SERANG - wartaexpress.com - Agenda sidang pembacaan tuntutan terhadap Unep Hidayat dan Djuanningsih dibacakan oleh JPU dari Kejati Banten, Dippiria, Selasa (21/12/21) kemarin.
Dalam Persidangan
pembacaan tuntutan ini ada beberapa awak media dari Jakarta yang memantau jalannya
persidangan sejak awal hingga menjelang tuntutan terus menyoroti perkara Unep
Hidayat.
Meskipun dalam fakta
persidangan tuduhan Jaksa terhadap Unep Hidayat tidak bisa dibuktikan, JPU dari
Kejati Banten terkesan memaksakan tetap menuntut Unep Hidayat 4 tahun dan denda
300 juta.
Menurut pembacaan
tuntutan, JPU menganggap perbuatan Unep menguntungkan orang lain, namun tuduhannya
tersebut tidak dapat dibuktikan dalam persidangan.
Bahkan puluhan saksi
yang dihadirkan selama proses persidangan tak satupun saksi yang melihat dan
mengetahui perbuatan yang dilakukan Unep Hidayat.
Unep sendiri pernah
memberikan keterang dengan lantang di ruang persidangan, bahwa tuduhan terhadap
dirinya adalah kezaliman. "Untuk apa saya membuat SPK palsu, apa untungnya
bagi saya," tegas Unep.
Ada kalimat yang
berbeda, ketika membacakan tuntuntan terhadap Djuanningsih, JPU membacakan perbuatan
Djuanningsih sah dan meyakinkan.
Dan ketika membacakan
tuntutan terhadap Unep Hidayat nampak ragu karena tidak ada kalimat sah dan
meyakinkan.
Selaku Pegiat anti
korupsi GPHN-RI, Madun Haryadi yang mengawasi jalannya proses hukum kasus
kredit macet sejak awal kembali angkat bicara.
"Tuntutan terhadap
saudara Unep Hidayat adalah kezaliman, karena ini menyangkut masa depan orang
yang tidak bersalah, kita semua menyaksikan dan merekam jalannya persidangan,
sudah puluhan saksi dihadirkan tidak ada yang melihat dan mengetahui perbuatan
Unep Hidayat," ucap Madun, Rabu (22/12/21).
Lanjut Madun mengatakan,
bahwa penerapan pasal terhadap saudara Unep tidaklah tepat, karena dalam kasus
korupsi BJB Cab. Tangerang yang dilakukan oleh terpidana Kunto Aji dan Dhera
sudah sangat jelas, bahwa Unep tidak tahu adanya akad kredit pada tahun 2015
apalagi menikmati.
Pasal 2 ayat (1),
subsidair pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasn tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI
Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsu jo Pasal 55
ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Ini kan kasus korupsi,
harus bisa dibuktikan unsur perbuatan melewan hukumnya dan apa yang dinikmati
oleh pelakunya, jika itu tidak bisa dibuktikan dan orang harus dituntut,
apalagi sampai dihukum, itu kan sangat zalim. Saya menilai tuduhan dan tuntutan
yang dilakukan oleh Jaksa dari Kejati Banten ini diduga kuat melanggar Hak
Asasi Manusia, karena tuduhan terhadap saudara Unep Hidayat adalah upaya
pembungkaman terhadap saksi,” tegasnya.
Unep mengaku saat
menjadi saksi pernah diintimidasi, seminggu 2 sampai tiga kali dipanggil dan diperiksa.
Dari pertemuan-pertemuan dengan penyidik Kejati Banten, Unep mengaku sudah
habis uang hampir 1 miliar.
“Kami sebagai pegiat anti korupsi sangat prihatin dengan ujian yang dialami saudara Unep Hidayat. Untuk melakukan upaya hukum lain terhadap prilaku Jaksa dari Kejati Banten, kami akan membuat kajian terlebih dahulu dan meminta pendapat para ahli hukum,” tutupnya. (Rls)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar