan barang bukti sidang kasus korupsi BJB Cab. Tangerang.
Hasil audit investigasi
yang lakukan Ikhsan Zr, bahwa dokumen yang dijadikan agunan akad kredit BJB Cab.
Tangerang adalah hasil rekayasa Dherandra Alteza Widjaya sebagai Debitur.
Selain itu keterangan
saksi terkait dua perusahaan PT. Djaya Abadi Soraya dan CV. Cahaya Rezeki juga
banyak yang tidak tahu mengenai proses pembuatan kedua perusahaan tersebut.
Hal ini menguatkan
bukti bahwa perusahaan dan dokumen yang digunakan Dhera untuk mengajukan akad
kredit adalah hasil rekayasa Dhera Alteza Widjaya.
Keterangan lain dalam
sidang sebelumnya dari Ershad dan Jajang adalah soal tanda tangan dalam SPK
yang disebut dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang. SPK ini
digunakan oleh terpidana Kunto dan debitur Dheerandra Alteza Widjaya dengan
dalih proyek koperasi pendidikan.
Ershad dan Jajang
meyakini paraf tersebut dikeluarkan oleh Unep. Namun saat ditanya apakah
keduanya menyaksikan Unep menandatangani SPK, mereka tak mampu memberikan bukti
dan penjelasan.
"Pak Unep
mengklarifikasi bahwasanya dia tidak pernah mengeluarkan prodak (SPK).
Sementara pihak BJB sangat meyakini itu. Ketika kita tanya, mereka juga bingung
mau menjawab apa," kata Isram Penasehat Hukum Unep Hidayat.
Menanggapi hal itu,
Ketua Umum Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia (GPHN-RI) Madun
Haryadi, mengatakan keterangan yang diberikan Ershad dan Jajang penuh dengan
keganjilan. Pengakuan keduanya menegaskan bahwa Unep tidak terlibat dalam kasus
korupsi ini. Pasalnya, Ershad dan Jajang tidak memberikan kesaksian secara
jujur dan berpaku pada keyakinan semu.
Ershad dan Jajang
adalah bawahan Kunto. Adapun Kunto dalam dokumen sidang perkara atas dirinya
disebut menekan Ershad dalam penentuan notaris. Ershad juga mengaku tidak
melaksanakan tugas dan wewenang selaku RO Komersial yang melakukan proses
verifikasi kredit secara detail.
"Tidak melakukan
pemeriksaan dokumen SPK secara mendalam, termasuk tidak meneliti akta pendirian
perusahaan," tulis kesaksiannya dalam surat putusan yang dikutip tim
pewarta.
Adapun Jajang adalah
analis yang mendampingi Ershad dalam pekerjaan yang sama. Dia juga memberikan
pengakuan bahwa dokumen permohonan kredit para debitur tidak diperiksa secara
mendetail, terutama dokumen yang berkaitan dengan perusahaan.
Gus Madun menilai
keduanya gagap dalam memberikan kesaksian secara terbuka. Keterangan yang
disampaikan justru terkesan diada-adakan. "Para saksi nampak gagap dan
memberikan keterangan yang tidak jelas," kata pria yang akrab disapa Madun
ini kepada awak media.
Sejak awal kasus ini
ditangani Kejaksaan Tinggi Banten, kata dia, GPHN-RI sudah melayangkan kritik
pedas bahwa penegakkan hukum tindak pidana korupsi BJB Tangerang sangat
amburadul.
Dia menyebut penegakan
hukum kasus ini bermotif mencari keuntungan pribadi, karena banyak fakta yang
disembunyikan oleh Kejaksaan Tinggi Banten. "Bahkan terjadi akal-akalan
oknum Jaksa yang menjadi saksi Unep yang juga korban dari para terdakwa sebagai
tersangka," katanya.
Madun menegaskan,
beberapa orang saksi yang dihadirkan JPU dalam sidang Selasa lalu justru adalah
pihak yang lebih tepat dijadikan tersangka. Sebab, Unep Hidayat yang
dikorbankan jadi tersangka oleh Kejaksaan nyatanya tidak menikmati dan tidak
mengambil keuntungan apapun dari duit bank yang dibobol oleh Kunto dan
Dheerandra.
"Jika nanti
Majelis Hakim mata hatinya terbuka dan menggunakan hati nurani dalam memeriksa
perkara Unep Hidayat, saya sebagai pegiat anti korupsi yang sudah pengalaman
ratusan kali menyajikan laporan dugaan tindak pidana korupsi meyakini Majelis Hakim
akan membebaskan UH demi hukum," kata Madun.
"Tapi jika Majelis
Hakim mewakili kepentingan JPU, saya juga meyakini para Majelis Hakim akan
menghadapi tuntutan di akhirat nanti," imbuhnya.
Sebagai informasi, para
saksi yang sempat gagap saat dicecar pertanyaan oleh penasehat hukum Unep
Hidayat adalah sebagai berikut:
1.Dindin A Syabarudin,
selaku Manager Komersial Bank BJB Cab. Tangerang sejak tahun 2012 sampai dengan
tahun 2017. Dia pihak yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan kredit segmen
komersial, dana institusi dan kualitas kredit termasuk Kredit Modal Kerja
Konstruksi (KMKK), dan juga mengusulkan Kredit kepada atasanya, yakni Pimpinan
Cabang.
2.Jajang Nurjaman,
selaku Analis Kredit Komersial dan selaku anggota Komite Kredit di Bank BJB
Tangerang pada 2015 lalu.
3.Ershad Bangkit
Yoslifar, selaku Analis Kredit Komersial (RO), anggota Komite Kredit BJB
Tangerang pada 2015 lalu. Ershad kini sudah mengundurkan diri. Dia sebelumnya
bertugas melakukan verifikasi kelayakan permohonan kredit yang disampaikan oleh
debitur dan monitoring penggunaan dana fasilitas kredit bersama dengan analis
kredit Jajang Nurjaman.
Ketiga saksi di atas,
menurut Madun, yang lebih patut dijadikan tersangka karena memiliki kapasitas
dan peran penting dalam meloloskan akad kredit Rp 8,7 miliar yang diajukan oleh
Dheerandra Alteza Widjaya.
"Dari total
kerugian negara Rp. 8,1 miliar, hanya ada uang Rp. 1 miliar yang diselamatkan
oleh Kejati Banten yang pada saat itu dipimpin Asep Nana Mulyana," kata
Madun.
Main-Main Kasus Ala Oknum
Jaksa Kejati Banten
Madun menduga kuat
mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Asep Nana Mulyana dan mantan Asisten
Pidana Khusus Sunarko hanya bermain-main dalam menangani kasus korupsi BJB
Tangerang. Oknum-oknum Jaksa di Banten membangun opini seolah-olah berhasil
menyelamatkan uang negara Rp. 8,7 miliar, padahal hanya Rp. 1 miliar yang
berhasil dikembalikan.
"Saya sebagai
pegiat anti korupsi yang memiliki data aliran dana Rp. 8,7 miliar tersebut akan
meminta KPK RI mengambil alih kasus BJB Cab. Tangerang ini. Banyak fakta yang
ditutupi oleh Kejati Banten," ujar Madun.
Berdasarkan fakta hukum
persidangan kasus BJB Tangerang, hasil audit investigasi Ikhsan ZR mengenai
aliran dana bank yang dibobol oleh terpidana Kunto Aji dan Dherandra adalah
sebagai berikut:
Aliran dana yang masuk
ke PT. Djaya Abadi Soraya (milik Dheerandra) : 1.Tanggal 02-11-2015 RTGS ke
Djuanningsih Rp. 2.000.0000.0000. 2.Tanggal 02-11-2015 Pinbuk ke R. Zehan Rp. 750.000.000.
3.Tanggal 5-11-2015 penarikan cek oleh Cecep (atas perintah Kunto Aji) Rp. 500.000.000.
4.Tanggal 11-11-2015
penarikan cek oleh Prihartomo Rp. 145.000.000. 5.Tanggal 11-11-2015 Pinbuk ke
Djuanningsih Rp. 500.000.000. 6.Tanggal 11-11-2015 Penarikan Cek oleh Rini Rp. 50.000.000.
7.Tanggal 23-11-2015 Pinbuk ke R. Zehan Rp. 50.000.000. 8.Tanggal 26-11-2015
penarikan cek oleh Cecep Rp. 50.000.000.
9. Kemudian aliran dana
dari BJB ke CV Cahaya Rezeki. 10.Tanggal 27-11-2015 penarikan cek oleh Wawan
(atas perintah Djuanningsih) Rp. 1.500.000.000. 11.Tanggal 27-11-2015 penarikan
cek oleh cmCecep Rp. 500.000.000. 12.Tanggal 01-12-2015 setor ke CV Rana
Pustaka Rp. 1000.000.0000. 13.Tanggal 01-12-2015 Penarikan cek Rp. 200.000.000.
14.Tanggal 01-12-2015 Penarikan cek oleh Dewanto (atas perintah Kunto Aji) Rp. 310.000.000.
15.Tanggal 18-02-2016 Penarikan cek oleh Dewanto (atas perintah Kunto Aji) Rp. 250.000.000.
Dari hasil audit
investigasi di atas, terbukti tidak ada serupiahpun yang mengalir atau
dinikmati Unep Hidayat. Madun berujar, Kejaksaan Tinggi Banten seharusnya mampu
bekerja profesional menyelamatkan uang negara Rp 8,7 miliar sesuai hasil audit
investigasi tersebut.
"Unep Hidayat ditersangkakan diduga karena faktor sakit hati oknum Jaksa, karena Unep pernah mengadu pernah mendapat perlakuan tidak baik oleh onkum di Kejati Banten. Penanganan kasus BJB Cabang Tangerang ini adalah prestasi yang dilakukan dengan cara-cara yang salah oleh oknum Jaksa di Kejati Banten," pungkasnya. (Rls)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar