Rabu, 24 November 2021

Pengadilan Negeri Serang Gelar Sidang Tipikor Dengan Suasana Ceria


SERANG - wartaexpress.com -
Pengadilan Negeri Tipikor Serang, Banten, kembali menggelar Sidang Lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi BJB Cab. Tangerang dengan terdakwa Unep Hidayat dan Djuanningsih, Selasa (23/11/2021).

Sidang perkara Unep dan Djuanningsi sering membuat tertawa Majelis Hakim, JPU, Tim Penasehat Hukum dan pengunjung yang ada di ruang sidang.

Penjelasan Unep Hidayat dengan suara lantang yang selalu menggemparkan ruang sidang dan dengan wajah berapi-api karena tidak merasa membuat SPK bodong, bahkan hingga saat ini tak ada satupun saksi yang melihat kapan dan di mana Unep membuat SPK abal-abal itu.

Ketua Majelis Hakim yang selalu menanggapi, ya, saat Unep Hidayat sedang berapi-api memberikan penjelasan disambut senyum dan tawa yang hadir di ruang sidang.

Kedua terdakwa Unep dan Djuaningsih yang diduga ikut serta membantu terpidana Kunto Aji dan Dherandra, merasa dirinya sebagai korban skenario jahat terpidana Kunto Aji.

Agenda sidang yang digelar hari Selasa (23/11/2021) menghadirkan saksi Wawan Supena karyawan Djuaningsih, Djodi Setiawan suami Djuaningsih, R Zehan Runa Soraya, Eric Aboe Rachmat (tidak hadir), Drs. Andri Indra Widianto, MT, M.Sc.

Keterangan saksi yang hadir di ruang sidang terpantau masih sama dengan keterangan saksi pada siding-sidang sebelumnya, sejauh ini tidak ada saksi yang memberatkan Unep Hidayat yang dituduh penyidik Kejati Banten yang membuat SPK.

Bahkan banyak saksi yang dihadirkan oleh JPU tidak mengenal Unep Hidayat, dan para saksi banyak mengatakan hanya kenal dan bertemu pada saat ada proses hukum di Kejati Banten tahun 2020, sementara akad kredit di BJB Cab. Tangerang terjadi pada tahun 2015.

Hal ini menggambarkan betapa buruknya kinerja Kejati Banten dalam melakukan penegakkan hukum, tidak fair dan sewenang-wenang.

Keterangan para saksi terhadap terdakwa Unep Hidayat terpantau tidak relevan dan semua saksi tidak ada satupun yang melihat Unep Hidayat membuat atau menandatangani SPK yang dijadikan agunan oleh terpidana Dherandra Alteza Widjaya.

Bahkan keterangan dari pejabat Pemkab Sumedang seluruhnya mengatakan tidak mungkin Unep Hidayat membuat SPK abal-abal.

Para saksi dari Pemkab Sumedang yang sudah sejak lama mengenal Unep dan sangat tahu kinerja Unep Hidayat menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa Unep Hidayat sangat teliti dalam hal administrasi.

“Dari tahun 2006 hingga 2019 Unep Hidayat mengelola DAK Pendidikan puluhan miliar tidak pernah ada masalah. Konyol kalau Unep bikin SPK bodong," penjelasan saksi dari Pemkab Sumedang.

Semua saksi juga menyampaikan kesimpulan rasanya sangat tidak mungkin Unep membuat SPK abal-abal yang tidak ada untungnya.

Keterangan para saksi dalam perkara Unep Hidayat justru menguatkan keterangan hasil audit investigasi Ikhsan Zr yang dijadikan barang bukti sidang kasus korupsi BJB Cab. Tangerang.

Hasil audit investigasi yang lakukan Ikhsan Zr, bahwa dokumen yang dijadikan agunan akad kredit BJB Cab. Tangerang adalah hasil rekayasa Dherandra Alteza Widjaya sebagai Debitur.

Selain itu keterangan saksi terkait dua perusahaan PT. Djaya Abadi Soraya dan CV. Cahaya Rezeki juga banyak yang tidak tahu mengenai proses pembuatan kedua perusahaan tersebut.

Hal ini menguatkan bukti bahwa perusahaan dan dokumen yang digunakan Dhera untuk mengajukan akad kredit adalah hasil rekayasa Dhera Alteza Widjaya.

Keterangan lain dalam sidang sebelumnya dari Ershad dan Jajang adalah soal tanda tangan dalam SPK yang disebut dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang. SPK ini digunakan oleh terpidana Kunto dan debitur Dheerandra Alteza Widjaya dengan dalih proyek koperasi pendidikan.

Ershad dan Jajang meyakini paraf tersebut dikeluarkan oleh Unep. Namun saat ditanya apakah keduanya menyaksikan Unep menandatangani SPK, mereka tak mampu memberikan bukti dan penjelasan.

"Pak Unep mengklarifikasi bahwasanya dia tidak pernah mengeluarkan prodak (SPK). Sementara pihak BJB sangat meyakini itu. Ketika kita tanya, mereka juga bingung mau menjawab apa," kata Isram Penasehat Hukum Unep Hidayat.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia (GPHN-RI) Madun Haryadi, mengatakan keterangan yang diberikan Ershad dan Jajang penuh dengan keganjilan. Pengakuan keduanya menegaskan bahwa Unep tidak terlibat dalam kasus korupsi ini. Pasalnya, Ershad dan Jajang tidak memberikan kesaksian secara jujur dan berpaku pada keyakinan semu.

Ershad dan Jajang adalah bawahan Kunto. Adapun Kunto dalam dokumen sidang perkara atas dirinya disebut menekan Ershad dalam penentuan notaris. Ershad juga mengaku tidak melaksanakan tugas dan wewenang selaku RO Komersial yang melakukan proses verifikasi kredit secara detail.

"Tidak melakukan pemeriksaan dokumen SPK secara mendalam, termasuk tidak meneliti akta pendirian perusahaan," tulis kesaksiannya dalam surat putusan yang dikutip tim pewarta.

Adapun Jajang adalah analis yang mendampingi Ershad dalam pekerjaan yang sama. Dia juga memberikan pengakuan bahwa dokumen permohonan kredit para debitur tidak diperiksa secara mendetail, terutama dokumen yang berkaitan dengan perusahaan.

Gus Madun menilai keduanya gagap dalam memberikan kesaksian secara terbuka. Keterangan yang disampaikan justru terkesan diada-adakan. "Para saksi nampak gagap dan memberikan keterangan yang tidak jelas," kata pria yang akrab disapa Madun ini kepada awak media.

Sejak awal kasus ini ditangani Kejaksaan Tinggi Banten, kata dia, GPHN-RI sudah melayangkan kritik pedas bahwa penegakkan hukum tindak pidana korupsi BJB Tangerang sangat amburadul.

Dia menyebut penegakan hukum kasus ini bermotif mencari keuntungan pribadi, karena banyak fakta yang disembunyikan oleh Kejaksaan Tinggi Banten. "Bahkan terjadi akal-akalan oknum Jaksa yang menjadi saksi Unep yang juga korban dari para terdakwa sebagai tersangka," katanya.

Madun menegaskan, beberapa orang saksi yang dihadirkan JPU dalam sidang Selasa lalu justru adalah pihak yang lebih tepat dijadikan tersangka. Sebab, Unep Hidayat yang dikorbankan jadi tersangka oleh Kejaksaan nyatanya tidak menikmati dan tidak mengambil keuntungan apapun dari duit bank yang dibobol oleh Kunto dan Dheerandra.

"Jika nanti Majelis Hakim mata hatinya terbuka dan menggunakan hati nurani dalam memeriksa perkara Unep Hidayat, saya sebagai pegiat anti korupsi yang sudah pengalaman ratusan kali menyajikan laporan dugaan tindak pidana korupsi meyakini Majelis Hakim akan membebaskan UH demi hukum," kata Madun.

"Tapi jika Majelis Hakim mewakili kepentingan JPU, saya juga meyakini para Majelis Hakim akan menghadapi tuntutan di akhirat nanti," imbuhnya.

Sebagai informasi, para saksi yang sempat gagap saat dicecar pertanyaan oleh penasehat hukum Unep Hidayat adalah sebagai berikut:

1.Dindin A Syabarudin, selaku Manager Komersial Bank BJB Cab. Tangerang sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2017. Dia pihak yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan kredit segmen komersial, dana institusi dan kualitas kredit termasuk Kredit Modal Kerja Konstruksi (KMKK), dan juga mengusulkan Kredit kepada atasanya, yakni Pimpinan Cabang.

2.Jajang Nurjaman, selaku Analis Kredit Komersial dan selaku anggota Komite Kredit di Bank BJB Tangerang pada 2015 lalu.

3.Ershad Bangkit Yoslifar, selaku Analis Kredit Komersial (RO), anggota Komite Kredit BJB Tangerang pada 2015 lalu. Ershad kini sudah mengundurkan diri. Dia sebelumnya bertugas melakukan verifikasi kelayakan permohonan kredit yang disampaikan oleh debitur dan monitoring penggunaan dana fasilitas kredit bersama dengan analis kredit Jajang Nurjaman.

Ketiga saksi di atas, menurut Madun, yang lebih patut dijadikan tersangka karena memiliki kapasitas dan peran penting dalam meloloskan akad kredit Rp 8,7 miliar yang diajukan oleh Dheerandra Alteza Widjaya.

"Dari total kerugian negara Rp. 8,1 miliar, hanya ada uang Rp. 1 miliar yang diselamatkan oleh Kejati Banten yang pada saat itu dipimpin Asep Nana Mulyana," kata Madun.

Main-Main Kasus Ala Oknum Jaksa Kejati Banten

Madun menduga kuat mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Asep Nana Mulyana dan mantan Asisten Pidana Khusus Sunarko hanya bermain-main dalam menangani kasus korupsi BJB Tangerang. Oknum-oknum Jaksa di Banten membangun opini seolah-olah berhasil menyelamatkan uang negara Rp. 8,7 miliar, padahal hanya Rp. 1 miliar yang berhasil dikembalikan.

"Saya sebagai pegiat anti korupsi yang memiliki data aliran dana Rp. 8,7 miliar tersebut akan meminta KPK RI mengambil alih kasus BJB Cab. Tangerang ini. Banyak fakta yang ditutupi oleh Kejati Banten," ujar Madun.

Berdasarkan fakta hukum persidangan kasus BJB Tangerang, hasil audit investigasi Ikhsan ZR mengenai aliran dana bank yang dibobol oleh terpidana Kunto Aji dan Dherandra adalah sebagai berikut:

Aliran dana yang masuk ke PT. Djaya Abadi Soraya (milik Dheerandra) : 1.Tanggal 02-11-2015 RTGS ke Djuanningsih Rp. 2.000.0000.0000. 2.Tanggal 02-11-2015 Pinbuk ke R. Zehan Rp. 750.000.000. 3.Tanggal 5-11-2015 penarikan cek oleh Cecep (atas perintah Kunto Aji) Rp. 500.000.000.

4.Tanggal 11-11-2015 penarikan cek oleh Prihartomo Rp. 145.000.000. 5.Tanggal 11-11-2015 Pinbuk ke Djuanningsih Rp. 500.000.000. 6.Tanggal 11-11-2015 Penarikan Cek oleh Rini Rp. 50.000.000. 7.Tanggal 23-11-2015 Pinbuk ke R. Zehan Rp. 50.000.000. 8.Tanggal 26-11-2015 penarikan cek oleh Cecep Rp. 50.000.000.

9. Kemudian aliran dana dari BJB ke CV Cahaya Rezeki. 10.Tanggal 27-11-2015 penarikan cek oleh Wawan (atas perintah Djuanningsih) Rp. 1.500.000.000. 11.Tanggal 27-11-2015 penarikan cek oleh cmCecep Rp. 500.000.000. 12.Tanggal 01-12-2015 setor ke CV Rana Pustaka Rp. 1000.000.0000. 13.Tanggal 01-12-2015 Penarikan cek Rp. 200.000.000. 14.Tanggal 01-12-2015 Penarikan cek oleh Dewanto (atas perintah Kunto Aji) Rp. 310.000.000. 15.Tanggal 18-02-2016 Penarikan cek oleh Dewanto (atas perintah Kunto Aji) Rp. 250.000.000.

Dari hasil audit investigasi di atas, terbukti tidak ada serupiahpun yang mengalir atau dinikmati Unep Hidayat. Madun berujar, Kejaksaan Tinggi Banten seharusnya mampu bekerja profesional menyelamatkan uang negara Rp 8,7 miliar sesuai hasil audit investigasi tersebut.

"Unep Hidayat ditersangkakan diduga karena faktor sakit hati oknum Jaksa, karena Unep pernah mengadu pernah mendapat perlakuan tidak baik oleh onkum di Kejati Banten. Penanganan kasus BJB Cabang Tangerang ini adalah prestasi yang dilakukan dengan cara-cara yang salah oleh oknum Jaksa di Kejati Banten," pungkasnya. (Rls)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oknum Perangkat Desa Ditangkap Satreskrim Polres Purworejo

PURWOREJO - wartaexpress.com - Man (35) warga Desa Lubang Sampang yang juga merupakan Perangkat Desa diamankan Satreskrim Polres Purworejo....