LANGKAT - wartaexpress.com - Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup & B3 Indonesia (Amphibi) yang memiliki yel yel "Hadirkan Solusi" dalam Perbaikan Lingkungan Hidup & Sosial Kemasyarakatan setelah berhasil menunjukkan eksistensinya selama 5 tahun dengan Aksi Nyata (Real Action 25-8-2016 s/d 25-8-2021).
Menuju 2021-2024
Amphibi mulai mengkiprahkan diri di wilayah pesisir dalam pemulihan dan
melestarikan kawasan hutan mangrove guna mengantisipasi serta memitigasi dampak
perubahan iklim di seluruh Indonesia.
Adanya program Padat
Karya untuk Percepatan Ekonomi Nasional (PEN) dengan restorasi penanaman
mangrove yang diluncurkan Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo melalui
Perpres Nomor 20 Tahun 2020, tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM)
pada April 2021, Amphibi melakukan sosialisasi penanaman mangrove kepada
masyarakat di pesisir pantai di Deli Serdang dan Desa Pulau Kampai, Kec. Pangkalan
Susu, Kab. Langkat, Prov. Sumatera Utara.
Ketua Umum Amphibi,
Agus Salim Tanjung, So,Si, menyatakan, bahwa dengan adanya upaya penanaman
mangrove di pesisir Pantai Bagan Serdang dan Pulau Kampai, diharapkan dapat
mengurangi energi gelombang dan melindungi pantai dari abrasi, menghambat
intrusi air, serta memperbaiki lingkungan pesisir, memperbaiki habitat di
pantai dan menambah pendapatan masyarakat pesisir.
“Salah satu daerah yang
sedang kami lakukan pemantauan dari tahun 2017 lalu adalah Pulau Kampai yang
berjarak 14 kilometer dari Pangkalan Susu, Kab. Langkat, Prov. Sumatera Utara,”
ujar Agus ST.
Maraknya pelaku
perambah hutan mangrove dengan tujuan mengambil kayunya semakin hari semakin
meningkat, hingga dapat mengancam kepunahan mangrove dan habitat yang hidup di pesisir
Pulau Kampai.
Untuk memulai menata
perbaikan lingkungan hidup dan memperbaiki ekonomi kemasyarakatan ada sebanyak
6 kelompok masyarakat (Pokmas) yang direkomendasikan Kades Kampai (AH) kepada
Amphibi agar bisa diikut sertakan dalam program padat karya percepatan
rehabilitasi Mangrove tahun 2021.
Setelah melalui proses
birokrasi yang panjang kelompok masyarakat yang telah menerima Surat Perintah
Kerja Swakelola (SPKS) dari BRGM/ BPDAS U/U terdapat beberapa permasalahan di
lapangan.
Ada 2 Pokmas yang tidak
mendapat perhatian dari Kades Pulau Kampai yang telah membuat surat pengantar
tentang penggantian nama pendamping Kelompok Tani Berang-berang, Ferianto dan Ketua
Kelompok Tani Hutan Akar Bakau Marolop.
Ketua Kelompok Tani Hutan
Berang-berang (Awn) dan Akar Bakau (Nrd) menyampaikan keluhannya kepada lembaga
Amphibi.
Sampai saat ini
kelompoknya terkendala dalam membuat laporan ke BRGMAN/BPDAS W/U karena
pendamping yang ditunjuk BRGM tidak melakukan hal tersebut.
“Sudah berjalan 4 bulan
lebih kami belum membuat laporan kegiatan. Agar kami tidak terkendala dalam
pelaporan, maka kami membuat surat yang
harus ditandatangani Kepala Desa Kampai (AH). Upaya kami tidak berhasil, maka
surat tersebut terpaksa kami sampaikan kepada lembaga Amphibi," ucap Nrd
dan Azn.
Menyikapi hal tersebut,
Ketua Umum Amphibi, Agus ST, menyatakan bahwa surat dari Ketua Kelompok Tani
tersebut telah kami teruskan kepada BRGM dan BPDAS W/U.
Sebagai sosial kontrol
dan Pembina dari Kelompok Tani Hutan Mangrove yang ada di Pulau Kampai, saya
mengingatkan kepada kepala desa kampai
agar tidak terkesan memperlambat kegiatan percepatan penanaman mangrove ini.
Pada tahun 2017 lalu Desa Pulau Kampai mendapat sorotan tentang pekerjaan infrastruktur dengan anggaran Dana Desa tahun 2017 tidak selesai tepat waktu. ”Jangan sampai program percepatan rehabilitasi mangrove di Pulau Kampai juga tidak selesai tepat waktu,” tutup Agus ST. (Red/Amphibi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar