JAKARTA - wartaexpress.com - Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup & B3 Indonesia (Amphibi) mendapat penghargaan dari Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) karena melakukan penananam pohon Mangrove di lokasi yang bukan pada tempatnya.
Penyerahan Piagam
Penghargaan dari Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) yang diberikan Yusuf Nandri kepada jajaran pengurus Amphibi
dilakukan di Kantor MURI, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Jumat
(26/2/2021).
Hadir dalam dalam
penerimaan Rekor MURI tersebut Dewan Pembina/Pendiri Amphibi Nawa Kurniawan, S.IP,
Ketua Amphibi Bekasi Raya Moch. Hendry A, ST, Ketua Panitia Pelaksana Penanaman
Joko Santoso dan Duta Lingkungan Hidup Amphibi Aktor Sinetron Tukang Bubur Naik
Haji, Rio Reifan.
Mangrove yang selama
ini kita ketahui hidup di air payau dan asin atau muara dan pinggiran laut,
ternyata juga bisa hidup di lumpur air lindi di TPA Bantar Gebang.
Hal tersebut diyakini oleh Ketua Umum Amphibi, Agus Salim Tanjung, So,Si, saat memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) tahun 2021.
Penanaman Mangrove di
TPA yang dihadiri perwakilan Kementerian
LHK Direktur Konservasi Tanah dan Air, Kepala Dinas Kehutanan Prov. Jawa Barat,
Kapolres Metro Kota Bekasi, Dandim 0507/BS, pimpinan ormas, LSM, komunitas se-Jawa
Barat serta pengurus Amphibi dan Yasos BKS dari berbagai daerah.
Ketua Umum Amphibi,
Agus Salim Tanjung, So,Si, menyatakan, bahwa penanaman Mangrove di lokasi TPA
adalah salah satu tumbuhan yang mampu
memberikan solusi permasalahan lingkungan hidup khususnya di TPA.
Pengelolaan sampah yang
mengacu kepada UU No.18 Tahun 2008 beserta turunannya sudah tidak layak untuk
dipergunakan. Hal tersebut disampaikan Agua ST, dengan dasar dan alasan yang
kuat. "Sudah berjalan selama 13 tahun UU Sampah diberlakukan, tetapi tidak
ada titik terang dan kejelasan dari hasil UU tersebut," ujar Agus ST.
“Coba kita cermati baik-baik
dari mulai terjadinya bencana longsor TPA Leuwi Gajah pada tahun 2005 silam,
hingga dibuatnya UU Pengelolaan Sampah No.18 Tahun 2008, sampai saat ini apakah
ada perubahan yang terjadi. Malah sebaliknya, saat ini hampir seluruh
kabupaten/kota di Indonesia bermasalah dengan sampah. Sementara Tempat
Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) di seluruh kabupaten/kota yang berkembang sudah
over load," ujarnya.
Belum lama ini TPA
Tangerang dihantam longsor sampah. Apakah harus menunggu terjadi penyusulan TPA
lainnya yang notabene merengut korban jiwa.
“Sementara Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah KLHK yang berperan penuh dalam ranahnya seperti tidak hirau dengan permasalahan sampah yang semakin menggunung dan meluas di seluruh Indonesia," ucap Agus ST.
Agus ST, meminta Dirjen
PSLB3 KLHK, untuk lebih fokus kepada permasalahan sampah. Jangan mengurusi yang
bukan ranahnya, seperti bencana alam, perhutanan sosial, Covid-19, clean up B3
dan lainnya. “Itukan sudah ada Direktorat Didangnya masing-masing," tegas
Agus ST.
“Kementerian LHK saat
ini sedang di posisi atas rata-rata Kementerian lain. Perlu diketahui, bahwa
saat ini TPA di kota berkembang sedang bermasalah dengan air lindi, longsor dan
bau. Ini butuh solusi,” ujar Agus ST.
“Penanaman pohon
Mangrove yang saat ini dilakukan Amphibi adalah sebagai upaya dan uji coba dan salah
satu solusi utama dalam menjawab permasalahan TPA," sambungnya.
Senada dengan Rio
Reifan yang hadir dalam penerimaan Piagam Penghargaan MURI tersebut menyatakan,
bahwa dirinya sangat bangga dan terharu bisa menjadi Duta Lingkungan Hidup
Amphibi.
“Awalnya saya juga
berpikir pohon Mangrove akan dikembangkan di TPSA, suatu hal yang sulit untuk
diterima akademis. Tapi setelah saya lihat sendiri bahwa selama uji coba 3
bulan tampak tunas dan daun Mangrove yang ditanam Amphibi di bulan Oktober 2020
seluruhnya mulai bertunas. Kita doain saja semoga upaya Amphibi memberikan solusi
lingkungan TPA sukses," ucap Rio.
“Yang membuat saya
kaget setelah melihat langsung tingginya gunung sampah dan menghirup bau tidak
sedap saat melakukan penanaman di TPA Bantar Gebang, terlintas seketika bencana
longsor di TPA Leuwi Gajah. Inilah yang membuat saya terpanggil untuk bisa
menjadi bagian dari Amphibi." jelas Rio.
Dikatakan Rio, bahwa setelah dipelajari tentang kinerja Amphibi, ternyata organisasi ini sangat luar biasa aktifnya. Tidak hanya bisa kritik. tetapi ternyata Amphibi jagonya solusi dan aksi.
“Dari situlah saya
mulai terpanggil. Insya Allah aku akan menjalankan tugas Duta Lingkungan Hidup
Amphibi sesuai harapan lembaga. Dalam waktu dekat ini saya akan ikut turun
melakukan sosialisasi lingkungan ke seluruh Indonesia untuk mendampingi Ketua Umum
Amphibi," ujar Reifan.
Sementara Dewan Pembina
Amphibi, Nawa Kurniawan yang hadir dan menerima Piagam Penghargaan MURI
menyampaikan, bahwa Amphibi telah banyak melakukan penanaman pohon. Dari tahun
2016 sudah tidak terhitung jumlah dan lokasinya. Salah satu sejarah Amphibi
dalam penanaman pohon jenis Mahoni sebanyak 500 batang yang dilakukan pada 10
Nopember 2016 tepatnya di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Kalau dikaji kembali
pohon Mahoni bisa tumbuh besar dan subur yang ditanam di atas pasir secara akal sehat tentunya tidak akan bisa
dipercaya. Tetapi fakta saat ini membuktikan sudah hampir 5 tahun kini
tingginya hampir mencapai 9 meter. “Silahkan dicek dan ditanyakan ke masyarakat
Pulau Pari untuk melihatnya,”.ujar Nawa Kurniawan.
Dari pengalaman uji
coba penanaman pohon Mahoni di Pulau Pari tentunya tidak salah juga uji coba
pohon Mangrove di TPA. “Saya rasa kalau sudah diuji coba sebelumnya selama 3
bulan dari bibit (buah) dan saat ini sudah keluar 6 helai daunnya berarti ada
harapan pohon Mangrove bisa berkembang dan tumbuh subur,” jelas Nawa.
Saat tim media
menanyakan tentang adanya penolakan keras dari salah satu profesor, doktor,
pakar ahli konservasi yang juga pernah menjabat posisi strategis di KLHK
terkait penanaman Mangrove di TPS. Dirinya menjawab itu hal yang biasa.
“Namanya para ahli akademis tentu tidak terima dengan apa yang belum pernah dia lakukan. Silahkan saja ajak Ketua Umum Amphibi untuk duduk bersama. Sayang ILC sudah tutup. Bisa akan seru apabila terjadi debat dan saling argumentasi pemaparan pohon Mangrove. Judulnya Debat Mangrove secara akademis vs otodidak," tutup Nawa Kurniawan. (Red/Ltbg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar