JAKARTA - wartaexpress.com - Fakultas Hukum (FH) Trisakti menyelenggarakan Kuliah Umum bagi mahasiswanya untuk memperdalam Ilmu Hukum Narkotika, Rabu (23/11/2022).
Sebagai moderator Andi
Widiatno, S.Kom, SH, MH, dan pengisi materi tunggal adalah aktivis anti
narkotika yang konsisten dalam penegakan amanat UU No.35/2009 tentang Narkotika,
mantan Kabareskrim Polri dan Kepala BNN, Komjen Purn. DR. Anang Iskandar, SH,
MH.
Untuk diketahui, banyak
pihak termasuk para praktisi hukum mencibir dan menyoal Undang-Undang No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika yang tidak berjalan sesuai amanatnya.
Bahkan Menteri Hukum
dan HAM, Yasonna Laoly sendiri pun, saat menanggapi revisi beberapa bulan lalu
mengaku pelaksanaan UU Narkotika itu belum memberikan konsep yang jelas tentang
pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna narkoba.
Pada kesempatan itu,
Anang Iskandar memaparkan, bahwa para penegak hukum masih banyak yang memilih
untuk menjatuhkan pidana penjara yang berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) kepada para pecandu narkoba.
Hal itu menyebabkan
tidak berjalannya amanat UU No. 35/2009, padahal Undang-Undang Narkotika
tersebut sifatnya khusus (lex specialist) yang dapat mengenyampingkan peraturan
lainnya.
“Bahkan bisa disebut
“lex specialist superior” karena yang diatur adalah obat yang dilarang dimiliki
oleh masyarakat. Begitupun dalam kasus penyalahgunaan narkotika bukan hanya
pidananya saja yang diatur, melainkan juga mengatur tentang kesehatan dan
sosial,” ungkapnya.
Dia juga menerangkan,
bahwa hal yang mendasar yang diatur dalam peraturan narkotika adalah
pelanggaran kepemilikan narkotika untuk diperjualbelikan dan pelanggaran
narkotika untuk dikonsumsi (disalahgunakan).
“Ada dua bentuk
kepemilikan narkotika yakni dimiliki secara legal dari sumber yang legal
umumnya untuk pengobatan atau medis, dan kepemilikan ilegal dari sumber ilegal
atau pasar gelap, ini yang dilarang,” terang Anang.
Kemudian Anang
menjelaskan tentang isu-isu mengenai negara-negara yang disebut telah
melegalkan ganja, seperti Belanda, Meksiko, dan Thailand.
Bahwa sebetulnya hal
itu tidak benar, bahwa negara-negara tersebut tetap diatur dengan membatasi
jumlah penggunaan narkotika pada tahap tahap tertentu yang digunakan untuk
kesehatan.
“Karena semua
masyarakat dunia sudah terikat dengan kesepakatan internasional Konvensi
Tunggal Narkotika tahun 1961 yang melarang peredaran gelap narkotika,”
terangnya.
Lebih dalam Anang
membedakan antara kejahatan penyalahguna dan kejahatan pengedar. Dia
menjelaskan bahwa antara kedua kejahatan itu adalah dua hal yang berbeda.
Penyalahguna adalah
korban atau orang yang menderita sakit adiksi atau kecanduan yang perlu
direhabilitasi.
Satu sisi kejahatan ini
punya karakter berbeda dari kejahatan lainnya, kejahatan yang dimaksud penyalah
guna narkotika ini tidak melukai orang lain dan tidak merugikan orang lain.
Sedangkan pengedar itu
adalah kejahatan yang mencari keuntungan dari korban. Namun pada realisasinya,
kedua pelanggaran kejahatan itu mendapat ancaman hukuman atau sanksi yang sama.
Untuk itu Anang meminta
kepada mahasiswa untuk lebih mendalami mamahami dalam meneliti kejahatan
tentang narkotika.
Selanjutnya kuliah umum ini dilanjutkan pada sesi pernyataan dari mahasiswa yang dijawab langsung oleh Anang Iskandar. (Rnl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar